Kamis, 19 Juni 2008

99 Tangan Tuhan di Aceh

TEUKU IRFAN TELUNGKUP

Saat beranjak dari timbunan samaph, ia menginjak maya tyang masih terendam didalam air. Dalam keadaan perut kosong, kedinginan, gemetar, dan demam, ia mampu menyelamatkan diri.

Teuku irfan bin Ramli Seubadeh (33). Dia duduk menekuri nasibnya, duduk sendirian di kamar 1, ruang Shafa, RS islam Jakarta. Kaki kanananya diperban. Sekujur tubuhnya hitam arang. Itu bekas luka yang sudah mongering. Ketika Bali Post dating dan memperkenalkan diri, dia terharu. “ Belum ada kerabat saya yang dating. Mas-mas inilah yang kini jadi kerabat kami di Jakarta, “ akunya gelisah.

Teuku Irfan, Satu saudara di Merunda, Jakarta utara. Cuma, ia tak tahu alamat persisnya. Ia hanya ditemani Istrinya, Ny. Ninda Suwarni, yang sama-sama digulung ombak ketika bencana tsunami datangdan akhirnya selamat. Luka Ny Nida lebih parah. Pahanya remuk. Kepalanya lebam. Hanya anaknya, Cut Silvia ( 4) yang hilang entah kemana.

Irfan tinggal tak jauh dari pantai, Cuma 500 meter di kompleks perumahan korem, Lamcalu, Desa Kaju, Kecamatan Baitulsalam., Aceh Besar. Pagi itu, sekitar pukul 8.00, Irfan mengawali kisahnya. Istri dan anaknya langsung digelandagn ke luar rumah. Warga sekitar melakukan hal yang sama.

Ratusan warga tak berani ke dalam rumah. Tiba-tiba 15 menit setelah gempa hebat itu, ada bayangan hitam besar lebar sepeti tembok setinggi 15 meter ergerak dari kejauhan. Ikut dalam “temok hitam” itu tumbuh-tumbuhan, rumah, kayu-kayu dan mobil. “ ini bukan tembok, itu air, “piker Irfan yang seketika itu langsung melarikan diri. Keluarganya, bersama mertua, naik becak motor bersama seorang tetanggnya.

Sang ombak terus melumat rumah-rumah, mobil-mobil dan mengejar Irfan dan keluarganya. Laju becak motor tak kuasalagi berjalan kencang. Ombak telah dating dari melumat becak beserta penumpangnya dari belakang. Sampah rumah dan mobilikut menghantamnya. Irfan digulung ombak dan terlempar entah kemana. Anaka dan istrinya lepastak ketahuan rimbanya :tetap, saya masih sadar, “tutur Irfan Sendiri.

Tuhan bekehendak lain. Irfan telungkupdibawah tumpukan sampah balok kayu. Dia ingin keluar, tetapi terhalang. Dia mencari celah dan “ups”, keluar. Oksigen dihirupnya. Dengan perjuangan, tangannya mengayuh pucuk pohon mangga dan bertengger disana hingga sore hari. Perutnya kosong, kedinginan, gemetar hinggademam. “Hanya keinginan hidup yang membuat saya harus berani turun dan mencari bantuan.”

Menjelang petang, ia memutuskan turu. Air masih setinggi leher ketika ia berjalan. Kakinya menginjak mayat yang masih tenglam. Di sekelilingnya, ratusan mayat timbul tnglam dimainkan ombak-ombak kecil. Dia terus berjalan hingga enam kilometer hingga air setinggilutut. Irfan pun ditolong warga. Ia dibawah ke rumah sakit terdekat. Esoknya dibawa ke penampungan di Unsyah Kuala. Di sanalah Irfan bertemu istrinya, yang tergolek lemah disana. Ny. Nida sendiri bias selamat karena tersangkut di pohon “kuda-kuda” hingga petang. Dia bias di selamatkan ketika seorang mariner menemukannya (Heru b)

Tidak ada komentar: