Jumat, 12 Desember 2008

MENGENAL ADAT JAMBI DALAM PERPEKTIF MODERN

DALAM BUKU KARANGAN H.KEMAS ARSYAD SOMAD, SH. MH
Ditulis di blok Oleh SURYA PRANATA. AMd
Selesai pengetikan tanggal 6 Desember 2008

Diterbitkan Dinas Pendidikan
Propinsi Jambi
2003




DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar
Sambutan Gubernur
Daftar Isi

BAB I SEKILAS SEJARAH PROPINSI JAMBI
1. Sejarah
2. Geografi

BAB II GAMBARAN UMUM ADAT ISTIADAT JAMBI
A.1 UNDANG-UNDANG ADAT JAMBI
1. Pucuk Undang nan Delapan terdiri dari
2. Anak Undang Nan Dua Belas

A.2 KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA
B. POLA PERKAMPUNGAN
C. PENDUDUK ASLI DAN PENDATANG
D. BAHASA, DIALEK DAN TULISAN
E. SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP
F. CERITAT-CERITA RAKYAT
1. Asal Usul Raja Jambi
2. Putri Reno Pinang Masak
3. Asal Usul Terjadinya Bukit Siguntang
G. DESKRIPSI SENI DAN BUDAYA JAMBI
1. Seni Tari
2. Seni Suara
3. Seni Musik
4. Seni Ukir, Seni Batik, Seni Anyaman, Seni Terawang
5. Seni Bangunan

BAB III SEJARAH LEMBAGA ADAT DAN TATA
UPACARA ADAT PROPINSI JAMBI
A. Sejarah Terbentuknya Adat Jambi
B. Kedudukan Lembaga Adat Dalam Menampung Aspirasi
Masyarakat
C. Pengukuhan Pemberian Gelar Adat
1. Pengukuhan Secara Adat
2. Pengukuhan Pemberian Gelar Adat
3. Seserahan Tanda Putih Hati
4. Upacara Pengukuhan Pemberian Gelar Adat
D. Tata Cara Upacara Adat
1. Pernikahan
2. Upacara Kelahiran Anak
3. Upacara Cukuran, Pemberian Nama dan Kekah
4. Sunat Rasul
5. Tradisi Upacara Adat

BAB IV PERAN LEMBAGA ADAT JAMBI DALAM MENUNJANG
PEMBANGUNAN DAERAH
A. URGENSI LEMBAGA ADAT DALAM KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DAERAH
B. KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT DALAM
MENAMPUNG ASPIRASI MASYARAKAT
C. KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT ADAT
D. PERANAN DAN FUNGSI LEMBAGA ADAT
DALAM PEMERINTAHAN DESA
E. TUGAS DAN KEWAJIBAN LEMBAGA ADAT
F. PERSPEKTIF PERAN PEMERINTAH DAN LEMBAGA
ADAT
G. SEKILAS RIWAYAT HIDUP. H. ZULKIFLI NURDIN
SRI PADUKO PUTRO MANGKU NEGORO

BAB V SELOKO ADAT JAMBI DAN UNGKAPAN PERGAULAN
HIDUP SEHARI-HARI SEBAGAI PEDOMAN UNTUK
MELAKSANAKAN ADAT DAN HUKUM ADAT

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
SEKILAS SEJARAH PROPINSI JAMBI

1. Sejarah

Sejarah Jambi diawali pada abad IV masehi sampai dengan kedatangan bangsa barat ke nusantara. Secara berturut-turut, masa kekuasaan kerajaan Melayu, kerajaan Sriwijaya, kerajaan Singosari, kerajaan Damasraya sampai pra Kemerdekaan. Proses perkembangannya sampai sekarang masih dalam pengkajian para ahli. Prasasti tertua yang pernah ditemukan di Propinsi Jambi adalah Prasasti Karang Birahi yang dibuat sekitar tahun 686 masehi, bangunan candi-candi dan arca-arca yang banyak ditemui dalam propinsi Jambi.

Tahun 1460-1907 Jambi berbentuk kerajaan Islam yang disebut Kerajaan Melayu II. Sebagai Sultan Pertama adalah Datuk Paduko Berhalo dengan permaisurinya putrid Selaro Pinang Masak. Salah seorangnya adalah orang Kayo Hitam yang terkenal dengan senjata utamanya “Keris Siginjai”, yang selanjutnya menjadi pegangan dan perlambang bagi para pemegang kekuasaan kerajaan melayu Jambi. Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar, sebuah misi dagang Kompeni Belanda yang dipimpin oleh Abraham Strek mendirikan Loji dagang tetapi tidak mendapat izin dari Sultan, dan kemudian dibubarkan.

Sultan Abdul Kahar digantikan oleh putranya yang bernama Sultan Seri Ingolongo. Pada masa pemerintahannya 1665-1690, seorang kepala kantor Kompeni Belanda yang bernama Syubranlt terbunuh di desa Gedung Terbakar, sehingga Sultan Seri Ingologo ditangkap Belanda dan dibuang ke Pulau Banda.

Perlawanan terhadap Kompeni mencapai puncaknya pada masa Sultan Thaha memegang tampuk kekuasaan tahun 1856-1904 dalam suatu pertempuran di Betung berdarah tanggal 27 April 1904 Sultan Thaha gugur dan keris Siginjai sebagai lambing kekuasaan kerjaaan Melayu Jambi di bawa oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda menduduki dan menguasai Jambi dan memasukkan Jambi kedalam wilayah keresidenan Palembang, dengan status dua Assisten Residen, Yaitu: Assisten Residen Jambi Hulu dan Assisten Residen Jambi Hilir.

Pada tahun 1905 Jambi menjadi keresidenan dengan mengganti status dua assisten Residen menjadi tujuh Onder Afdeling yang masing-masing dikepalai oleh seorang Controleur sebagai Hoold van Plaatselijk Bestuur, yang salah satunya adalah Onder Keresidenan Langsung dibawah Pemerintah Pusat. Dengan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 4 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera Tengah menjadi tiga propinsi, maka Jambi resmi menjadi daerah Swatantra Tingkat I.


NAMA-NAMA RAJA/KEPALA PEMERINTAHAN JAMBI 1460-1904.

1. 1460 Datuk Paduko Berhalo/Putri Selaro Pinang Masak.
2. 1480 Orang Kayo Pingai.
3. 1490 Orang Kayo Pedataran
4. 1500 Orang Kayo Hitam
5. 1515 Pangeran Hilang Diair disebut Panembangan Rantau Kapas.
6. 1540 Panembahan Rengas Pandak.
7. 1565 Panembahan Bawah Sawo.
8. 1590 Panembahan Kota Baru.
9. 1615 Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar.
10. 1643 Pangeran Depati Anom gelar Sultan Abdul Djafri, disebut Sultan Agung.
11. 1665 Raden Penulis gelar Sultan Abdul Mahji disebut Sultan Ingologo.
12. 1690 Raden Tjakra Negara (Pangeran Depati) gelar Sultan Kiyai Gede.
13. 1690 a) Kiyai Singo Patih gelar Abdul Rachman, berkedudukan di Bangun jajo.
14. 1690 b)Raden Tjulip (Djurat) gelar Sunan Ingologo, di Bukit Serpeh Sumai.
15. 1696 Sultan Mochamad Syah.
16. 1740 Sultan Sri Ingologo.
17. 1770 Pangeran Purbo Suto Widjoyo gelar Sultan Anom Seri Ingologo disebut Sultan Zainuddin.
18. 1790 Pangeran Ratu gelar Sultan RAtu Srin Ingologo disebut Mas’oed Badaroeddin.
19. 1812 Raden Danting gelar Sultan Agung Sri Ingologo disebut Sultan Mohammad Mahidin.
20. 1812 Raja Jambi beristri salah seorang Putri Raja Palembang yang disebut Ratu Ibu (Putri Ayu).
21. 1833 Raden Muhmmad (Pangeran Ratu) gelar Sultan Muhammad Fahruddin disebut Sultan Keramat.
22. 1841 R.A. Rachman (Pangeran Ratu) gelar Sultan Abdul Rachman Nasaroedin.
23. 1855 Pangeran Djajaningrat (Pangeran Ratu) gelar Sultan Thaha Saifuddin.
24. 1858 Raden Achmad gelar Sultan Achmad Nasaroedin disebut Sultan Bajang.
25. 1881 Sultan Achmad Mahidin.
26. 1885 Pemerintahan Kerajaan Jambi diserahkan kepada Comissie.
27. 1886 Pangeran Soerio gelar Sultan Achmad Zainuddin.

Selanjutnya oleh Kompeni terus dinobatkan Raja-raja Jambi tetapi tidak punya kekuasaan yang disebut Sultan Bayang, namun sejak 1856-1904 rakyat mengakui Sultan Thaha Syaifuddin sampai beliau meninggal dalam pertempuran di Betung Berdarah pada tahun1904.

NAMA-NAMA RESIDEN JAMBI 1906-1942.

1. 1906-1908 O. L Helfrich.
2. 1908-1919 A.J. N Engelemberg.
3. 1910-1813 Th. A. L Heyting.
4. 1913-1915 A.L Kamerling.
5. 1915-1918 H.C. E Qwaast.
6. 1918-1923 H.L. C Petri.
7. 1923-1925 C. Poorman.
8. 1925-1927 G.j Van Dongen.
9. 1927-1928 H. E. K Exerman.
10. 1928-1931 J.R. F Versohoor Van Nosse.
11. 1931-1933 W. Tainbuch.
12. 1933-1936 Ph. J. Van Der Meulan.
13. 1936-1940 M.J Ruyschaver.
14. 1940-1942 Reuvers.


NAMA-NAMA SW CHOKAN 1942-1945
1. 1942-1945 Seky Tojoo.

NAMA-NAMA RESIDEN/GUBERNUR JAMBI 1945 Sekarang
1. 1945 Residen Dokter Segaf Jahja.
2. 1945-1950 Residen R. Inu Kertapti.
Waikl R.M Oetojo.
Wakil Poerbojo Kolopaking.
3. 1950-1953 Residen Bachsan.
4. 1953-1954 Residen Hoesin Puang Limboro.
5. 1954-1955 Residen/Walikota R.Sudarsono.
6. 1955-1957 Walikota Djamin Gelar Datuk Bagindo.
7. 1957-1967 Gubernur M. Joesoef Songedikane.
8. 1967-1968 PJ. Gubernur H. Abd. Manap
9. 1968 Pj. Gubernur RM. Noer Atmadibrata
10. 1968-1974 Gubernur RM. Noer ATmadibrata
11. 1974-1979 Gubernur Djamaluddin Tambunan, SH.
12. 1979 Pj Gubernur Eddy Sabara
13. 1979-1989 Gubernur Masychun Sofwan, SH
14. 1989-1999 Gubernur Drs. H. Abdurachman Sayoeti
15. 1999-2004 Gubernur Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA
16. 2004-2005 Pj. Gubernur Sudarsono.
17. 2005-skrang Gubernur Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA

2. GEOGRAFI PROPINSI JAMBI

Propinsi Jambi dengan wilayah yang membujur dari Pantai Timur kea rah Barat terbentang antara 00 45’ sampai 20. 45’ Lintang Selatan diantara 1010. 0’ dan 1040.55’ Bujur Timur.

Propinsi yang terletak di Sumatera Bagian Tengah ini disebelah Utara berbatasan dengan Propinis Riau dan di sebelah Selatan dengan Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan dibelahan bagian barat dibatasi oleh propinsi Bengkulu dan Sumatera Barat, sebelah Timur Lautan Cina.

Luas wilayah Jambi seluruhnya 53.435.72 Km2, dengan pembagian wilayah administrasi satu kota dan sembilan Kabupaten masing-masing.

a. Kota Jambi sebagai Ibukota Propinsi Jambi
b. Kabupaten Batanghari dengan Ibu kota Muara Bulian.
c. Kabupaten Muaro Jambi dengn Ibukota Sengeti.
d. Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan Ibukota Kuala Tungkal
e. Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan ibukota Muara Sabak.
f. Kabupaten Merangin dengan ibukota Bangko.
g. Kabupaten sarolangun dengan ibukota Sarolangun.
h. Kabupaten Bungo dengan ibukota Muaro Bungo
i. Kabupaten Tebo dengan ibukota Muaro Tebo.
j. Kabupaten Kerinci dengan ibukota Sungai Penuh.


Sebagaimana dengan Daerah Indonesia lainnya, wilayah Propinsi Jambi beriklim tropik, suhu udara maksimal 31,60 C dan terendah 22,70. Di daerah pegunungan Kerinci relatif lebih sejuk dengan suhu udara maksimum 280 C. Perbedaan suhu udara antara musmi kemarau dan musim penghujan relative tidak banyak.

Topografi daerah propinsi Jambi terdiri dari daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-100 m dari permukaan laut, dataran tinggi antar 100-500 m dan daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 500 m.


Daerah pegunungan di propinsi Jambi masih merupakan hutan, Hutan di daerah Jambi merupakan hutan tropic yang senantiasa basah karena itu menghijau sepanjang hutan.

Propinsi Jambi banyak memiliki aliran sungai dan yang terbesar dan terpanjang adalah sungai Batanghari. Umumnya sungai-sungai tersebut dapat dilayari sampai jauh kehulu dan sejak dahulu secara tradisional telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana penghubung.

Di Propinsi Jambi terdapat pula beberapa Danau, yang telah dikenal secara meluas adalah Danau Kerinci. Beberapa Danau lainnya adalah Danau Tujuh, Danau Depati Empat, Danau Sipin, Danau Teluk, dan Danau Kenali. Yang disebut terakhir terdapat di Kota Jambi. Beberapa diantara danau-danau tersebut dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata tirta.

Adapun luas wilayah dan Jumlah penduduk masing-masing Kabupaten/ Kota adalah sebagai berikut:

Tabel Nama Kabupaten/Kota, Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk.


Kabupaten/Kota
Kota Jambi
Batanghari
Muaro Jambi
Tanjung Jabung Barat
Tanjung Jabung Timur
Merangin
Sarolangun
Bungo
Tebo
Kerinci





Luas KM
205,72
5.084
5.326
4.755
5.445
8.016
6.184
7.039
6.641
4.200





Penduduk
371.855
186.188
242.192
196.317
210.762
240.833
174.559
216.442
209.050
312.619





.




BAB II
GAMBARAN UMUM ADAT ISTIADAT JAMBI

A.1. Undang-undang Adat Jambi.

Undang-undang adat Jambi, memuat aturan-aturan hukum adat istiadat masyarakat Jambi, khusus mengatur mengenai ketentuan hukum pidana adapt ( Adat delicten recht). Istilah ini tidak dikenal oleh kalangan masyarakat adat. masyarakat terhadap perbuatan yang bertentangan dengan hukum adapt. Ada dua bentuk kesalahan atau sumbang, yaitu kesalahan kecil atau sumbang kecil dan kesalahan besar atau sumbang besar.

Disebut kesalahan kecil atau sumbang kecil apabila perbuatan tersebut hanya mengakibatkan kerugian terhadap seseorang atau beberapa orang (keluarga atau kerabat), kesalahan besar atau sumbang besar apabila perbuatan itu merupakan kejahatan yang mengakibatkan kerugian dan mengganggu keseimbangan masyarakat adat secara keseluruhan.

Aturan-aturan hukum pidana adat tersebut sudah dikenal oleh masyarakat adat sejak dari nenek moyang sebelum agresi Belanda masuk ke Indonesia.

Jenis-jenis aturan hukum adat, oleh masyarakt Jambi dikenal dengan undang nan dua puluh. Akan tetapi secara sistematika dibagi menjadi dua bagian yaitu, “Pucuk undang nan delapan,” dan “Anak undang nan duabelas”. Namun baik pucuk undang nan delapan maupun anak undang nan duabelas, keduanya mengatur bentuk kejahatan (hukum publik) dan tata tertib masyarakat yang berkaitan dengan ekonomi (hukum privat/sipil).

Sistematika dan rumusan normalnya dari undang-undang nan duabelas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pucuk Undang nan Delapan terdiri dari:

1) Dago-dagi
Maksudnya adalah segala bentuk perbuatan yang melanggar kepentingan bersama/umum sehingga menimbulkan kekacauan dalam negeri.

2) Sumbang-salah
Maksudnya adalah melakukan perbuatan yang menurut pendapat umum dipandang sebagai perbuatan yang tercela karena tidak layak.

3) Samun-Sakai
Maksudnya adalah mengambil harta orang lain dengan paksa disertai penganiayaan dan pngrusakan.

4) Upas-Racun
Maksudnya adalah melakukan pembunuhan dengan menggunakan ramuan yang disebut racun, akibatnya orang yang terkena racun menderit sakit yang lama sebelum meninggal, sedangkan yang terkena upas biasanya mati seketika.

5) Siur Bakar.
Maksudnya adalah perbuatan dengan sengaja membakar kampung, rumah, kebun atau ladang pertanian.

6) Tipu-tepok
Maksudnya adalah tindakan orang yang untuk memperoleh suatu barang atau suatu keadaan yang menguntungkan dirinya dengan cara tipu daya dan bujuk rayu atau keadaan palsu.

7) Maling-Curi
Maksudnya adalah mengambil barang kepunyaan orang lain dengan maksud hendak memiliki tanpa setahu pemiliknya baik pada waktu malam maupun siang hari.

8) Tikam-bunuh.
Maksudnya adalah melakukan kekerasan terhadap orang lain dengan menggunakan senjata tajam atau alat lainnya sehingga berakibat kematian.


2. Anak Undang Nan Duabelas, terdiri dari:

1) Lebam-Balu diTepung Tawar.
Maksudnya adalah orang yang menyakiti fisik/badan orang lain berkewajiban mengobatinya sampai sembuh dan baik kembali sampai hilang bekasnya.

2) Luka-lekih dipampas
Maksudnya adalah barang siapa yang melukai badan/fisik orang lain dihukum membayar pampas yang dapat dibedakan atas 3 kategori, yaitu

a. Luka Rendah: Pampasannya seekor ayam, segantang beras dan kelapa setali ( dua buah);
b. Luka Tinggi: Pampasannya seekor kambing dan 20 gantang beras.
c. Luka Parah: pampasannya dihitung selengan separoh bangun.

3) Mati di Bangun
Maksudnya adalah barang siapa membunuh orang lain dihukum membayar bangun berupa 1 ekor kerbau, 100 gantang beras dan 1 kayu putih ( 30 Yard)

4) Samun
Maksudnya adalah merampas barang milik orang lain dengan paksa, dilakukan dipinggir hutan atau tempat terkecil.

5) Salah makan diludah.
Salah bawak dikembalikan
Salah pakai diluruskan,
Maksudnya adalah siapa yang telah berbuat sesuatu yang akibatnya menimbulkan kerugian ia wajib menggantikannya atau membayar senilai kerugian yanbg ditumbulkan oleh perbuatannya.

6) Hutang kecil dilunasi.
Hutang Besar diangsur.
Maksudnya adalah apabila seseorang berhutang maka ia wajib melunasinya, kalau jumlah hutangnya kecil dilunasi sekaligus, kalau jumlahnya besar boleh diangsur.

7) Golok Gadai Timbang Lalu
Maksudnya adalah harta atau sesuatu barang yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan hutang, akan pindah pemiliknya apabila sudah lewat waktu yang dijanjikan.

8) Tegak Mengintai Lenggang,
Duduk menanti kelam,
Tegak berdua bergandeng dua,
Salah bujang dengan gadis kawin.
Maksudnya adalah pergaulan anatar orang bujang dengan seorang gadis yang diduga kuat telah melanggar adapt dan memberi malu kampung tanap sisik siang harus dikawinkan.

9) Memekik Mengentam tanah,
Menggulung lengan baju,
Menyingsinkan kaki celana.
Maksudnya adalah menantang orang untuk berkelahi, kalau yang ditantang itu orang biasa hukumannya seekor ayam, 1 gantang beras dan setali kelapa (2buah). Jika yang ditantang berkelahi itu lebih tinggi kedudukannya, maka dihukum 1 ekor kambing, 20 gantang beras dan kelapa 20 buah.

10) Menempuh nan Bersamo,
Mengungkai nan bererbo,
Maksudnya adalah memasuki suatu tempat atau memanjat yang ada tanda larangannya berupa pagar atau tanda khusus. Perbuatan ini dihukum dengan seekor ayam, 1 gantang beras dan kelapa setali (2buah)

11) Meminang di atas Pinang,
Menawar diatas tawar.
Maksudnya adalah apabila seseorang gadis sudah dipinang dan sudah jelas pinangannya itu diterima, maka status si gadis tunangan orang itu tidak boleh dipinang lagi oleh orang lain. pelanggaran ketentuan ini dihukum 1 ekor kambing dan 20 gantang beras.

12) Umo Bekandang siang
Ternak bekandang malam
Maksudnya adalah para petani harus menjaga umo (sawah) atau tanamannya harus mengurungkan pada malam hari. Apabila tanaman petani dimakan atau dirusak hewan ternak pada waktu siang hari maka pemilik ternak tidak dapat dituntut mengganti kerugian, tetapi apabila terjadinya pada malam hari pemilik ternak harus membayar ganti rugi senilai tanaman yang dimakan atau dirusak oleh ternaknya.


A.2. KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Kehidupan masyarakat Jambi dari segi sosial budaya berpedoman kepada Adat Bersendikan Syarak dan Syarak Bersendikan Kitabullah.

Masyarakat Jambi adalah masyarakat yang heterogen, namun berpedoman kepada pepatah adapt, dimana tembilang tercacak disitu tanaman tumbuh, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung dan dimana larasnya dipancung disitu airnya diminum, serta tidak membawa cupak dengan gentang.

Struktur pemerintahan Jambi dahulunya terbagi atas, Daerah Bangsa Nan Dua Belas, Daerah Batin, Luhak dan Kampung jadi Alam nan Berajo, Negeri nan Bebatin, Rantau nan Bejenang Luhak nan Berpenghulu, Kampung nan Betuo dan Rumah anan Betenganai.

Dalah kehidupan sehari-hari masyarakat Jambi terkenal dengan kegotong-royongan dan keterbukaannya, yang dirumuskan dlaam pepatah, berat samo dipikul ringan samo dijinjing. segala pekerjaan yang dikenakan bersam ataupun hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama selalu dimusyawarahkan terlebih dahulu dan dimufakatkan sebagaimana yang diutarakan dalam pepatah bulat air dipembuluh bulat kato dimufakatkan, kalau bulatlah boleh digolekkan kalau pipih lah boleh dilayangkan.

B. POLA PERKAMPUNGAN

Perkataan kampung kalau dilihat dari arti katanya, berarti “Kumpul” dengan demikian kata perkampungan berarti perkumpulan. Berkampung sama dengan berkumpul.

Dalam propinsi Jambi, nama kampung sebagai tempat kediaman penduduk, kita dapati di Kotamadya Jambi. Sedangkan di Kabupaten Sarolangun Bangko, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Kerinci Masyarakat lebih senang menggunakan nama dusun dari pada kampung. dalam Kabupaten Tenjung Jabung sebagai ganti kampung dipergunakan pula istilah parit.

Dusun dikepalai oleh Kepala Dusun yang disebut Penghulu, dipilih dari penduduk dusun itu yang dipandang cakap. Parit, dikepalai oleh seorang Kepala Parit dan kampung dikepalai oleh seorang Kepala. Kampung yang dipilih dari penduduk dan oleh penduduk setempat. dalam melaksanakan tugasnya. Kepala Kampung, Kepala Parit, dan /atau penghulu itu dibantu oleh Mangku yang menjalankan fungsi wakil kepala kampung dan Sekretaris Kepala Kampung.

Kampung yang juga disebut dusun atau parit itu, pada hakekatnya adlah merupkan bagian dari marga. marga istilah kesatuanmasyarakt hukum adapt yang berdasarkan tempt tinggal, dengan menggabungkan beberapa buah dusun, dan merupakan wilayah persekutuan hukum adapt. sesuai dengan Inlandsche Gemente Ordonantie Buiten gewester, marga dapat dipersamakan dengan Desa di Jawa, Nagari di Minankabau, Kuria di Tapanuli dan Gelarong di Sulawesi Selatan, yakni suatu kesatuan hukum dalam masyarakat yang didasarkan pada kesatuan territorial.

Marga dikepalai oleh seorang Pasirah yang dipilih dari penduduk dusun didalam lingkungan marga tersebut. Pasirah Kepal Marga bertugas menjalankan pemerintahan Marga sebagi kepal Adat di marga karenanya menyelesaikan perkara-perkara adapt. di Kabupaten Kerinci dikenal pula Kemendapoan yang dikepalai worang Mendapo. Kemendapoan adalah setingkat dengan Marga pasirah kepala Marga dalam menjalankan tugas pekerjaannya dibantu oleh Rio.Dalam, keadaan sekarang, camat dengan Kecamatannya merupakan apart pemerintah diatas Marga.


C. PENDUDUK ASLI DAN PENDATANG

Jumlah penduduk Propinsi Jambi yang daerahnya meliputi area seluas 53.244 km2 itu, menurut hasil registrasi pendudk berjumlah 2.361.817 Jiwa.

Jika ditinjau dari sudut umur, maka komposisi penduduk daerah Jambi dapat dikategorikan sebagai pendudk dengan umur muda. sebagai mana akan telihat dalam table dibawah ini yang menunjukkan kecenderungan bahwa semakin muda usia, semakin besar jumlah dan sebalikny semakin tua usai, semakin kecil jumlahnya.

Dari segi jenis kelamin, mak komposisi penduduk menunjukkan bahwa penduduk laki-laki relative lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan jumlah wanita, yakin 50,799% berbanding 49.23%.

Penduduk asli yand dimaksud disini ialah penduduk yang nenek moyangnya telah menetap di daerah Jambi pada zaman dahulu. termasuk dalam kategori penduduk asli ialah suku kubu (suku anak dalam), suku bajau, kerinci dan orang Batin. demikian pula orang melayu Jambi, orang Penghulu dan suku Pindah, semuanya termasuk dalam kategori penduduk asli yang secara etnis ras Melayu.

para ahli antropologi membedakan ras melayu atas dua bagian, yaitu melayu muda (Deutro) dan Melayu (Proto). yang termasu Melayu tua ialah suku bangsa suku bangsa yang kebudayaannya sangat sedikit bercampur dengan kebudayaan asing, sedangkan Melayu Muda ialah suku bangsa suku bangsa yang Kebudayaannya sudah agak banyak bercampur dengan kebudayaan Hindu, Islam dan sebagainya.

Berpihak pada hal banyak dan atau sedikitnya percampuran kebuayaan setempat dengan kebudayaan asing, maka dapatlah dikatergorikan bahwa suku Bajau, Kerinci dan orang Batin termasuk dalam ras Proto-Melayu, di lain pihak orang Melayau Jambi orang penghulu dan suku pindah dapat di kategorikan ke dalam deutro Melayu.

Sebelum nenek moyang kita menetap di Indonesia, mak di Indonesia telah menetap banga yang lain, misalnya suku bangsa Wedda dan Negrito. Suku bangsa Wedda tersebut sebenarnya dari Ceylon.Percampuran suku-suku bangsa dengan suiku Wedda ini oleh para ahli-ahli anthropologi tersebut suku bangsa Weddoid. ciri-ciri fisik suku bangsa Weddoid ini adlah rambut keriting atau ikal, warna kulit sawo matang, mata terletak mendalam, kepala berbetnuk sedan (mesochepolic) dan badan kcil. Di Jambi pengaruh suku bangsa Weddoid ini kita dapati pada suku anak dalam (kubu) yang terdapat dibeberapa tempat yaitu pedalaman Bungo Tebo, Kabupaten Sarolangun-Bangko, dan Kabupaten Batanghari.

Dalam daerah Kabupaten Batang Hari kita dapati suku anak dalam ini di Nagasari, Jonggo, Senami, Betung, Bukit Tembesu, Paku Aji, Tiang Tunggu, Palembang, Tanjung Baru, Bungku, Jebak, Kubu Kandang, Sungai Landai, Singkawang, Sengketi, Gedang, Kurun dan Ladang Peris. suku anak dalam di kabupaten Sarolangun Bangko bertempat di daerah Pangkal Bulian, Kejasung Besar, Makekal, Airbon, Air Hitam, Teleh, Serampas, Telentam, Air Liki, Rantau Kernas, Tanjung Limbur Tembesi, Menelang, Sipontun, Sungai Rasau, Singkut, Arai dan Lubuk Bederong. Sedangkan di Kabupaten Bungo Tebo suku Anak Dalam terdapata di Renah Sungai Ipu, Renah Sungia Besar, Ujung Tanjung, Pemujian, Bukit Kemang, Sungai Landai, Tanah Garo, Tamun Arang, Rantau Asam, Sungai Sarap, Pelepat, Rimbo Gedang, Tentram, Sungai Apung, Sungai Alai, dan Lubuk Mendersah.

Sebagai akibat dari kehidupan suku Anak Dalam yang terisolasi, maka tingkatan kebudayaan mereka masih rendah. Kebudayaan MATERIAL SUKU Anak Dalam sangat sederhana. hal ini dapat kita lihat dari bentuk rumah, suunn dan bahan bangunnya, alat-alat rumah tanga dan fungsinya, alat-alat bercocok tanam dan berkebu, pakaian sehari-hari, dan pakaian upacara. Kebudayaan rohani suku anak dalam meliputi kepercayaan akan setan-setan dan dewa-dewa, adat kelahiran, perkawinan, pelaksanaan kematian, pantangan atau tabu, hukum adapt, kesenian calon bahasa mempunyai cirri spesifik jika dibandingkan dengan penduduk lainnya dan sangat menarik sebagai objek penelitian lebih lanjut.

Orang Bajau, orang suku bajau berada didaerah kabupaten Tanjung Jabung dan di Kepulauan Riau. Mereka mempunyai asal-usul dan cara hidup yang sama. Orang Bajau disebut juga orang Laut Mereka hidup di pinggir-pinggir laut, dan mereka bukan saja berjiwa pelaut, tetapi lautdengansegala sumber dan kejaannya merupakan sentral kehidupan mereka. Seorang bayi yang berumur 6 bulan, baru dianggap sah menjadi anggota keluarga orang Bajau apabila bayi terebut dilemparkan kedalam laut dengan disaksikan ibu, bapak an keluarga lainnya kemudian si bayi berjun ke laut untuk mengambil bayi terebut, kehidupan orang Bajau masih terbelakang, mata pencaharian utama mereka ialaha menangkap ikan.

Orang Kerinci sebagian besar mendiami daerah Kabupaten Kerinci Lingkungan alam kerinci yang bergunung-gunung dan subur, lebih banyak memungkinkan orang Kerinci menjadi Petani, jika dibandingkan dengan orang Melayu Jambi. Orang Kerinci merupakan petani-petani yang rajin dan mereka menghasilkan sayur-sayuran, the, kayu manis, kopi, cengkeh diluar kebutuhan mereka dan menjualnyua ke luar daerah kerinci.

Orang Batin mendiami daerah Kabupaten Sarolangun Bangko dan Muaro Bungo. Mereka ini diperkirakan berasal dari Kerinci dan berpindah ke daerah dataran rendah disebelh timur pada pertengahn abad pertama. orang Batin seperti juga orang Kerinci termasuk kategori proto Melayu.

Orang Penghulu dating ke daerah Kabupaten Sarolangun Bangko dan Bungo Tebo, setelah orang-orang Batin. Orang-orang penghulu berasal dari Minangkabau dan kedatangan mereka diperkirakan terjadi pada abad ke XV. Latar belakang kedatangan orang-orang Penghulu ini ialah mereka tertarik oleh pencaharian emas dihulu sunpi Batanghari. Orang-orang penghulu banyak bertempat tinggal di Batang Asai, Pangkal Jambu, Limun, Tinting, Nibung, Ulu Tabir, dan tempat-tempat lain. Berbeda dengan orang Batin, ornag Penghulu termasuk ras Deutro Melayu.

Suku Pindah juga termasuk ras Deutro Melayu, mereka berasal dari Palembang yang berbatasan dengan daerah Jamib misalnya Rupit dan Rawas. Mereka banyak bertempat tingal di daerah-daerah pauh, Sarolangun dan Mandiangin.

Diluar suku Anak Dalam, Orang Bajau, Orang Kerinci, Orang Batin, Orang Penghulu, Suku Pindah, juga kita dapati Orang melayu Jambi yang banyak bertempat tinggal di Kota Madya Jambi, di Kabupaten Batang hari, di Kabupaten Tanjung Jabung dan di Kabupaten Bungo Tebo. orang Melayu Jambi hidup dari hasil karet, berdagang dan menangkap ikan.

Dari uraian-uraian diatas, maka untuk lebih jelas mengenai penduduk asli yang mendiami daerah Jambi, ialah seperti terlihat pada peta di sebelah. Bagi orang-orang-orang melayu Jambi, sekaligus menjadi penduduk inti dari kesulitan Jambi dahulu kala. Mereka di zaman kesulitan dibagi atas suku-suku yang mempunyai fungsi tertentu dalam system kesultanan, yang disebut dengan suku dua belas. Nama-nama suku disesuaikan menurut nama dusun masyarakat yang mendiami, seperti: Suku Jebus, Suku Pemayung, Suku Marosebo, Suku Petajin, Suku VII koto, Suku Awin, Suku Penangan, Suku Mestong, Suku Serdadu, Suku Kebalen, Suku Air Hitam dan Suku Pinokawan Tengah.

Suku Jebus, meliputi daerah: sabak dan dendang; Simpang Aur Gading, Tanjung Lodrang. Sedang Suku Pemayung meliputi dusun-dusun; Teluk sebelah Ulu. Pudak-Kumpeh, Pematang Kanan, Teluk Sekerat, Muara Jambi, Kunangan. Suku Maro Sebo meliputi daerah: Sunpi Buluh, Pelayang, Sengeti Kecil, Sungai Ruan, Teluk Leban, Sungai Bengkal, Mangupeh, Remaji, Rangau Api, Rambutan Masam, Kubu Kandang, Semabu, Teluk Pondok, Renyingat, Mendalo, Selat dan beberapa dusun di Tungkal. Suku Petajin meliputi dusun-dusun: Betung Bedarah, penalan, Sungai Keruh, Teluk Rendah, Dusun Tua, Peninjauan, Tambun Arang, Pemunduran Kumpeh. Suku VII Koto meliputi dusun-dusun : Teluk Ketapang, termasuk teluk Senpala dan Ujung Tanjung, Muara Tabun, termasuk pulau Musang dan Lemajo, Nirah, termasuk Aur Cina, Sungai Duo dan Dusun Baru, sungai Abang, Teluk Kayu Putih, Kuamang termasuk Kuto Jayo dan Pedukun, Tanjung, termasuk Padang Kapuk, Rawang Panjang, Bukit Goncang, Lagam Ulu, Bulau Gading dan Empelu. Suku Awin meliputi Kayu Aro dan Dusun Tengah. Suku Mestong meliputi Tankan, Lepak Alai, Kota Karang, Sarang Burung. Suku Penagan meliputi Dusun Kuap. Suku Serdadu meliputi sungai Terap. Suku Kebalen meliputi Terusan. Suku Air Hitam meliputi Duren bo, Tebing Tinggi, Padang Kelapo, Sungai Seluang, Pematang Buduh, Kejaseng, Dusun Penyengat. Suku Pinokawan Tengah meliputi: Dusun Ture, Lopak Aur, Pulau Betung, Sungai Duren, Dusun Setitis, Jambi Tulo, Dusun Pukam, Dusun Tengah, Dusun Danau, Dusun Penyengat Kampung Senaung.

Penduduk pendatang di daerah Jambi dapat di bagi atas dua bagian yaitu: Penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti orang-orang Jawa: Minangkabau, orang Bugis, Orang Palembang, Orang Banjar, Orang Batak, Orang Sunda, dan lain-lain serta Penduduk pendatang yang terdiri dari orang-orang Asing, seperti India, Cina, Arab dan lain-lain.

Penduduk pendatang orang Indonesia ini pindah ke Jambi, baik melalui Transmigrasi pemerintah maupun spontan. Orang-orang Jawa dan orang-orang Miangkabau tersebar seluruh daerah Propinsi Jambi, Orang-orang Bugis dan Orang-orang Banjar banyak bertempat tinggal di kabupaten Tanjung Jabung dan Kotamadya Jambi, Orang-orang Palembang banyak bertempt tinggal di Kotamadya Jambi, di Kabupaten Sarolangun Bangko, kabupaten Tanjung Jabung, Kabupaten Bungo Tebo dan Kabupaten Batang Hari sedangkan orang-orang Sunda dan orang-orang Batak kebanyakan memilih tempat tinggal dalam Kotamadya Jambi.

Orang-orang Asing seperti Cina, Arab dan India umumnya bertempat tinggal di Kota-kota, terutama di Kotamadya Jambi dan ibukota kabupaten Tanjung Jabung. Mereka merupakan pedagang-pedagang yang ulet dan berhasil. Orang-orang asing yang sedikit sekali kita jumpai di daerah-daerah Sarolangun Bangko dan di daerah Kabupaten Kerinci selain Arab, India dan Cina, juga ada orang asing Belanda, Perancis, Korea, Amerika yang dating ke Jambi umumnya mereka terdiri dari pengusaha dan karyawan perusahaan-perusahaan asing yang jumlahnya tidak banyak dan tidak bermaksud lama menetap di daerah Jambi.


D. Bahasa Dialek, Dan Tulisan.

Gambaran Umum Tentang Bahasa. Secara histories Jambi termasuk kelompok pemakai asli bahasa Melayu. Hal ini dapat dihilat dari hasil penelitian kepurbakalaan dan sejarah, telah diketemukan piagam-piagam atau prasasti-prasasti yang diketemukan seperti prasasti karang birahi menggunakan pola struktur bahasa melayu yang lazim disebut Melayu Kuno.

Bahasa Jambi dalam arti kata bahasa-bahasa yang ada di Jambi, selain bahasa Indonesia, pada dasarnya juga berasal dari bahasa Melayu yang telah mengalami perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan sesuai dengan pengaruh yang diterimanya dari bahasa-bahasa lain. Di lain pihak bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional juga berasal dari bahasa Melayu yang telah pula mengalami proses perkembangan dan perubahan sebab akibat dari masuknya anasir-anasir bahasa lain.

Dengan demikian bahasa Jambi dan Bahasa Indonesia mempunyai dasar yang sama, iallah bahasa Melayu. Oleh karena itu tidaklah banyak perbedaan antara bahasa Jambi dengan bahasa Indonesia. Adapun perbedaan yang tampak jelas antara bahsa Jambi dengan bahasa Indonesia, pada umumnya merupakan pertukaran dan perbedaan bunyi yang manifestasinya tampak pada keragaman dialek yang ada dalam bahasa daerah Jambi.

Adapun bahasa yang dipergunakan sehari-hari di Propinsi Jambi dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Dalam Kabupaten Kerinci, dipergunakan bahasa Kerinci.
b. Dalam Kabupaten Batanghari dipergunakan bahasa Melayu Jambi.
c. Dalam Kabupaten Tanjung Jabung dipergunakan bahasa melayu Jambi, bahasa Bugis, dan bahasa Bajau.
d. Dalam Kabupaten Sarolangun Bangko dipergunakan bahasa Melayu Jambi.
e. Dalam Kabupaten Bungo Tebo dipergunkan bahasa Melayu Jambi.
f. Dalam Kotamadys Jambi dipergunakan bahasa Melayu Jambi, Bahasa Minangkabau dan Bahasa Palembang.

Dialek-dialek yang ada suatu aspek pemakain bahasa oleh setiap kelompok persukuan dalam sautu daerah, seringkali menunjukkan adanya perbedaan yang besar secara horizontal. Dalam bahasa Jawa misalnya, jelas ada perbedaa-perbedaan antara bahasa Jawa yang diucapkan di Purwokerto, dan Tegal, dan Kebumen, di Surakarta atau Surabaya. Begitu pula dengan bahasa Jambi yang diucapkan di Lingkungan daerah Kerinci berbeda dengan bahasa Jambi diucapkan di daerah Suku Anak Dalam (Kubu), atau di Lingkungan daerah Melayu Jambi dan sebagainya. Bahasa yang berbeda secara horizontal itulah yang kita sebut dengan istilah dialek.

Dialek-dialek yang dikenal di daerah Jambi dapat dikategorikan ke dalam beberapa macam, yaitu: dialek Suku Anak Dalam, dialek Melayu Jambi, dialek Kerinci, dialek orang Batin, dialek Suku Pindah, Dialek orang-orang Penghulu, dan dialek Bajau.

Suku Anak Dalam, dalam berbahasa, Melayu Tua, mereka mengenal dan paseh menggunakan bunyi sengau atau ucapan ke pangkal lidah dan hidung.

Contoh: Rumah =ghumah
Parang =Paghang
Kemari =Kemaii (diucapkan agak Paniang)

Dalam pembicaraan sehari-hari pada umumnya ucapan huruf dalam suatu kata atau perkataan berubah, misalnya huruf kedua (a) berubah menjadi (e)dan huruf terakhir kedua dari akhir (a) berubah menjadi (0).

Contoh : Batang =Betong
Makan =Mekon
Berjalan =Bejelon
Kemana =Kemeno
Bapak =Bepok

Karena suku Anak Dalam tidak dapat menyebut huruf “r’ (er) maka huru ‘y’ (er) diganti dengan ‘gh’ atau ‘ik’ (yik) atau berubah sama sekali.

Contoh: Air =Ayik
Sendiri =Dewek
Rokok =Ngudut

Di daerah Kotamadya Jambi, Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tanjung Jabung dipergunakan bahasa Melayu yang lazim disebut bahasa Melayu Jambi dengan dialeknya yang disebut dialek Melayu Jambi. Kata-kata yang berakhiran vocal “a’ dalam bahasa Indonesia menjadi “o” dalam bahasa Melayu Jambi.

Contoh : Mata =Mato
Saya =Sayo
Lada =Lado
Rimba =Rimbo
Kita =Kito

Berapa =Berapo
Apa =Apo

Disamping itu ada beberapa kata yang tidak berubah dan merupakan pengecualian:

Contoh : Sepeda =Sepeda (bukan Sepedo)
Bola =Bal (bukan Bolo)

Dialek Melayu Jambi dengan perubahan atau pertukaran bunyi seperti di atas tadi dipakai di daerah-daerah Kotamadya Jambi, Kabupaten Batanghari dan di Muaro Tebo Kabupaten Bungo Tebo. Dialek Melayu itu hampir sama dengn Melayu Palembang. Oleh karena mungkin sekali dialek Melayu-Jambi mempengaruhi dialek Palembang.

Didaerah kabupten Tanjung Jabung, kata-kata yang berakhiran Vokal “a” berubah menjadi “e” dan dalam beberapa hal kata a berubah menjadi i.

Contoh: Siapa =Siape
Apa =Ape

Ditilik dari segi bunyi dialek Melayu Jambi di Kabupaten Tanjung Jabung itu mirip benar dengan bahasa Malayu Riau atau Semenanjung Malaya/Malaysia.

Orang-orang Kerinci yang mendiami daerah Kabupaten Kerinci menggunakan bahasa Kerinci. Dalam bahasa Kerinci banyak sekali dialek-dialeknya. Setiap dusun atau Kampung mempunyai dialek tersendiri yang berbeda dengan dialek dusun atau kampung lain. Secara umum perubahan bunyi dalam bahasa Kerinci terletak pada suku akhir.

Contoh: Tebu =Tebeu
Timun =Timaung

Jadi di dalam suku kata biasanya konsonsn “t” pada akhir kata berubah menjadi “K”.

Contoh: Lalat =Lalak

Huruf “i” pad akhir suku kata berubah menjadi “oi”

Contoh: Besi =Besoi
Padi =Padoi
Lagi =Agoi

Disamping itu kita jumpai juga perubahan huruf “u” pada akhri kata selalu diawali huruf “a” atau berubah menjadi “au”

Contoh: Kutu =Kutau
Aku =Akau

Pada umumnya keragaman dialek orang Batin ditandai oleh adanya perubahan pada akhir suku kata (at) menjadi (ek).

Contoh : Membuat =Mbuek
Darat =Darek
Tempat =Tempek


Dilain pihak dijumpai juga perubahan akhir suku kata, “as” menjadi “eh”.

Contoh: Lepas =Lepeh
Lekas =Lekeh
Pedas =Pedeh
Panas =Paneh
Deras =Dereh

Dari contoh-contoh dialek orang Batin itu dapat disimpulkan bahwa dialek orang Batin agaknya menjadi pengaruh anasir dialek Mingkabau. Hal ini dapat dipahami karena daerah orang Batin sangat dengan daerah Minagkabau.

Sesuai dengan asal usul mereka, dialek suku Pindah adalah banyak dipengaruhi dialek suku Rawa, di mana kesamaannya nampak pada penggantian huruf vocal “a” pada akhir suku kata menjadi “e”.

Contoh: Ada =Ade
Apa =Ape
Kemana =Kemane

Begitu pula beberapa dialek yang spesifik Rawas Juga merupakan dialek suku Pindah.

contoh: Ini =Ikak
Air =Aya

Karena Faktor asa usul orang penghulu yang diperkirakan berhubungan erat dengan Minangkabau, maka dialek orang-orang Penghulu adalah kebanyakan memakai dialek Minangkabau yang bercampur dengan dialek Melayu Jambi.

E. SISTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP

Mata pencaharian hidup adalah merupakan sarana mutlak bagi manusia untuk mendapat sesuatu yang diperlukan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia secara naluri mempunyai kebutuhan lahir batin, rohaniah, dan jasmaniah. Untuk itu ia harus berusaha sekuat tenaga agar mendapat hasil yang diperlukan semaksimal mungkin.

Sistem mata pencaharian hidup dari suatu suku bangsa banyak dipengaruhi oleh tingkat kemajuan yang telah dicapai serta lingkungan alam sekitarnya, misalnya system mata pencaharian masyarakat yang masih terasing yang terdiam di hutan-hutan belantara. Dan system mata pencaharian masyarakat yang menetap di dataran tinggi berbeda dengan system mata pencaharian masyarakat yang berdiam di pinggir pantai. Demikian pula perbedaan itu nampak pada suku bangsa yang masih teguh berpegang dengan adat-istiadat. Bagi daerah Jambi system mata pencaharian hidup secara tradisional masih banyak memegang peranan penting. Hal ini ternyata pada setiap keragaman sistem mata pencaharian hidup yang akan diuraikan beriktu ini.

BERBURU

Bagi masyarakat pedesaan di daerah Jambi, Lokasi berburu biasanya ditentukan oleh luas tanah areal wilayah desa dan banyaknya penduduk dari desa itu. Bagi desa yang tidak banyak penduduknya serta wilayah desa berjarak puluhan kilo meter dengan desa tetangganya, maka lokasi berburu cukup pada wilayah desa atau dusunnya saja. Namun kalau ingin berburu di Wilayah dusun lain tidak juga dilarang. Sebaliknya bagi dusun yang letaknya berdekatan, lokasi berburu bagi warga dusun itu ialah hutan-hutan belukar yang terdapat di daerah sekitarnya serta dapat pula hutan-hutan belantara yang mereka inginkan.

Pada Prinsipnya lokasi berburu bagi warga dusun di daerah Jambi ialah hutan belukar di daerah sekitarnya dan hutan-hutan bebas, serta hutan-hutan yang lebih jauh letaknya, asal saja tidak mengganggu ketentraman dan hak milik dari warga dusun setempat.

Jika mereka ingin berburu jauh di wilayah dusun lain, cukup meminta izin secara lisan kepada pemimpin atau pemuka masyarakat dusun yang bersangkutan. Tetapi agak lain halnya dengan masyarakat suku terasing atau masyarakat kubu, lokasi berburu ditentukan oleh batas-batas wilayah kelompok induk dan luas hutan yang dikuasainya kelompok induk masyarakat terasing suku Bangsa Anak Dalam terdiri dari beberap kelompok besar yang berbentuk karena masih mempunyai hubungan darah antara satu dengan yang lain. Tiap-tiap kelompok terbagi atas beberapa kelompok kecil. Mereka biasanya berdiam di hutan rimba besar yang terpencil dari masyarakat dusun dan di daerah itu terdapat pula sungai-sungai yang agak besar berikut dengan beberapa anak-anak sungai. Kelompok-kelompok besar pada suatu kelompok induk menempati anak-anak sungai dari sungai yang agak besar. Untuk menentukan batas-batas daerah anatara kelompok besar dengan kelompok besar lainnya ditentukan oleh bukit-bukit yang terdapat pada huluanak sungai kecil yang mengalir ke sungai yang agak besar dalam wilayah kelompok besar satu dengan kelompok besar lainnya. Begitu pula halnya dengan batas-batas daerh kelompok induk satu dengan kelompok induk lainnya ditentukan oleh bukti-bukti di atas atau di hulu anak-anak sungai yang besar pada suatu daerah kelompok induk.

Jenis Binatang yang diburu. Sebagai akibat perwujudan kondisi masyarakat pedesaan di daerah Jambi yang pada umumnya beragama Islam yang fanatic maka jenis binatang yang diburu dikategorikan sebagai berikut: binatang yang diburu untuk dimakan, terdiri dari: Kancil, Pelanduk, napuh, kijang, rusa, serta bermacam-macam unggas, binatang yang diburu karena dianggap sebagi musuh tanaman, meliputi babi, kera,monyet, simpe, lutung dan lain-lain. Akan tetapi khusus bagi Suku Bangsa Anak Dalam, pada umumnya semua jenis binatang justru dijadikan sasaran guna memenuhi kebutuhan, pangan mereka, yaitu : seperti : Babi, kera, beruang, monyet ular, kelelawar, kalong, biawak, kura-kura, simpe, serta berbagai jenis unggas.

Waktu pelaksanaan. Bagi masyarakat pedesaan, berburu, binatang untuk keperluan pangan dan yang sifatnya memerlukan waktu. Serta memerlukan banyak tenaga manusia, pelaksanaannya biasanya memilih waktu senggang, misalnya waktu sesudah panen padi, atau sesudah menyelesaikan. Pekerjaan-pekerjaan berat disawah atau di ladang atau pun pada saat pohon beringin dan pohon kayu aro sedang berbuah masak.

Seringkali sesudah menanam padi, petani memasang jerat kancil atau jerat kijang di hutan-hutan dan manakala, sesudah panen padi, orang dusun beramai-ramaii menjaring rusa. Demikian pula pad waktu pohon beringin dan pohon kayu aro sedang berbuah maska, orang pergi menggetah burung di pohon-pohon itu.

Untuk berburu binatang yang dianggap sebagai mush tanaman di Ladang dan disawah, terutama ketika tanaman sudah mulai besar, para petani giat pula memasang ranjau bamboo runcing di tempat lalulintas babi masuk ke sawah atau ke ladang, atau memasang perangkap kera maupun perangkap monyet. Akan tetapi pada Suku Bangsa Anak Dalam, berburu babi menduduki tempat utama di dalam jenis maka pencaharian pokoknya. Setiap saat yang dianggap menguntungkan, perburuan selalu mereka lakukan baik secara perorangan, maupun secara berkelompok. Apabila waktu musim penghujan, mulai dini hari dengan kelengkapan senjata tombak mereka pergi mengintai babi ke luar dari sarang (jerumun) tepat secara berlawanan arah dengn harpan dapat menemukan sarang tempat tidur babi yang diintainya.

Pada waktu siang hari mereka biasanya secara berkelompok kecil dengan mempergunakan anjing serta tombak pergi mengembara sambil berburu babi dan binatang lainnya di daerah-daerah.

Jika binatang yang didapat sebagai hasil perburuan dengan memakai anjing, hasilnya juga dibagi sama rata, tetapi khusus bagi sipemilik anjing akan menerima perolehan berganda sebagai imbalan atas jasa-jasa anjing buruannya yang dimilikinya. Begitu pula keadaan yang berlaku pada masyarakat Suku Anak Dalam, dimana, pembagian atau membunuh binatang buruan itu. Khusus terhadap binatang buruan babi, maka sebagai tanda penghargaan, alat kemaluan (perongkol kemaluan) binatang itu diberikan kepada si pemburu yang berhasil membunuh hewn itu.

MERAMU

Sebahagian besar dari pertahanan di dalam daerah Jambi ditumbuhi oleh hutan-hutan lebat. Di daerah dataran tinggi di sebelah barat mengalir puluhan sungai-sungai menuju ke dataran rendah di sebelah timur, seperti sungai Tembesi, Sungai Merangin, Sungai Tabir, Sungai Senamat, Sungai Tebo dan lain-lain. Kesemuanya itu mengalir pada sungai yang paling besar dan terpanjng di sumatera ialah Sungai Batang Hari yang berhulu di Danau di atas Sumatera Barat dan muara di Selat Berhala. Penduduk yang mendiami daerah-daerah itu sebahagian besar mengenal pekrjaan meramu yakni pengumpulan terhadap tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran bagi keperluan hidupnya, dan bagi Suku Bangsa Anak Dalam sebagi suku bangsa berburu sudah tentu mengkaitkan pekerjaan meramu sebagai kombinasi dari mata pencaharian pokoknya. Uraian beriktu ini akan diketengahkan beberapa masalah yang menyangkut aspek pekerjaan meramu.

Lokasi. Daerah ideal yang dijadikan lokasi meramu bagi penduduk pedesaan, ialah termasuk di hutan-hutan yang termasuk, dalam kawasan dusunnya atau dalam kawasan kelompok induk.

Apabila meramu dilaksanakan di hutan-hutan bebas di luar kawasan suatu desa atau di daerah hutan di luar sekolah induk, sejauh hutan itu masih berdampingan dengan hutan yang termasuk ke dalam sesuatu kawasan, maka daerah itu, merupakan daerah bebas meramu bagi seluruh warganya. Jika meramu ke daerah hutan atau hutan bebas yang menjadi daerah kelompok lain, pada umumnya jarang sekali dilakukan orang, karena di samping letaknya jauh, juga mereka merasa malu apabila diketahui oleh warga kelompok induk lainnya.

Jenis-jenis Ramuan. Adapun jenis tumbuh-tumbuhan yang mereka ramu sangat tergantung pada keadaan daerah yang dipilih sebagai tempat meramu, misalnya pada daerah semak-semak dan belukar di sepanjang sungai dan lambah banyak terdapat tumbuh-tumbuhan seperti: pakis, rebung, bamboo, langgoi, gadung, enau, rumbia dan lain-lain.

Di daerah hutan banyak terdapat berbagai jenis buah-buahan, seperti: jering, petai, cempedak, rambai, muaneh, arang paro, dan lain-lain. Di daerah hutan semacam itu ada kalanya juga orang melakukan peraturan terhadap madu lebah yang terdapat pada pohon-pohon kayu tertentu. Bagi suku Anak Dalam pekerjaan meramu serentak dilakukan pada waktu berburu, dimana mere3ka menjumpai getah jerenang, (getah pohon jerenang), getah balam (getah pohon balam), kemenyan, dammar, rotan dan lain-lain yang kesemuanya itu dikumpulkan untuk kemudian ditukar dengan bahan pangan kepada pedagang-pedagang di dusun-dusun.

Tenaga-tenaga pelaksana. Tenaga-tenaga pelaksana dalam meramu pada umumnya kaum laki-laki dan kaum wanita serta kadang-kadang juga mengikut sertakan anak-anak yang sudah besar. Penentuan tenaga pelaksana terhadap suatu pekerjaan meramu, agaknya tergantung pula pada berat atau ringannya pekerjaan itu, misalnya saja: meramu sayur-sayuran seperti: pakis, rebung bamboo, langgoi, yang biasanya dilakukan oleh kaum wanita atau anak-anak. Hasil ramuan diolah menjadi lauk-pauk; menyadap enau biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki dewasa, tetapi apabila ramuan laki-laki dewasa, tetapi apabila ramuan sampai di rumah, maka pengolahan selanjutnya dibantu oleh istri dan anak-anak yang sudah besar; mengambil sagu rumbai, menebang dan membelah pohon adalah menjadi tugas kaum laki-laki, tetapi menumbuk dan menapis sampai menjadi sagu biasanya dilakukan oleh kaum wanita dan anak-anak.

Begitu pula dalam hal memanjat dan mengambil buah-buahan di dalam hutan dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan tugas mengumpulkan dan membawa pulang hasil yang didapat dilaksanakan oleh semua anggota yang ikut di dalam peramuan itu. Di lain pihak untuk memanjat serta mengambil buah jernah dilakukan oleh kaum laki-laki yang sekaligus membawanya pulang.


PERIKANAN

Lokasi perikana darat. Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu bahwa di daerah Jambi banyak terdapat sungai-sungai di antaranya terdiri dari sungai-sungai besar serta di berbagai daerah banyak pula terdapat danau-danau. Ada pula sungai-sungai yang menjadi lokasi perikanan darat adalah sungai Tembesi, sungai Merangin, Sungai Mesumai, Sungai Tantan, Sungai Senamat, Sungai Tabir, Sungai Senamat, Sungai Batang hari. Di samping itu danau-danau yang menjadi lokasi perikanan darat, meliputi danau kerinci, danau pelepur, danau lubuk patin, danau Teluk, danau Mudung, dan lain sebagainya. Sungai-sungai dan danau-danau itulah yang merupakan lokasi perikanan darat.

Tenaga pelaksana oleh karena waktu untuk mengusahakan penangkapan ikan tidak dapat ditentukan secara pasti disebabkan situasi dan tempat yang tidak tetap dan selalau berubah-ubah, kadang-kadang mencari ikan dilaksanakan orang pada waktu air banjir dimana keadaan arus sungai sangat deras. Dalam pada itu ada pula tanda-tanda yang menunjukkan waktu-waktu tertentu yang apabila orang pergi menangkap ikan akan mudah dan banyak mendapat hasilnya. Oleh karena itu tenaga pelaksana dalam mencari dan menangkap ikan pada umumnya dikerjakan oleh kaum laki-laki. Jika pekerjaan menangkap ikan itu dikerjakan oleh kaum wanita, hal itu berarti tergolong pada pekerjaan yang ringan serta tidak banyak mengandung resiko. Pekerjaan menangkap ikan dikerjakan oleh kaum laki-laki. Jika pekerjaan menangkap ikan itu dikerjakan oleh kaum wanita, hal itu berarti tergolong pada pekerjaan yang ringan serta tidak banyak mengandung resiko. Pekerjaan menangkap ikan ada yang dilakukan secara perorangan, berkelompok dan bahkan kadang-kadang sampai melibatkan seluruh warga masyarakat dari suatu pedesaan. Adapun alat-alat penangkapan ikan, secara tradisional antara lain dikenal dengan sebutan:



a. Taiman dan Sukam,
b. Tuba akar dan balut Nubo
c. Ambat
d. Tangkul
e. Kecubung
f. Jalo
g. Kacar
h. Nangguk
i. Langgean
j. Tajur
k. Cemetik
l. Takalak
m. Lukah
n. Rawe
o. Tangguk
p. Gaugoh
q. Seruwo
r. Tembilah
s. Paril
t. Nyerampang

Bentuk dan kegunaan alat-alat penangkap ikan itu tidak sama serta tidak mesti dikenal semuanya oleh penduduk daerah Jambi. Mungkin saja ada alat perikanan yang dipergunakan oleh suatu daerah, tetapi tidak beguna bagi daerah lain, atau mungking jgua alat perikanan tertentu yang ada di suatu desa, tetapi di daerah lain tidak dijumpai sama sekali.

PERTANIAN

Pertanian di ladang. Pertanian di ladang atau dengan istilah lain bercocok tanam yang terutama ada didaerah hutan rimba tropic. Oleh karena menurut peta bumi, daerah hutan rmba tropic itu terletak di sekitar khatulistiwa kira-kira 50 sampai 100 ke utara dan ke selatan, maka Jambi sebagai salah satu daerah yang berada dalam wilayah Indonesia yang termasuk ke dalam lingkungan daerah hutan rimbah. Tropik, sudah tentu banyak mengenal tentang bentuk dan cara melakukan pertanian di ladang.

Berbagai kegiatan pertanian dalam bentuk bercocok tanam di ladang telah menjadi unsur kehidupan yang amat penting dalam corak kehidupan masyarakat, karena pada umumnya masyarakat daerah Jambi masih menggantungkan hidup terutama dari segi bercocok tanam di ladang. Jenis-jenis ladang dapat dikenal melalui sebutan local, yaitu: Perelak, Kebun Mudo, umo renah, dan umo talang.

Perelak ialah sebidang tanah terletak di sekitar pedesaan yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman, terapi dititik beratkan pada tanaman yang menjadi kebutuhan dapur sehari-hari, seperti cabai, kacang gulai, kunyit, serai, laos, tomat serta diselingi dengan ubi rambat, ubi kayu, dan tanaman pisang Adakalanya suatu perelak diberi pagar untuk menghindari gangguan dari ternak, serta gangguan binatang lainnya.

Kebun mudo, ialah sebidang tanah yang sebahagian besar ditanami oleh jenis tanaman tertentu serta diselingi pula dengan berbagai jenis tanaman lainnya, misalnya kebun pisang diselingi dengan tanaman kedelai atau kacang tanah. Pengertian yang demikian itu terjadi berhubung adanya suatu kenyataan bahwa sebidang tanah apabila ditanami pisang, disebut orang kebun pisang, sedang jika ditanam ubi, disebut orang kebun ubi. Jadi kebun mudo tiada lain merupakan kebun yang ditanami oleh sejenis tanaman yang umumnya cukup panjang tapi bukan merupakan tanaman keras.

Umo renah, ialah ladang yang cukup luas terbentang pada sebidang tanah yang subur dan rata, terdapat dipinggir-pinggir sungai, atau dilereng-lereng pegunungan yang mendatar. Benih yang dimasukkan ke dalam lobang-lobang tanah yang ditugal diselingi dengan benih jenis tanaman lain, misalnya jenis sergum, benih ketimun, benih labu dan lain-lain. Setelah batang padi menjadi besr, lazimnya dilanjutkan pula dengan selingan tanaman cabe, tomat terung dan bahkan pada waktu tanaman padi hampir berbuah selalu umo renah itu ditanami dengan berbagai jenis tanaman keras, seperti: duku, durian, karet dan lain-lain.

Umo talang, ialah ladang yang dibuat di dalam hutan besar yang jauh letaknya dari pedesaan, serta tidak terletak di pinggir sungai. Sarana perhubungan ke ladang biasanya melalui jalan setapak, yakni jalan rintisan yang dibuat orang secara darurat. Pada Umo talang terdapat sebuah pondok yang cukup kuat untuk tempat perlindungan keluarga ketika petani menunggu ladang.

F. CERITA RAKYAT

1. Asal Usul Rajo Jambi.

Negeri Jambi yang dahulu dikenal sepucuk Jambi Sembilan Lurah, dimasa itu belum mempunyai raja. Di samping itu pula belum mempunyai tempat yang tertentu sebagi ibu negeri. Yang ada waktu itu ialah Tujuh Koto, Sembilan Koto, Petaji, dan Muara Sebo, semuanya mempunyai kebebasan sendiri-sendiri. Negeri-negeri ini tunduk kepada Batin dua Belas dan pusatnya ialah Dusun Mukomuko yang mempunyai sebuah istana di kaki bukit Si Guntang di Sumai suatu tempat tersuruk jauh di pedalaman.

Tujuh Koto bukan koto nan tujuh, tetapi bermakna dubalang nan tujuh. Begitu pula Sembilan Koto bermakna dubalang nan Sembilan. Batin Duo Belas berarti dubalang nan duo belas. Muara Sebo Berarti tkang sambut tamu. Sedangkan Petajin berarti tukang tarah atau pertukangan.

Mengingat peranan seorang raja amat penting karena berfungsi sebagai pemimpin yang akan mempersatukan negeri-negeri, maka pada masa itu diputuskan untuk mencari seseorang yang patut di antara mereka untuk diangkat sebagai pemimpin. Pemimpin yang sekaligus sebagai raja

Untuk melaksanakan keinginan tersebut bermufakatlah semua negeri tadi untuk berkumpul di Dusun Mukomuko. Dubalang nan tujuh. Dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas berkjmpul disana. Dengan berkumpul itu mereka dapat bermusyawarah untuk menetukan siapa yang patut diangkat sebagai raja. Seseorang dapat menjadi raja harus yang tahan uji. Orang itu harus tahan dibakar. Direndam tiga hari tiga malam. mampu dijadikan peluru meriam yang akan ditembakkan dalam terakhir harus lulus pula dari ujian digiling dengan kilang besi.

“Siapa yang bersedia diangkat sebagai Raja?” Kata salah seorang dubalang yang dua belas kepala dubalang nan tujuh dan dubalang nan sembilan. “ Kalau dubalang di negeri kita ini cukup. Tetapi raja kita belum punya.”

Mendengar ucapan dan tawaran itu, pada Dubalang dari Tujuh Koto menyatakan kesanggupan pihak mereka. Kemudian disusul pula oleh Sembilan Koto dan Bati Duo-Belas yang tak hendak ketinggalan dari rekan mereka. Tentu saja gelagat yang seperti ini menimbulkan hal yang tidak menyenangkan. Maka ketiga negeri tersebut segera berembuk mencari jalan keluar. Masing-masing harus menjalani ujian dengan dibakar, direndam tiga hari tiga malam, dijadikan peluru meriam, dan harus sanggup digiling dengan kilang besi.

Pertama sekali yang menjalani ujian ialah salah seorang Dubalang dari sembilan koto. Ia dibakar direndam tiga hari tiga malam, dan dijadikan peluru meriam, ternyata semua ujian itu dapat dilewati tanpa mencederainya sedikit juapun. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. Ternyata pada ujian ini ia tak sanggup. Karena Dubalang Sembilan Koto tidak berhasil menjalani ujian, maka dipanggilah Dubalang dari Tujuh Koto.”Siapa pula gerangan di antara kalian Dubalang Tujuh Koto yang sanggup?” Tanya wakil Dubalang Batin Duo Belas. “Ha, di antara kami ada yang sanggup jawab salah Dubalang yang bertujuh.

Dubalang Tujuh Koto pun dibakar. Ia lolos dalam ujian. Kemudian direndam tiga hari tiga malam. Lolos juga. Dimasukkan pula ke dalam mulut meriam. Untuk ditembakkan. Masih juga berhasil. Ujian berikutnya digiling dengan kilang besi. untuk ujian yang begini ternyata dubalang tersebut tidak mampu ia mengaku kalah.

Tibalah pula giliran dubalang nan dua belas. Salah seorang tampil ke tengah gelanggang. Semua ujian dapat dilewatinya dengan baik. Tetapi ketika sampai pada ujian keempat digiling dengan kilang besi ia tak sanggup sama sekali.”

Kembali Dubalang dari ketiga negeri tersebut mengadakan perundingsan mereka semua tidak mampu lolpos dalam ujian yang mereka jalani. “Kitya harus mencari seorang Raja dari Negeri lain Kata salah seorang Dubalang Nan Duo Belas.

Maka diputuskanlah untuk mencari seseorang dari negeri lain untuk diangkat menjadi raja. Rombongan pencari raja mulai berjalan dari satu negeri ke satu negeri, berlayar dari satu tempat ke tempati lain. Menjelajahi daerah-daerah asing, bertanya kalau-kalau ada seseorang yang bersedia diangkat menjadi raja. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Dalam keadaan putus asa akhirnya rombongan itu sampai di negeri Keling. Dengan sia-sia tenaga mereka kitari negeri besar dan ramai itu. Kalau nasib akan beruntung di sana bertemu dengan seseorang yang nampaknya memenuhi harapan mereka. Orang itu patut benar diankat segagai raja negeri Jambi, negeri mereka. Tanpa kesukaran calon raja tadi lalu dibawa ke Jambi dengan kendaraan dendang yang mereka gunakan semula.

Setelah beberapa lama berlayar di lautan, mereka samapi di muara sebagai sungai yang amat besar. Mereka lalu berhenti di sana Timbul dalam pikiran mereka untuk menguji calon raja yang mereka bawa dengan suatu soal. Para hulubalang segera mengajukan pertanyaan kepada calon raja mereka.

“Elok kiranya Tuanku, jika dapat menjawab sebuah pertanyaan kami!” kato salah seorang dubalang “Muara sungai tempat kita berhenti ini apa gerangan namanya. “Ha, inilah yang bernama muara kepetangan hari “jawaba calon raja tersebut. Dari ucapan dan jawaban beliau ini maka kemudian dinamakan sungai besar tersebut Batang Hari, hingga sekarang.

Ucapan dan jawaban beliau itu sangat mengembirakan para hulubalang. Dalam pikiran mereka orang yang mereka bawa itu lolos dalam ujian pertama. Kalau nanti ujian-ujian selanjutnya dapat ditempuhnya dengan baik maka berarti memang patut diangkat sebagai raja.

Dengan perasaan gembira rombongan itu pun melanjutkan perjalanan menuju Mukomuko. Berhari-hari mereka memudiki sungai Batang Hari. Akhirnya mereka sampailah di Mukomuko, ibu negeri Batin Duo Belas. Begitu sampai dikumpulkanlah semua rakyat beserta sekalian menteri dan hulubalang, baik para hulubalang darei Tujuh Koto, Sembilan koto, maupun dubalang dari Batin Duo Belas sendiri. Mereka berkumpul di sana untuk menyaksikan calon raja mereka menjalani ujian.

Mulailah diadakan pengujian yang mendebarkan hati bagi setiap orang yang menyaksikannya. Mula-mula calon raja dibakar, ia tidak cedera sedikitpun. Direndam tiga hari tiga malam, ternyata tidak apa-apa juga, ia diangkat dari dalam air dalam keadaan segar-bugar. Beliau segera pula dimasukkan ke dalam mulut meriam lalu tembakkan. Masih tidak apa-apa. Ujian Beriktunya, yang amat mengerikan,, digiling dengan kilang besi yang sedang dipajang. Semua mata memandang kepadanya. Apakah calon raja mereka sanggup menuyelesaikan ujian yang terakhir ini?, Apakah nanti tubuhnya tidak akan remuk dihantam putaran kilang besi yang menakutkan itu? Kilang besi terdengar kroyak—kreyok karena sudah diputar. Calon raja jemputan dari negeri Keling ini menyorongkan tangannya masuk ke dalam dua jepitan kilang, kilang berhenti berputar. Kemudian kakinya. Maka ketiak kaki itu disorongkan, kilang besi pun remuk seketika hancurl berkeping-keping. Melihat ini rakyat bertempik sorak. Menteri dan hulubalang menyerbu ketengah gelanggang ke tempat bakal raja mereka. Bakal raja itu mereka dukung dan diusungkan ke istana. Karena semua ujian berhasil dilewatinya, dengan resmi ia pun diangkat sebagai raja. Pesta besar segera diadakan meresmikan pengangkatan raja yang mulai diserahi kekuasaan untuk memerintah.

Setelah resmi menjadi raja, dan setelah ia berkuasa baginda memerintahkan kepada rakyatnya membuat sibuah lukah. Lukah tersebut harus dipasang diatas bukit. Menghadapi keadaan yang ganjil ini, rakyat tak habis pikir. Adakah mungkin lukah dipasang di atas bukit? Bukankah lukah alat untuk menangkap ikan? Ikan mana pula yang akan masuk ke dalam lukah yang dipasang diatas bukit? Pikiran-pikiran gundah mulai timbul dikalangan rakyat. Dubalang nan tujuh, dubalang nan Sembilan, dan dubalang nan dua belas, mencoba mencari-cari kebijaksanaan apa yang tersembunyi di balik perintah raja yang musykil yang dibebankan kepada rakyat. Tetapi karena tak kunjung mendapat jawaban, dan makin bertambah pelik, maka mereka berangkat untuk menerima perintah raja mereka. Karena takut dubalang tadi terpaksa juga akhirnya membuat lukah seperti yang diperintahkan raja. Begitu selesai, lukah tersebut segera dibawa ke atas bukit dan dipasang disana.

Lukah sudah terpasang. Dubalang nan tujuh, nan sembilan, dan nan dua belas bergantian menengok lukah yang ditaruh di atas bukit itu. Jangan-jangan seekor ikan besar telah ada didalamnya. Kalau tidak diulangi dikhawatirkan ikan tersebut menjadi busuk. Mereka bergantian dari hari ke atas bukit. Kalau dubalang nan tujuh sudah kembali, giliran dubalang nan sembilan pergi pula ke atas bukit.

Kalau, dubalang nan sembilan telah pula kembali, giliran dubalang nan dua belas pergi pula ke sana. Begitulah seterusnya mereka bergantian bertugas melihat luka yang dipasang di atas bukit tersebut. Namun yang mereka temui masih lukah kosong seperti yang terpasang semula. Kendatipun demikian karena patuh kepada raja, mereka tetap setiap bergantian melihat. Kalau-kalau lukah yang mereka pasang dahulu itu telah mengena. Mereka tertawa sabar menjalankan tugas.

Suatu ketika tiba giliran pula dubalang nan dua belas memanjat ke atas bukit mengulangi lukah yang terpasang. Dilihatnya lukah telah berisi. Ia pun bergegas melapor kepada raja di istana. “Kena Tuanku!” katanya kepada raja,” Lukah kita mengenai sesuatu “Bagus!” jawab raja. “Asahlah pedang tajam-tajam oleh kalian dubalang nan tujuh, sembilan, dan dua belas. “Para dubalang tadi mulailah mengasah pedang, mereka bergantian bekerja.

Akhirnya pedang pun tajamlah. Karena ketajamannya rambut di ampaikan di atasnya akan putus. Pedang telah tajam. Lukah pun segera dijemput. Di dalam lukah itu terlihat hantu pirau. Badannya kecil. Bentuknya persis seperti manusia, bahkan mahluk bersebut dapat berbicara dalam bahasa manusia. Ucapannya dapat dipahami. Sifat hantu pirau dapat menyebutkan asal-usul seseorang tanpa diberitahukan terlebih dahulu. Itulah keistimewaannya yang luar biasa. “Ooi, Tuanku!” kata hantu pirau tersebut kepada raja. “Hamba jangan dibunuh! Kalau hamba dibunuh tak ada gunanya sama sekali bagi Tuanku. Lebih baik lepaskan saja hamba. Apa saja kehendak Tuanku akan hamba beri!”

Kalau begitu katamu!”boleh!” jawab raja pula. “Aku minta cincin cinta-cinta. apa yang diminta anda?”

Mendengar ucapan raja tersebut, hantu pirau sangat gembira. Sekejap mata ia telah memberikan apa yang diminta raja tadi. Raja pun demikian pula dengan gembira mengambil cincin tersebut lalu dipasangkannya ke jari tangannya. Sesudah itu disuruhnya dubalang yang ada didekatnya melepaskan hantu pirau yang terkurung di dalam lukah tadi.

Peristiwa lukah mengenai hantu pirau telah berlalu. Begitu pula cincin cinta-cinta telah dimiliki oleh raja. Semua ini bagaikan suatu peristiwa biasa bagi rakyat. Tetapi tidak demikian halnya dengan raja. Beliau inigin membuktikan kemukjizatan serta mengadakan apa yang dimintanya hendaknya janganlah diketahui rakyatnya. Dan sebaliknya pula itu dilakukan bukan di Mukomuko, tetapi dikeling negeri kelahirannya sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertrimbangan ini baginda memutuskan untuk segera kembali ke keeling. ia dapat leluasa di sana mencobakan keampuhan cincinnya.

Sesampai di negerinya ia pun segera meminta agar kota Bombai berhiaskan berlian segalanya. Sungguh luar biasa apa yang beliau pinta terkabul seluruh bombai lampu-lampunya bertatahkan intan berlian. Mesjid-mesjidnya dihiasi intan gemerlapan.

Mungkin terlena akan kekayaan yang dimilikinya, raja tidak hendak kembali lagi ke Jambi lyang berbalik hanya anaknya yang bernama Sultan
Baring. Sultan Baring inilah yang melanjutkan pemerintahan di negeri Jambi. I adapt bertindak sebagai raja yang diingini rakyat. Kelak ternyata Sultan Baring ini menurunkan anak yang akan menjadi raja yang turun-temurun. Ada raja Itam, Sultan Taha, sampai kepada raden-raden misalnya Raden Inu Kertopati.


2. PUTRI RENO PINANG MASAK


Pada zaman dahulu, di belakang Dusun Pasir Mayang, ada sebuah kerajaan yang bernama Limbungan. Kerajaan itu diperintah oleh seorang ratu Putri Reno Pinang Masak. Putri ini terkenal dengan kecantikannya yang menawan hati. Tak mengherankan banyak raja dan putra raja yang menghendaki mempersuntingnya. Namun tak seorang pun raja atau putra raja yang meminang yang diterimanya. Semua pinangan ditolaknya.

Disamping cantik, putrid ini terkenal pula berbudi luhur, arif serta bijaksana. Kebijaksanaannya dipuji-puji oleh rakyatnya. Ia adil dan jujur, rakyatnya yang miskin mendapat jaminan hidup dalam hal makan dan minum. Yang kaya, diberi luang dan kesempatan untuk menambah dan mengendalikan kekayaannya. Golongan rakyatnya yang kaya ini kelak harus pula menjamin kelangsungan hidup bagi yang miskin. Dengan demikian terdapat suasana yang harmonis antara sesame anggota masyarakat negeri Limbungan.

Dalam menjalankan pemerintahannya, sang ratu dibantu oleh tiga orang huluibalang yang baginda percayai. Hulubalang yang pertama bernama Datuk Raja penghulu, terkenal sebagai orang arif dan bijaksana yang kedua bernama Datuk Dengar Kitab, seorang hulubalang yang mempunyai keistimewaan dapat mengetahui kejadian-kejadian yang akan dating melalui sebuah kitab yang dimilikinya. Hulubalang yang ketiga ialah datuk Mangun, bertugas sebagai panglima perang kerajaan.

Kecantikan Putri Reno Pinang terdengar pula sampai ke telinga raja Jawa. Lama-kelamaan raja negeri Jawa lalu mengirim utusan untuk melamar sang putri. Ternyata lamaran tersebut ditolak oleh Putri Reno Pinang Masak. Raja Jawa sangat tersinggung karena lamarannya ditolak dengan tegas. Timbuillah kemudian tekad raja Jawa untuk bersumpah bagaimanapun akan mengambil Putri Reno Pinang Masak dengan cara kekerasan.

Putri Retno Pinang Masak tidak takut sama sekali akan ancaman raja negeri Jawa yang telah mabuk kepayang itu. Bahkan baginda ratu sangat gemas dan geram. Baginda memandang gelagat raja Jawa tadi sebagai yang akan merusak kedaulatan negertinya. Oleh sebab itu baginda memanggil ketiga hulubalang serta mengumpulkan rakyat negerinya. Bersama-sama dicarilah bagaimana cara untuk raja jawa yang mengancam akan menyerang negeri Limbungan. Mencari jalan yang sebaik-baiknya melalui pemikiran, musyawarah dan mufakat. Akhirnya didapatkan suatu cara yang telah disepakati bersama dalam perundingan tersebut. Negeri diberi berparit. Di samping itu harus dipagar pula dengan bambu berduri. Bambu yang dahan dan rantingnya harus berduri. Maka dicarilah tumbuhan tersebut. Setelah dapat maka segera ditanam berlapis-lapis, sebagai pagar negeri untuk menghalangi supaya tentara Jawa jangan masuk. Pagar inilah nanti sebgagai benteng pertahanan. Negeri Limbungan sudah dilingkupi dengan pagar bamboo berduri. Untuk keluar masuk hanya ada sebuah gerbang. Di pintu masuk, ini telah menunggu Datuk. Mangun beserta anak buahnya.

Raja Jawa beserta tentaranya datang jalan satu-satunya untuk memasuki Limbungan adalah sebuah gerbang yang dijaga oleh hulubalang Datuk Mangun dan anak buahnya. Ke sanalah raja Jawa mengarahkan serangan. Terjadilah pertempuran yuang sengit. Ternyata tentara Jawa tak kuasa sedikit pun menembus pertahanan Datuk Mangun yang didapingi oleh prajurit-prajurit serta rakyat negeri Limbungan yang tangguh. Tentara Jawa perkasa mundur dengan menderita korban besar.

Melihat tentaranya gagal memasuki Limbungan dan menderita kekalahan besar, raja Jawa memanggil semua hulubalang dan mengumpulkan semua prajuritnya. Maka diadakan perundingan dicari akal melalui pikiran orang banyak. Maka dapatlah suatu akal tipu muslihat. Dikumpulkan semua uang ringgit logam. Uang logam ini dijadikan peluru yang akan ditembakkan ke setiap rumpun bambu yang berlapis-lapis tadi. Ditembakkan berulang-ulang, sepuas-puas hati tentara Jawa, sehingga uang ringgit logam itu beronggokan di celah pohon bamboo berduri tersebut. Kemudian raja Jawa beserta tentaranya pun pergilah kembali.

Dalam pada itu ada seorang penduduk negeri Limbungan tidak disengaja, bersua dengan onggok-onggokan uang ringgit logam itu sepanjang edaran pagar bamboo negeri. Melihat uang logam itu sangat banyak terniat di hatinya untuk memberitahukan hal tersebut kepada baginda ratu. Lalu diambilnya sebuah untuk diperlihatkan kepada sang ratu di istana.

Dimana engkau dapat ringgit logam itu, Datuk?” Tanya baginda ratu penuh keheranan.

“Di rumpun-rumpun bamboo benteng pertahanan kita. Tuanku!” jawab pembawa ringgit logam itu agak tergagap. “Bertimbun banyaknya.”

“Baiklah!” kata sang ratu pula. “Aku yakin Datuk tidak berbohong. Mari kita lihat!”

Benar saja! Ratu menemukan uang ringgit logam bertumpukan di sela-sela rumpun bamboo. Maka setelah dirundingkan dengan semua orang diputuskan untuk mengambil semua uang logam tersebut. Untuk memudahkan pengambilannya, pohon-pohon bamboo itu pun ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke istana. Pada saat itu pula ditebangi. Uang logam tersebut diangkut ke Istana. Pada saat itu pula raja Jawa bersama tentaranya datang menyerbu dengan tiba-tiba. Karena benteng pertahanan tak ada lagi pasukan negeri Jawa dengan mudah masuk negeri Limbungan. Tentara beserta rakyat Limbungan tidak dapat menahan serangan yang mendadak itu.

Putri Retno Pinang Masak sadar akan kesalahannya. Ia sangat menyesal akan kealpaannya. Dengan rasa masygul diam-diam pergilah baginda seorang diri meninggalkan negeri yang dicintainya.

Ternyata kemudian tahu jugalah rakyat bahwa ratunya sudah tidak ada lagi di istana. Negeri Limbungan menjadi gempar. Berusahalah rakyat mencari kemana mana. Ada yang mencari ke hulu, ada yang ke hilir, ada pula yang mencari ke darat dank e baruh (pinggir sungai). Bahkan ada yang mencari sampai ke tepi laut. Namun ratu mereka tak kunjung bersua.

Akan halnya ketiga hulubalangnya, Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, serta Datuk Mangun bermufakat ketika itu untuk bersama-sama mencari ratu Putri Reno Pinang Masak. Mereka masuk hutan keluar hutan. Bila bertemu dengan seseorang mereka tak jemu bertanya. Namun yang dicari tak kunjung bertemu. Maka mereka lanjutkan pula perjalanan. Lurah diturun, bukit di daki. Semak-semak disinggahi kalau-kalau ada putrid Reno Pianang Masak, atau mayatnya. Ketiga hulubalang itu bertekad berpantang berbalik, pulang sebelum yang di cari bersua hidup atau mati. Kalau perlu nyawa mereka sebagai taruhannya.

Sementara itu seorang petani desa Tenaku sedang berada di rumahnya. Ia baru saja selesai bekerja menyiangi rumput hari baru tengah hari, petani itu akan beristirahat ke pondoknya. Menjelang ia sampai ke pondoknya ia sangat terkejut, di mukanya di udara yang cerah dilihatnya melayang-layang sepotong upih pinang. Kemudian upih tersebut jatuh tak berada jauh dari tempatnya berdiri. Ia sangat heran mengapa ada upih pinang di humanya. Kalau itu upih pinang yang ada di desanya, taklah mungkin sejauh itu, diterbangkan angina. Dalam keheranan, petani itu bergegas menuju ke tempat upih jatuh tadi. Sesampai di sana ia sangat terkejut. Dilihatnya sesosok tubuh wanita cantik tergeletak memucat yang dilihatnya itu tak dikenalnya. Ia cukup hapal semua penduduk desanya. Apalagi orang yang sudah dewasa seperti yang dilihatnya. Di baliknya sebentar. Memang wajah yang tak dikenalnya sama sekali. Maka diputuskannyalah untuk memberitahukan penduduk desanya.

Ternyata semua penduduk desa Tenaku sama dengan petani tersebut tak juga mengenal siapa gerangan orang yang meninggal secar aneh itu. Semua yang hadir menjadi gempar. Mereka saling berpandangan dan bertanya satu sama lain. Di saat demikian maka dipanggil seorang dukun.

Dukun telah datang. Ia segera membakart kemenyan. Setelah itu dibacanya jampi-jampi ramalan. Dalam waktu yang singkat dapatlah diketahuinya siapa gerangan mayat yang berbaring di huma itu.

“Jenazah yang kita temui ini “Katanya mengabarkan kepada orang banyak yang mengelilinginya. “Jenazah yang melayang jatuh dari udara bagaikan upih pinang ini adalah jenazah Tuan Putri Reno Pinang Masak raja negeri Limbungan!”

Mendengar ramalan dukun tersebut semua orang yang hadir sangat terkejut. Suara bergumam berdengung bagai suara lebah terbang. Wajah-wajah yang keheranan segera berubah menjadi suram dan sedih. Terbayang kepada orang banyak itu betapa sengsaranya tuan baginda ratu negeri pada saat-saat terakhir hidupnya.

Pada saat itu juga diambil keputusan untuk memakamkan sang putrid di huma di desa Tenaku itu. Sang ratu dimakamkan secara sederhana tanpa disaksikan rakyatnya. Rasa tanggung jawabnya yang besar terhadap rakyat dan negerinya sudah berakhir. Sampai sekarang makam di desa Tenaku tersebut dinamakan “Makam Upih Jatuh”.

Lama-kelamaan ketiga hulubalang yakni Datuk Raja Penghulu, Datuk Dengar Kitab, dan Datuk Mangun sampai pula ke tempat Putri Reno Pinang Masak dimakamkan. Setelah mereka ketahui bahwa itu adalah makam baginda ratu Puteri Reno Pinang Masak, tiba-tiba saja mereka jatuh pingsan dan terus meninggal. Ketiga hulubalang itu dimakamkan pula di sana di samping makam Puteri Reno Pinang Masak. Sampai sekarang makam keempat orang tersebut masiha dan dikeramatkan orang pula.

3. Asal Usul Terjadinya Bukit Si Guntang

Gunung Merapi di Sumatera Barat, Bukit si Guntang di Jambi, dan Bukit si Guntang-guntang di Palembang, ketiganya mempunyai sejarah asal-usul yang sama. Pada zaman dahulu tersebutlah sebuah kerajaan yang bernama Selado Sumai. Negeri itu diperintah oleh seorang raja yang arif lagi bijaksana. Raja Negeri itu ada mempunyai sebuah pedang pusaka yang diturunkan secara turun-temurun, tapi saying senjata tersebut tiba-tiba hilang tanpa diketahu9i ke mana perginya. Kalau di curio rang siapa yang mencurinya. Ke daerah mana dilarikan. Periswtiwa ini sangat mengharubirukan sang raja.

Pedang pusaka yang keramat serta bertuah itu bernama Pedang Surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan. Raja telah bertekad agar pusaka yang hilang itu harus ditemukan segera. Maka untuk menemukan kembali pedang pusaka itu, dipanggilah seorang hulubalang kerajaan yang amat terkenal bernama Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan. Disebut Datuk Baju Merah, karena setiap kali turut berperang bajunya selalu merah oleh darah. Dan disebut berbulu Kerongkongan, karena ketika dilahirkan kerongkongannya ditumbuhi bulu. Kewpada beliau inilah raja mempercayakan untuk mencari pedang pusaka yang hilang itu.

Ketika Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan mendapat tugas ini beliau menerimanya dengan senang hati tanpa membantah sedikit juapun. Sebagi hulubalang kerajaan, beliau tahu benar dengan tugasnya. Maka pergilah beliau masuk hutan mencari pedang pusaka yang hilang itu.; Belau tanpa takut sedikit juapun bertualang sampai ke sebuah goa. Diputuskannyalah untuk memasuki goa itu. Goa itu nampak sangat gelap. Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan melangkahi satu-satu dengan pasti menyusup berpegangan kepada dinding goa yang keras dan dingin. kalau semenjak tadi goa itu gelap, tidak demikian halnya pada bagian dalam. Di bagian sebelah ke ujung goa itu namapak terang sekali, rupanya, dibagian ituada lobang disebelah atas. Melalui lobang itu cahaya matahari bebas menerpa dasar goa. Sesampai disana Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan amat terkejut di sebuah batu yang tampak dilihatnya seorang tua sedang duduk bertapa, mulut oranbg tua bertapa itu nampak komat-kamit mengucapkan sesuatu. Di haribaannya terlintang, sebuah pedang. Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan nanar memeperhatikan benda tersebut. Menurut hematnya itulah pedang Surik meriang, sakit sumbing sembilan puluh sembilan yang hilang dari kerajaan Selado Sumai yang sedang dicarinya.

Setelah menunggu beberapa saat berserulah, beliau menyapa orang asing yang sedang bertapa itu. “Ooi, Datuk yang sedang bertapa! Siapa gerangan Datuk Sebenarnya, dari negeri mana Datuk datang.”

Mendengar ada suara manusia petapa itu dengan suatu gerakan menoleh kearah datangnya suara itu. Dari sikapnya ia tidak merasa takut sedikitpun mendengar sapaan yang tiba-tiba itu. Dengan suara keras ia menghardik. “Tutup mulutmju jangan banyak omong takkan engkau ketahui bahwa aku sedang bertapa? Ketahuilah olehmu bahwa akulah yang bernama Panglimo Tahan Takik, berasal dari Ranah Pagaruyung. Siapa engkau gerangan yang selancang ini. Ada keperluan apa makanya engakau smapai kemari.”

“Hamba? hamba bernama Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan, hulbalang kerajaan selado sumai. Maksud hamba datang ke mari hendak mencari pedang pusaka negeri Selado Sumai yang hilang. Pedang itu bernama pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan. Kalau hamba tak salah lihat, pedang pusaka itu ada di haribaan Datuk Panglimo!

“Kurang ajar!” raung panglimo Tahan Takik. Ia pun lalau tegak dan langsung menyerang Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkong. Perkelahian sudah tak dapat dihindarkan lagi. Mula-mula saling tendang-menendang, kemudian. Saling hempas-menghempas. Bunyi pekik dan raung bersipongganga melantun-lantun di diniding goa. Binatang-binatang yang ada, disekitar goa itu bertemperasan lari. Mana yang berdiam di atas pohon beerloncatan ketakutan, daun-dau kayu berguguran kena terjang binatang yang berlompat-lompatan. perkelahian makin seru, tanpa ada tanda-tanda yang kalah dan yang menang. Kedua, manusia itu namapak seimbang. sama-sama sakti dan bertuah. Dinding goa pecah-pecah kena sepak dan kena hempasan tangan kedua jagoan itu.

Bila malam telah datang mereka saling menghentikan perekelahian untuk sama-sama beristirahat. Istirahat semalam suntuk cukup untuk memulihkan kekuatan. Esoknya matahari mulai bersinar lagi. Perkelahian pun dilanjutkan makin dahsyat. Gerakan mereka berpindah-pindah dari tempat yang terang ke tempat yang gelap. Terkam-menerkam, hempas-menghempas. Melompat, berpalun bertumbukan. Tak Jarang buku tangan kedua dubalang itu beradu, berdetak, menggelegar, menerbitkan api. Dindidng goa makin banyak yang runtuh.. Untunglah kemduaian malam datang pula memperhatikan perkelahian yang mengerikan itu.

Kokok ayam Derogo telah lama berhenti. Kicau murai dan cicit burung kecil-kecil mulai terdengar. Matahari musim kemarau mulaimemanasi daun-daun kayu. kedua dubalang itu mulai, bersiap-siap tanap mengeluarkan sepatah katapun. Maka mereka bersinar marah saling mengawasi gerak lawan. inilah hari yang keenam mereka berkelahi. Tubuh kedua pendekar itu nampak bergulung-gulung hempas-menghempas. Sebentar-sebentar terdengar suara pekikan, bersipngan terpantul-pnatul di anatar kedua sisi dinding goa. Batu pecahan dinding goa makin bertambah banyak berguguran. Perkelahian ini, memang semakin tinggi dan hebatg. Tapi ungguh sangat menarik belu ada tanda-tanda yang akan kalah dan yang akan menang. Matahari telah pula tergelincir di ufuk barat. Malam telah tiba, kedua dubalang itu sama-sama menghentikan gerakan dan saling menjauhkan diri, mundur dan beristirahat. Datuk Baju Merah bergegas keluar goa agaknya mencari dedaunan untuk dimakannya. Datuk Tahan Takik demikaina pula keluar mencari apa-aapa yang dapat dimakannya. Tak obahnya kedua orang itu bagaikan musang raksasaa yang mencari makan di wkatu malam hari. Setelah perut mereka kenyang mereka sama-sama beristirahat dan melepaskan mata.

Matahari pagi telah tiba, mengawali hari ketujuh dlama mengikuti perkelahian antara kedud pendekar yang tangguh di dalam sebuah goa ditengah rimba raya negeri Selado Sumai. Pada yang ketujuh ini tempat elah berpindah kbagian luar. Perkelahian sudah semakin hebat. Pohon-pohon kayu banyak yang tumbang. Permukaan tanah bagaikan tercukur terinjak, kaki dan himpitan tanah keuda pendekar yang berkelahi mati-matian itu.

Entah salah dalam melangkah, entah nasib lagi sial, dapatlah Datuk Baju Merah Bebulu Kerongkongan menangkap kaki Panglimo Tahan Takik yang segera menghmpaskannya ke banir kayu. Pada saat tubuh Panglomo Tahan Takik terhempas itu, pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan terlepas dari pengangannya dan terpental keudara. Melihat ini segera Datuk Baju Merah B erbulu Kerongkongan melepaskan kaki Panglimo Tahan TAkik dan tubuhnya membumbung ke udara mengikuti arah pedang dan lalu menangkapnya. Ketika kakinya menjejak tanah, tanpa buang waktu larilah Datuk Baju merah Berbulu Kerongkongan membawa pedang pusaka yang tergenggam ditangannya.

Datuk Panglimo Tahan Tekik sadar bahwa pedang yang mereka perebutkan telah berhasil diambil lawannya, segera berdiri dan mengejar Datuk Baju Merah Berbulu kerongkongan. kedua pendekar itu berkeja-kejaran sejadi-jadinya. Penghuni rimba, binatang besar kecil, berlarian pontang-panting ketakutan. Sudah tujuh lurah tujuh pematng yang mereka lalui, akhirnya sampailah ke sebuah tanah lapang yang maha luas. Sesayup-sayup mata memandang rumput hijau papak belaka. Di atas padang datar itulah kedua pendekar masih saling kejar-mengejar. Namun tiba-tiba mereka berhenti, dimuka mereka nampak seekor ular besar sedang menghadap siap menelan barang siapa yang berani mendekat. Melihat hal ini kedua pendekar yang bermusuhan itu saling mendekat penuhg pengertian. mereka mulai mengadakn perundingian.

“Di depan kita melintang ular besar yang akan mellur kita, Datuk Panglimo, “kata Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan. “Menurut hemat hamba, barang siapa yang sanggup membunuh ulr itu, dialah yang berhak memiliki pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan ini. Setujukah Datuk penglimo?

“Kalau demikian ujudnya, “jawab Datuk Panglimo tahan Takik gembira, “hamba setuju sekali.”

Selesai berucap demikian Datuk Panglimo Tahan Takik lalu menghunus, keris. Panjangnya bergegas menuju ke tempat ular besar telah siap pula menunggunya. sesampai disana ditikamnyalah ular besar tersebut sekuat-kuatnya. Begitu ujung keris Datuk Panglimo mencecah di kulti ular, terdengar bunyi berdencing keras memekakkan telinga. Keris tersebut terpental. Pangkal ketiak Datuk Panglimo merasa kesemutan. Dilihatnya keris panjang itu bengkok sepuluh, sedang kulit ular itu sendiri tidak cedera sedikit juapun.

Datuk Panglimo merasa sangat kesal. Di pihak lain, terdengar gelak mengkkak Datu Baju Berahg Berbulu Kerongkongan mengejek lawannya. Datuk Panglimo tentu saja sangat marah dibuatnya. Keringatnya membasahi muka dan sekujur tubuhnya, matanya mendelik menengadah ke awing-awang. Ia pun mencabut keris pendek yang tersisip di puinggangnya. Diugasaknya menikamkan senjata tersebut kebadan ular besar yang mengerikan itu.

“Terimalaha tikaman mautku ini ular keparat! terdengar raung Datuk Panglimo seraya menghujamkan kerisnya kuat-kuat. Ya Tuhan ular tadi tidak juga cidera sedikit pun.

Melihat temannya tidak mampu membunuh ular besar yang melintang dan menghalangi perjalanan mereka, Datuk Baju Merah Berbulu Kerongkongan berdiri dalam, sikap seorang dubalang. Sebentar matanya melirik kepada pedang surik meriang sakti yang dipegangnya. Ia melangkah lambat-lambat secara menyakinkan. Sambil melangkah itu ia Mengucapkan kata sakti dan himbauan.

“Kalau benar engkau pedang surik meriang sakti sumbing sembilan puluh sembilan, pusaka Kerajaan Selado Sumai, Sobeklah olehmu kulit ular itu dan putuskan urat-urat nadinya. Selesai berucap yang demikian dicabutnyalah pedang tersebut. Tentu saja ia berhajat untuk segera menetak badan ular itu. Tiba-tiba keluar cahaya seperti kilat dari senjata pusaka milik negeri Selado Sumai, serentak dengan itu dihunjamkannyalah senjata itu sekuat-kuatnya.

Terpungkus dan potongan tiga badan ular besar tersebut melihatr kenyataan ini, Datuk Panglimo Tahan Takik sangat marah. Ia melompat kesamping, serentak dengan itu ditendangnya kepala ular itu sekuat-kuatnya. Kepala ular itu terlempar ke udara bersiutan dan jatuh di Ranah Minangkbabu, yang lama-kelamaan menajdi gunung Merapi seeprti yang ada sekarang. Ekornya diangkatnya menjadi tangan lalu dilemparkannnya jatuh ken negeri Pelembang menjadi Bukit Siguntang-guntang. Sedang perutnya, bagian tangah dibiarkan saja tertinggal di Jambi di daerah Sumai menjadi Bukit Si Guntang. Itulah sejarah asal-usul terjadinya Bukit Siguntang.


G. Deskripsi Seni dan Budaya Jambi.

1. Seni Daerah Jambi.
1. Seni Tari.

Seni tari didaerah Jambi cukup banyak ragam srta coraknya, dimana pada tiap-tiap daerah mempunyai ciri sesuai dengan keadaan daerah serta suku dalam kelompok masyarakat ada yang bersangkutan. Dari Sekian banyak corak dan ragamnya seni tari daerah Jambi, namun sudah banyak pula yang hampir tidak dikenal bahkan dilupakan oleh lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Di dalam buku ini akan disajikan beberapa jenis seni tari yang sudah dikenal di daerahnya masing-masing yaitu:



1) Kota Jambi

a). Tari Dana Sarah.

Tari ini berasal pelayangan, yang sudah dimodifikasi yang berasal dari seberang kota Jambi. Penciptanya tidak dikenal dan ditata ulang oleh Abdul Aziz pada tahun 1984 tari ini digunakan sebagai sarana dalam penyebaran agama Islam, yang ditarikan oleh penari putra dan putri.

b). Tari Serangkuh Dayung.

Tari ini penciptanya tidak diketahui namun telah ditata ulang oleh oleh Aini Rozak pada tahun 1990. Tarian ini menggambarkan tentang perasaan yang searah setujuan, Kebersamaan didalam segala sesuatu, dan ditarikan hanya oleh penari putrid.

c). Tari Sekapur Sirih.

Tari ini diciptakan oleh Firdaus Chatab pada tahun 1962, kemudian ditata ulang oleh OK Hundrik BBA pada tahun 1967. Tari ini digunakan untuk menyambut tamu yang dihormati sebagi ungkapan rasa putih hati dalam menyambut tamu, dan ditarikan oleh penari remaja putrid.


2) Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muaro Jambi

a) Tari Dana Sarah.

Tari ini berasal dari dusun Rengas Condong, Penciptanya tidak dikenal. Ditata ulang oleh Darwan Asri pada tahun 1994 dan tari ini bernafaskan Islam ditarikan oleh penari putri.

b) Tari Piring Jambi.

Tari ini berasal dari Muara Tembesi yang diciptakan oleh Abdul Manan, Kemudian ditata ulang oleh OK Hendri pada tahun 1970. Tarian ini menggambarkan kelincahan muda mudi dalam memainkan piring dan ditarikan oleh penari putra dan putri.

c) Tari Baselang

Pencipta tarian ini tidak dikenal, kemudian ditata ualng oleh Darwan Asri tahun 1997. Tarian ini menceritakan tentang semangat kegotong royongan masyarakat desa dan ditarikan oleh penari putra dan putri.


3) Kabupaten Tanjung Jabung Barat & Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

a) Tari Inai.

Penciptanya tidak dikenal, dan ditata ulang oleh M. Arsyad dan Zainuddin pada tahun 1992. Tarian ini menghibur mempelai wanita yang sedang memasang inai dimalam hari, sebelum duduk dipelaminan, dan tarian ini ditarikan oleh remaja putra dan putri.

b) Tari Sumbun

Pencipta tarian ini tidak dikenal, kemudain ditata ulang pada tahun 1989 oleh Rukiah Effendi. Tarian ini menggambarkan para nelayan yang sedang mencari sumbun ditepian pantai dengan lincahnya, ia memasukkan obat ke dalam sumbun. Tarian ini ditarikan hanya oleh penari putri.

c) Tari Japin Rantau.

Tari ini diciptakan oleh Darwan Asri dan ditata ulang tahun 1986 oleh Darwan Asri. Tarian ini menggambarkan prikehidupan masyarakat dipesisir pantai, dan ditarikan oleh remaja putri.


4) Kabupaten Bungo & Kabupaten Tebo.

a) Tari Putri Teluk Kembang

Pencipta tarian ini tidak dikenal, dan tarian ini menggambarkan tentang keakraban kehidupan masyarakat, dan ditarikan oleh penari putri.

b) Tari Cucu Ungko.

Pencipta tarian ini tidak dikenal, dan tarian ini menggambarkan tentang usaha masyarakat dalam menangkap binatang yang digemarinya. Tarian ini ditarikan oleh penari putra dan putri.

c) Tari Tauh.

Pencipta tarian ini tidak dikenal, tarian ini menggambarkan tentang kegembiraan muda mudi, dan ditarikan oleh penari putra dan putri.

5). Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bangko

a) Tarian Kisan

Penciptanya tidak dikenal dan ditata ulang oleh Daswar Edi pada tahun 1980 dan Darwan Asri tahun 1983. Tarian ini menggambarkan kegiatan masyarakat dalam mengelolah padi menjadi emas, dan tarian ini dibawakan oleh penari remaja putri.

b) Tari Kromong

Pencipta tarian ini tidak dikenal, dan tarian ini menceritakan bagaimana wanita berhias, dan dibawakan oleh penari putri.

c) Tari Mengatur Berentak

Pencipta tarian ini tidak dikenal, dan kemudian ditata uang oleh Zakaria pada tahun 1970. Tarian ini menggambarkan kegotong royongan dalam menggarap sawah dan dibawakan oleh penari putri.


6) Kabupaten Kerinci

a) Tari Mandi Taman

Pencipta tarian tidak dikenal, dan ditata ulang oleh Baharuddin BY tahun 1979. Tarian ini menggambarkan rasa syukur ketika membawa anak turu mandi, yang dibawakan oleh penari putri.

b) Tari Rangguk.

Pencipta tidak dikenal, ditata ualang oleh Iskandar Zakaria tahun 1977. Tarian ini menggambarkan untuk menyambut tamu yang datang berkunjung dan dibawakan oleh penari putri.

c) Tari Rangguk Ayak.

Pencipta tari ini tidak dikenal dan kemudian ditata ulang oleh Don Alwizar. Tari ini menggambarkan kegembiraan sehabis panen dan ditarikan oleh penari putri.


2. Seni Suara.

Pada setiap kabupaten dan kota mempunyai ragam seni suara dengan syair dank has daerah masing-masing. Namun, seni suar daerah ini semakin usang dan tidak dikenal, karena telah dilanda dengan kehadiran lagu-lagu Pop dan Lagu dangdut. Namun demikian setiap daerah berusaha untuk kembali menghidupkan lagu-lagu daerah tersebut melalui rekaman, sehingga diharapkan nantinya dapat kembali hidup dan dikenal oleh masyarakat.

Dalam buku ini akan disajikan beberapa jenis seni suara dari tiap-tiap daerah. sebagai berikut:

1) Kota Jambi

a) Lagu Sekapur Sirih.
b) Lagu Orang Kayo Hitam
c) Lagu Keris Siginjai.

2) Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Muaro Jambi.

a) Lagu Batanghari.
b) Lagu Nasib Badan.
c) Lagu Merusak Hati.

3) Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

a) Lagu Nelayan.
b) Lagu Nasib Badan
c) Lagu Senandung Malam

4) Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo

a) Lagu Serampang Laut.
b) Lagu Tumbuk Tebing.
c) Lagu Pisang Kayak.


5) Kabupaten Merangin dan Kabupaten Sarolangun.

a) Lagu Dagang Manumpang.
b) Lagu Dendang Sayang.
c) Lagu Ujung Tanjung.

6) Kabupaten Kerinci.

a) Lagu Tanjung Bajure.
b) Lagu Tus-tus.
c) Lagu Bukasih Sayang.

3. Seni Musik

Pada mulanya seni musik daerah Jambi, merupakan seni musik yang masih bersifat tradisional. Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka alat-alat musik sudah banyak memakai alat musik modern. Akan tetapi alat-alat musik tradisional masih dipergunakan. Bahkan berusaha untuk dipertahankan.

Jenis alat-alat musik tradisional Jambi yang sampai saat ini dipergunakan adalah sebagai berikut:

a) Genggong.
b) Gendang
c) Tabuh
d) Rebana
e) Krenong
f) Kelintang

4. Seni Ukir, Seni Batik, Seni Anyaman dan Seni Terawang

Pada masing-masing daerah dalam propinsi Jambi, pada dasarnya terhadap seni ukir, seni batik, seni anyaman dan seni terawang, mempunyai corak serta motif yang berbeda, sehingga dalam propinsi Jambi mempunyai banyak ragam serta sangat bervariasi. Namun demikian secara umum terhadap seni ukir, seni batik, seni anyaman serta seni terawang didominasi oleh motif tumbuh-tumbuhan.

5. Seni Bangunan.

Seni banguan daerah Jambi mempunyai cirri khas daerah dalma bentuk rumah panggung (memakai tiang) yang terbuat dari dinding papan dan tiang dari kayu, sedangkan bubungan atap rumah berbentuk tanduk kambing.

Ada tiga jenis bentuk tanduk kambing yaitu:

a) Berbentuk Lurus ke atas.
b) Berbentuk lengkung ke dalam
c) Berbentuk lengkung keluar.




BAB III
SEJARAH LEMBAGA ADAT DAN TATA UPACARA ADAT
PROPINSI JAMBI

A. Sejarah Terbentuknya Lembaga Adat Jambi.

1. Dasar Pemikiran

Undang-undang No.22 tahun 1948 adalah dasar pertama terbentuknya DPRD dan DPD pada setiap marga, mendapo dan Kampung. Namun keberadaannya menjadi fakum, karena terjadi agresi Belanda I dan II, demikian juga terhadap peraturan tentang ketentuan hukum adapt dalam mengatur desa yang berlaku seblum berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1948 yaitu IGOP ( Indesche Gemente Ordonantie Buttengewesten) pada tanggal 3 september 1938 (stbt No. 490) yang bernama peraturan Negeri otonom diluar Jawa dan Madura. Namun akhirnya Ordonantie ini juga dicabut, karena berbau Kolonial dan bersifat feudal, kemudian diganti dengan Undang-undang No.19 tahun 1965 tentang Desa praja sebagai bentuk peralihan untuk memercepat terwujudnya Daerah Tingkat II diseluruh wilayah Indonesia. Namun keberadaan undang-undang ini juga belum dapat memberikan otonomi secara penuh kepada desa dan tidak selaras dengan adapt istiadat masyarakat desa, dan menyebabkan sering terjadi reaksi, akibatnya undang-undang inipun tidak dapat diberlakukan.

Dari kenyataan yang terjadi saat itu, karena sering terjadi benturan dalam pelaksanaan undang-undang No.19 tahun 1965, maka pemerintah pusat mengambil kebijakan untuk mengeluarkan Undang-undang No.5 tahun 1969, tentang pokok-pokok pemerintahan desa, namun keberadaan undang-undang tersebut secara substantial belum mengatur secara lengkap, terutama mengenai ketentuan adapt istiadat, akibatnya undang-undang inipun untuk desa-desa di daerah Jambi sering trerjadi kegoncangan, karena belum menampung aspirasi masyarakat adat desa. Sehingga pemerintah pusat cepat tanggap untuk mengantisipasi keadaan, sehingga pada tanggal 3 Desember 1984 dikeluarkannya peraturan Menteri Dalam Negeri No.11 tahun 1984, tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat di Tingkat Desa/Keluarahan.

Untuk merespon terhadap peraturan menteri dalam negeri No.11 tahun 1984 tersebut pemerintah daerah tingkat I Jambi telah membuat peraturan Daerah (Perda) No.11 tahun 1991 tentang pembianaan dan pengembangan Adat Istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di Desa/ Kelurahan dalam propinsi daerah tingkat I Jambi yang telah disahkan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 21 Nopember 1992.

2. Terbentuknya Lembaga Adat Jambi

Berbicara masalah sejarah berdirinya lembaga adat jambi, maka tidak dapat terlepas dari sejarah berdirinya daerah Propinsi Jambi, karena masyarakat adat Jambi adalah bagian integral yang tidak dapat terpisah dengan wilayah adat dan sekaligus merupakan wilayah daerah propinsi Jambi.

Tanggal 6 Januari 1957 adalah toggak sejarah berdirinya, pemerintah daerah Propinsi Jambi, karena pada waktu itu telah diproklamirkan bahwa daerah Jambi yang saat itu merupakan daerah keresidenan bagian dari Propinsi Sumatera tengah, menyatakan sebagai daerah propinsi yang berdir sendiri, yang diumumkan oleh BKRJ (Badan Kongres Rakyat Jambi) yang disampaikan oleh H. Hanafie, atas nama masyarakat Jambi yang dilanjutkan dengan siding istimewa DPRD pada tahun 1958, yang menyatakan bahwa Propinsi jambi menyatakan terlepas dari Propinsi Sumatera Tengah.

Pada awal berdirinya Propinsi Jambi terdiri dari tiga wilayah yaitu:
1. Kotapraja Jambi dengan ibukotanya Jambi.
2. Kabupaten Merangin dengan ibukotanya Bangko, kemudian pindah ke Muaro Bungo.
3. Kabupaten Batanghari dengan ibukotanya Jambi.

Kemudian berkembang menjadi 6 daerah Tingkat II yaitu:
1. Kotamadya Jambi ibukotanya Jambi.
2. Kabupaten Batanghari ibukotanya Pall 10 KA.
3. Kabupaten Tanjung Jabung ibukotanya Kuala Tungkal.
4. Kabupaten Sarolangun Bangko ibukotanya Bangko
5. Kabupaten Bungo Tebo ibukotanya Muaro Bungo.
6. Kabupaten Kerinci ibukotanya Sei Penuh.

Perkembangan berikutnya sejak era reformasi yang merupakan tranparansi dan era kebebasan maka beberapa daerah kabupaten mengajukan untuk di adakan pmekekaran dan ini kemudian mendapat respon positif dari pemerintah pusat, yakni dengan dikeluarkannya Undang-undang No.57 Tahun 1999 sehingga dengan demikian daerah Propinsi Jambi menjadi 10 Daerah Tingkat II yaitu 1 Kota dan 9 kabupaten adalah:

1. Kota Jambi ibukotanya Jambi.
2. Kabupaten Batanghari ibukotanya Muara Bulian
3. Kaubupaten Sarolangun Ibukotanya Sarolangun.
4. Kabupaten Tebo ibukotanya Tebo
5. Kabupaten Merangin ibukotanya Bangko.
6. Kabupaten Bungo ibukotanya Muara Bungo.
7 Kabupaten Tanjung Jabung Barat ibukotanuya Kuala Tungkal.
8. Kabupaten Tanjung Jabung Timur ibukotanya Sabak
9. Kabupaten Kerinci ibukotanya Sei Penuh.

Seluruh daerah baik Kota dan Kabupaten tersebut di atas adalah juga merupakan lingkup wilayah masyarakat adat Propinsi Jambi. Dengan demikian menunjukkan keanekaragaman wilayah hukum adat, untuk saling berinteraksi sesama masyarakat adat. Dalam proses berinteraksi kadang muncul reaksi negatgif yang diprlukan adanya sikap dan tindakan melalui jalur hukum adat. Untuk itulah muncul pemikiran untuk dibentuk suatu wadah yang dapat menyembatani permaslahan antara sesame anggota maysarakat adat serta antar wilayah hukum adat dalam bentuk suatu lembaga permanent yang disebut dengan Lembaga Adat.

Menyadari terhadap kemungkinan tersebut, maka pada tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember tahun 1975 dilangsungkan musyawarah daerah yang pertama antar tokoh masyarakat adat dari seluruh daerah kota dan kabupaten yang dihadiri 232 peserta materi musyawarah daerah (musda) tersebut meliputi hukum adat, fungsi adat serta peran Tokoh adat dari musda tersebut telah menghasilkan beberapa keputusan yaitu:

1. Keputusan No.01/Musda/I/12/1975 tanggal 19 Desember 1975 tentang Anggaran Dasar (AD)dan Anggaran Rumah Tangga (ART) adat Jambi.
2. Keputusan No.02/Musda/12/1975 tanggal 19 Desember 1975 tentang Program Kerja Lembaga Adat:
3. Keputusan No.03/Musda/I/12/1975 tanggal 19 Desember 1975, tentang Komposisi dan pengurus Lembaga Adat Propinsi Jambi.

Dengan telah dihasilkannya keputusan Musda tersebut sejak saat itu telah resmi dinyatakan berdirinya Lembaga Adat Propinsi Jambi. Apalagi dengan adanya peraturan Daerah Propinsi No.11 tahun 1991, maka lebih memperkuat peran dan fungsi lembaga adat tersebut. Peran Lembaga adat sebagaimana yang dinyatakan di dalam konsideren perda tersebut adalah:

1. Bahwa adat istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat yang hidup ditengah-tengah masyarakat memegang peranan penting dalam pergaulan dan dapat/mampu menggerakkan pertisipasi masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan.
2. Bahwa adat istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat yang hidup yang bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah perlu dibina dan dikembangkan sehingga secara nyata dapat berdayaguna untuk kelancaran pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta memperkuat ketahanan nasional.
3. Bahwa pembinaan adat istiadat kebiasaan masyarakat lembaga adat di desa/kelurahan tidak terlepas dari wilayah adat yang sudah ditentuikan di Propinsi Jambi yang disebut Marga, mendapo, dan kampung.

Menyimak dari apa yang telah disampaikan diatas, maka begitu pentingnya peran dan fungsi lembaga adat di dalam system pemerintahan, baik dalam bidang pembangunan maupun kebijakan pemerintah daerah lainnya. Lebih-lebih dengan telah dikeluarkan undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, telah memberikan kewenanangan kepada Pemerintah daerah untuk menggali potensi daerah untuk meningkatkan sumber pendapatan asli daerah (PAD). Di dalam menggali potensi sumber daya alam di daerah diharapkan memperhatikan beberapa aspek, baik lingkungan, habitat alam, serta sumber daya alam lainnya adat istiadat setempat, sehingga kelestarian serta lingkungan alam tetap terjaga dan tidak terganggu. Disini peranan dan fungsi lembaga adat akan menjadi lebih penting di dalam peran serta untuk mewujudkan tata kehidupan yang aman, damai, lestari serta terjaga rasa keseimbangan di dalam kehidupan bermasyarakat, dan keharmonisan dengan pemerintah daerah. Dengan demikian proses pembangunan dapat berjalan dengan baik.


3. PERKEMBANGAN GELAR ADAT MASYARAKAT JAMBI.

Mengenai gelar-gelar adat dalam masyarakat Jambi, dari Kerinci sampai ke Tanjung Jabung, memang dalam masyarakat hukum adat Jambi terdapat gelar-gelar pada para pejabat yang memegang kekuasaan pemerintahan.

Daerah Jambi dahulunya dikenal dengan sebutan daerah kerajaan Melayu yang berkembang samapi pada abad XIV. Agama yang dianut pada wal kerjaan Melayu Jambi adalah agama Budha dengan segala peninggalannya yang masih terlihat dewasa ini. Setelah datang atau masuknya agama Islam di Kepulauan Nusantarar, maka agama di Kerajaan Melayu pun tidak terlepas dari pengaruh perkembangan agama Islam tersebut. Perkembangan agama Islam di daerah Jambi di mulai pada zaman kekuasaan Datuk Paduko Berhalo sebagai Raja. Baik pada zaman kerjaan Melayu yang beragama Budha maupun setelah kerajaan Melayu Jambi pada zaman Datuk Paduko Berhalo yang beraga Islam, kerajaan Melayu jambi telah mempunyai bentuk Pemerintahan sendiri.

Berarti sudah ada penguasa dan rakyat dalam suatu wilayah tertentu. Para penguasa melaksanakan tugas pemerintahan pada umumnya lebih dikenal dengan gelar-gelar ini masih terus hidup dan dipakai oleh para Pasirah, Kepala Mendapo dan Kepala Kampung.

Pada zaman pemerintahan Kesultanan, dikenal gelar-gelar dari para Sultan yang memerintah. Gelar yang disandang itu adalah gelar dari garis keturunan. Pada zaman itu ada pula gelar yang diberikan berdasarkan pinjaman yang menyimpang dari garis keturunan, hal ini terjadi adalah apabila dalam suatu kalbu belum terdapat seseorang yang patut atau tepat untuk menyandang gelar, kemudian apabila telah ada yang pantas dan patut untuk menyandang gelar, maka gelar itu dikembangkan kepada yang berhak.

Dalam buku J Tiderman (bab HI hal 88 terdapat pula gelar, yaitu gelar yang dianugrahkan oleh Raja kepada siapa sjaa, tetapi berhubungan dengan kedudukan sipenerima. Gelar ini tidak dapat diteruskan oleh keturunannya, dan jika hendak diturunkan harus mendapat perkenan dan izin terlebih dahulu dari Raja. Pada setiap kalbu nan Dua Belas, Kepala Batin, Mendapo pada umumnya diberikan gelar. Pada Bab V terjemahan buku J Tiderman, terdapat penjelasan yang menyatkan bahwa pada mula-mulanya orang yang berhak menjadi anggota Dewan Patih Luar dan Dewan Patih Dalam adalah berasal dari keluarga Bangsawan. Kemudian oleh Raja diadakan perubahan, sehingga anggota kedua dewan itu tidak terbatas kepada keluarga Bangsawan saja, tetapi dapat pula dari keluarga orang kebanyakan. Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa gelar-gelar sudah lama terdapat dalam masyarakat Jambi, yaitu dimulai dari:

1. Zaman Kerajaan Melayu.
2. Zaman Kesultanan.
3. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda.

I. Zaman Kerajaan Melayu.

Pada zaman kerajaan Melayu Jambi, sejak dari Zaman Swarnabhumi masih dibawah Raja-raja yang bergelar Mauliwarmadewa sampai pada zaman Adityawarman dlaam Kerajaan Melayu Jambi dikenal beberapa jabatan, yang jabatan itu kemudian diikuti dengan gelar, seperti:

 Rio, berasal dari kata Ario=Pangeran.
 Depati berasal dari kata Adipati=Raja Muda.
 Mangku berasal dari kata Mangkubumi=Perdana Menteri.
 Temenggung berasal dari kata Tumenggung=Kepala Suku.
Kepala Kalbu mendapat gelar-gelar seperti diatas antara lain, Tumenggung Suto Menggolo.

Zaman Kesultanan

Dengan kedatangan dan masuknya agama Islam ke Kerajaan Melayu Jambi, maka pemerintahan kerajaan pun berubah dari otokrasi menjadi demokrasi, dan bersifat otonomi yhang berjenjang naik dan bertangga turun yaitu:

 Alam, Sekato Rajo
 Negeri Sekato Batin
 Rantau Sekato Jenang
 Kampung Sekato Tuo
 Rumah Sekato Tenganai

Pemerintahannya waktu itu berturut-turut dilaksanakan oleh:

1. Datuk Paduko Berhalo.
2. Orang Kayo Pingai.
3. Orang Kayo Pedataran.
4. Orang Kayo Hitam.
5. Pangeran Hilang Diair bin Orang Kayo Pingai gelar penembahan Rantau Kapas.
6. Penembangan Rangas Pandak.
7. Panembahan Bawah Sawo.
8. Panembahan Kota Baru.


Dalam perkembangan selanjutnya disamping Sultan terdapat suatu kelembagaan Pemerintahan yaitu Dewan Patih dlaam Dwan Patih Luar. Masing-masing pejabat Dewan tersebut menyandang gelar.

Gelar Dewan Patih Dalam

1. Pangeran Adipati Mangkuningrat Pangeran Ratu.
2. Pangeran Setio Nyato Keranio.
3. Pangeran Djojoningrat.
4. Pangeran Ario Jayo Kusumo.
5. Pangeran Noto Menggolo.
6. Pangeran Wiro Kusumo.

Gelar Dewan Patih Luar:
1. Pangeran Suro Mangkunegoro.
2. Pangeran Mangkunegoro.
3. Pangeran Purbo.
4. Pangeran Jayo Kusumo.
5. Pangeran Keramo Dilogo.
6. Pangeran Kesumo Dilogo.

Gelar-gelar Sultan yang terdapat Dalam Kerjaan Jambi.

1. Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar atau Sultan Keramat.
2. Pangeran Depati Anom gelar Sultan Abdul Djalil atau Sultan Agung.
3. Raden Penulis gelar Sultan Abdul Mahij atau Sultan Sri Ingologo.
4. Sultan Kiyai Gede.
5. Sultan Mahmudsyah.
6. Sultan Agung Sri Ingologo.
7. Sultan Zainuddin.
8. Sultan Mas’ud Badaruddin.
9. Raden Danting dengan Gelar Sultan Agung Ingologo, gelar Sultan Mahmud Mahyudin.
10. Sultan Muhammad Fachruddin.
11. Sultan Abdurahman Nazaruddin.
12. Sultan Nazaruddin.
13. Sultan Thaha Syaifuddin.

3. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda

Pada zaman Hindia Belanda Kesultanan dihapus, namun gelar-gelar tetap dihidupkan, yang pemakainya adalah para Pasirah, Mendapo, Kepala Kampung, seperti pada Pasirah dan Kepala Kampung Bergelar Paku Negoro dan Cipto Yudho, sedangkan pada Mendapo, Depati Atur Bumi dan Depati Empat Helai Kain.

Gelar-gelar ini masih terdapat pada beberapa Kabupaten.

Pada Kabupaten Bungo Tebo antara lain:
 Rio Pamuncak di Rantau Ikil.
 Rio Igo dan Rio Debalang di Limbur, Lubuk Mengkuang.
 Rio Suko Lamo di Teluk Kecimbung.
 Rio Ah, di Pedukun.
 Rio Songgam, di Dusun Tanjung.

Pada Kabupaten Kerinci antara lain:
 Depati Muara Langkap di Temiai.
 Depati Rencong Telang di Pulai Sangkar.
 Depati Biang Sari di Penggasi.

Pada Kabupaten Sarko antara lain:
 Depati Melindau Sultan Mudo Lurah Dusun Parit.
 Depati Anum dan Temanggung di Dusun Ujung Tanjung.
 Rajo Depati dan Rio Depati di Dusun Ujung Guguk.

Pada kabupaten Batanghari, Tanjung Jabung dan Kota Jambi yang termasuk kedalam golongan Kalbu Nan Dua Belas maka gelarnya berkaitan erat dengan raja-raja Jambi pada waktu dahulunya.

Uraian diatas adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan sampai saat ini. Mengenai maslah penggalian dan penelitian sejarah dan budaya adalah merupakan upayah yang tidak ada batasnya karena setiap terdapat temuan yang lebih akurat maka sejarah dan budaya akan disesuaikan.

Untuk itu maka penggalian dan penelitian sejarah dan budaya daerah perlu terus dilakukan secara mendalam dan berkelanjutan serta mencakup sampai ke Manca Negara yang mungkin terdapat baik tulisan mengenai sejarah mauipun mengenai budaya daerah Jambi.

B. Kedudukan Lembaga Adat Dalam Menampung Aspirasi Masyarakat.

Lembaga adat Jambi, merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat adat itu sendiri, oleh karena itu kedudukan lembaga adat sangat strategis untuk menampung aspirasi anggota masyarakat adat maupun dalam proses penyelesaian sengketa antara anggota masyarakat adat maupun antara wilayah adat, mauapun antara warga masyarakat adat dengan pemerintah dengan cara arif dan bijaksana dengan mempedomani norma adat bersendikan syarak dan kitabullah, serta aturan adat yang mengatur segala sendi kehidupan bermasyarakat baik dalam pengelolaan pemerintahan sebagai mana pepatah adat mengatakan:

 Alam Nan Berajo
 Rantau Nan Berjenang.
 Negeri anan babathin.
 Luhak Nan Berpenghulu.
 Kampung Nan Bertua.
 Rumah Nan Bertengganai.

Tata upacara perhelatan Adat Jambi atau Upacara Adat yang merupakan kegiatan sangat penting dalam kehidupan masyarakat, yang diatur oleh hukum berdasarkan kebudayaan manusia, Untuk itualh perlunya disusun aturan dalam rangka memberikan kerangka dasar terhadap tata upacar dari masing-masing peristiwa dalam daur kehidupan manusia, sebagaimana akan dijelaskan berikut ini:

C. PENGUKUHAN PEMBERIAN GELAR.

Pemberian Gelar Adat diberikan kepada pemuka Adat atau Tokoh Adat ataupun kepada Kepala Pemerintahan yang berkenaan dengan pembinaan dan pengembangan serta Pelestarian Adat, yang berdasarkan struktur Pemerintahan seperti Kepala Desa, Bupati dan Gubernur. Sedangkan Camat, dan Lurah yang merupakan Kepala Pemerintahan Administratif tidak diberikan gelar adat. Pengukuhan gelar Adat ini adalah pencapaian tertinggi bagi seseorang selama perjalanan hidupnya dan hanya akan didapati oleh beberapa orang saja yang telah terseleksi.

1. Pengukuhan Secara Adat.

Kepada para Kepala Desa Bupati dan Gubernur untuk memperjelas adanya tanggung Jawab mereka untuk membina dan mengembangkan Adat Istiadat di Daerahnya masing-masing dan dalam kaitan bahwa masyarakat yang berada diwilayah tugasnya masing-masing adalah masyarakat adat. Untuk itu setelah dilantik secara resmi dalam upacara Pemerintahan atau Kenegraan maka sebaiknya diadakan pelantikan secara Adat.

2. Pemberian Gelar Adat

Kepada mereka yang karena ketokohannya atau karena telah berjasa selama atau, dalam melaksanakan jabatannya, kalau kerapatan adat telah bersepakat untuk membreikan gelar, kalau sudah bulat kato dek mupakat, bulat lah boleh digolekkan dan pipih lah boleh dilayangkan, maka kepadanya dapat dikukuhkan dan (diberikan gelar Adat pemberian gelar disesuaikan dengan tingkat dan kedudukan serta jabatan yang sedang atau sudah disandangnya dihubungkan dengan tingkatan gelar dalam tatanan masyarakat Jambi.

3. Seserahan Tanda Putih Hati.

Apabila telah ditetapkan gelar lain, akan diberikan kepada tokoh atau pejabat yang diberikan gelar tersebut, maka oleh masyarakat adat yang memberikan gelar dilakukan acara seserahan tanda putih seserahan tanda putih hati adalah sebagai tanda kebersamaan dalam melaksanakan upacara pengukuhan itu yaitu berat sama dipikul ringan sama dijinjing. Tanda putih hati itu adalah beberapa barang-barang yang akan dipergunakan untuk sedekah pada acara pengukuhan itu sendiri seperti kerbau, beras, kelapa, dan selemak semanis seas am segaramnya.

4. Upacara Pengukuhan.

Setelah dipilih hari yang baik ketiko yang elok maka dilaksanakan upacara pengukuhan pemberian Gelar. yang diberikan gelar dijemput oleh tuo-tengganai dan diarak dengan upacara kebesaran ketempat pengukuhan. Setelah sampai dan disambut dengan sebagaimana mestinya, maka dilaksanakan pengukuhan oleh ketua Adat sesuai Tingkatnya masing-masing. Ketua Adat adalah Ketua Lembaga Adat sebagai personifikasi dari kerapatan dan atau masyarakat adat.

Setetelah dikukuhkan maka diumumkan dengan pengumuman secara adat yang disebut iwa. Adapun urutan-urutan pelaksanaan pengukuhan pemberian gelar adat adalah sebagi berikut:

a. Penjemputan.

 Setelah mendapat tugas dari ketua Lembaga Adat di Balairung Sarib sebagi tempat upacara pengukuha, maka nenek-mamak penjemput, berangkat menuju kekediaman tokoh yang akan diberikan gelar.
 Dirumah tokoh tersebut menunggu nenek-mamak yang akan menerima rombongan penjemput.
 Rombongan nenek-mamak penjemput sampai dirumah tokoh yang akan diberi gelar, maka diadakan perundingan untuk membawa tokoh tersebut ke Balairung Sari dengan didahului saling menyerahkan tepak sirih.
 Setelah perundingan selesai maka berangkatlah tokoh tersebut diiringi oleh nenek-mamak kedua pihak serta dengan dikawal oleh grup pencak silat.
 Sesampai rombongan di halaman Balairung Sari disambut dengan tabuhan kesenian kompangan setelah itu disambut dengan pencak silat.
 Selanjutnya acara penyambutan dilakukan dengan tari sekpur sirih sebagi tari persembahan.
 Dilanjutkan dengan menginjak kepala kerbau.
 Diteruskan kakiknya disiram dengan santan bermanis kemudian dibilas dengan air bersih lalu dikeringkan.
 Kemudian dibawa masuk balairung sari sambil ditaburi beras kunyit.
 Sesampainya didalam Balairung Sari maka pihak penjemput melaporkan kepada ketua lembaga adat bahwa yang dijemput sudah terbawa.
 Setelah diterima oleh ketua lembaga adat, maka acara pelantikan sudah dapat dimulai.

b. Pelantikan.

Acara pelantikan dilaksanakan dengan urut-urutan sebagai berikut:
• Pembacaan Surat Keputusan Pemberian Gelar.
• Kata-kata pelantikan oleh ketua Lembaga Adat.
• Penyisipan keris.

c. Sambutan

• Setelah selesai pelantikan, maka diadakan kata-kata sambutan.
• Kata sambutan Ketua Panitia Pelaksana.
• Kata sambutan dari Tokoh Adat atau Siapa yang pantas.
• Kata Sambutan dari Ketua Lembaga Adat.

d. Pengumumnan/Iwa.

• Setelah selesai acara pelantikan maka diumumkan kepada khalayak yang disebut iwa.

e. Pembacaan Do’a.

Sebagai ungkapan rasa syukur atas terlaksananya sebuah rangkaian acara, maka dipanjatkan Do’a kehadirat Allah, demi keselamatan Semua.



D. TATA CARA UPACARA ADAT.

1. Pernikahan.

Upacara pernikahan merupakan peristiwa yang sangat penting bagi seorang anak manusia. Upacara yang suci ini akan menentukan masa depan suatu keluarga baru dalam pergaulan antar warga dan antar keluarga, serta akan mengubah struktur warga masyarakat lingkungan atas kehadiran keluarga baru ini. Untuk itu perlu diawali dengan kehati-hatian dan perhatian yang penuh dari orang tua agar pergaulan putra-putrinya yang sudah akil baligh dan sudah siap untuk menjelang hidup berumah tangga. Pergaulan muda-mudi yang sudah siap berumah tangga ini agar tetap dalam tatanan adat istiadat yang berlaku.


a. Masa Perkenalan.

Suatu peernikahan diawali oleh perkenalan ataupun pergaulan muda-mudi yang waktu dan tempatnya bermacam-macam seperti pada waktu berselang, nebas nugal, nandur, merumput, berselang nuai ngirik numbuk padi gotong-royong, pada waktu acara perhelatan, perayaan tujuh belas Agustus, Maulid Nabi dan sebagainya, arena pergaulan gujan gadis. Masa ini disebut juga masa berusik sirih bergurau pinang.

Dalam buku Adat Istiadat Daerah Jambi Depdikbud tahun 1985 Halaman 162 disebutkan dalam arena pergaulan muda mudi atau dalam istilah lokal disebut pergaulan bujang gadis, dikenal berbagai ragam dan bentuk nama. Yang diciptkan orang untuk menunjuk identitas arena pergaulan itu” Diantaranya disebutkan, numpang berangat di Sungai Tenang, pergi bertandang di Muara Talang, bedak berkelam di Dusun Tuo Tebo Ulu nyuluk dan lain sebagainya.

Agar pergaulan mereka asih berada dalam batas-batas pergaulan yang sesuai dengan adat istiadat maka para orang tua perlu mengingatkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

• Dalam rangka semata-mata mencari jodoh yang sekupu, sesuai serasi selaras dan seimbang, maka putra putri yang telah masuk maso bujang dan maso gadis, dibolehkan saling bertemu untuk berusik sirih bergurau pinang.
• Pertemuan antara bujang dan gadis berlangsung tidak berulang-ulang, tidak hanya berdua-duaan, tidak dalam waktu yang terlalu lama tidak bernuansa kencan, tidka menjurus kepada pergaulan bebas, tidak menimbulkan kesan sudah seperti suami istri.
• Jadi pertemuan itu hanay sebatas sampai pada kesimpulan bahwa sang calon memang sudah jodoh masing-masing, tidak merasa dipaksa kawnin, tidak meras membeli kucing dalam karung, untuk selanjutnya kalau sudah setuju hasrat yang terkandung didalm hati tersebut disampaikan kepada orang tua untuk ditindak lanjuti.
• Akan tetapi apabila semua pihak baik bujang dan gadis, maupun kedua belahpihak keluarga sudah saling bersepakat maka perkawinan dapat saja dilangsungkan, walaupun belum berkenalan dan mengadakan pertemuan terlebih dahulu.
• Laki-laki maupun perempuan yang sedang berumah tangga tidak dibenarkan untuk mengadakan pertemuan seperti datas.
• Apabila orang tua melihat anaknya telah berkinginan untuk melanjutkan hubungan muda mudinya ke jenajgn yang lebih serius, maka oleh orang tua, terutama oleh orang tua laki-laki yang akan meminangkan anaknya, terlbih dahulu dijelaskan beberapa prinsip perkawinan yang perlu dipahami oleh si anak dengan memberikan alasan bahw: perkawian itu adlah merupakan lahir bathin yang sacral (Suci), ayng kokoh mengingat kedua belahpihak suami istri dalam kehidupan berumah tangga yang bahagia, berlangsung kekal samo diduania, abadi samo diakhirat.
• Perkawianan itu harus dilakukan dengan bersendikan syarak supaya sah menurut agama dan jangan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinyo dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
• Perkawinan boleh dilakukan dalam satu suku atau dengan suku lain, maksudnya supaya beruleh panjang berkampuh lebah, sehingga semakin banyak tidak dilarang perkawinan sepupu, baik sepupu tidak dilarang perkawinan sepupu, baik sepupuh karena ayah dengan ayah bersaudara, ibu sama ibu bersaudra, maka dengan anak saudara perempuan ayah dan anak saudara laki-laki ibu, artinya adat bersendi syarak padi balik keladang emas balik ke Puro.
• Perkawinana beukanlah semata-mata persoalan pribadi antara calon pengantin, melainkan melibatkan tanggung jawab orang tua, nenek-mamak dan tuo tengganai bahkan pada hakikatnya merupakan hutang bagi orang tua yaitu ayah untuk mengantarkan anaknyo berumah tango, terutamo anak betino.
• Bila terjadi lamaran ditolak, atau tidak mendapat restu dari salah satu pihak orang tua, boleh kawin lari dengan syarat:
a. Bujang gadis tersebut larinya kerumah Hakim Agama atau Ketua Lembaga Adat.
b. Orang tua/Wali bersedia menikahkan atau membayar denda. Hakim/Ketua Lembaga Adat bersedia menampung bujang gadis tersebut.
c. Umur bujang gadis tersebut sudah mencapai usia akil-balikh yaitu gadis yang telah terkan haid/menstruasi lebih kurang berusia 15 tahun, bujang telah mampu bekerja sebagaimana umurnya orang Desa mencari nafkahnya.

b. Duduk Betanyo.

Untuk melakukan pendekatan lebih lanjtu hubungan muda-mudi kejenjang yang lebih serius yaitu pernikahan, maka dari pihak orang tua laki-laki mengutus keluarga untuk menanyakan kepada pihak perempuan sudah ada yang punya atau belum dan sebagainya yang dinamakan duduk betanyo, atau ada juga yang menyebutnya duduk betanyo tegak betuik atau Sirih tanyo pinang tanyo. Apabila telah terdapt kesepakatan, maka didudukkan atau diletkkan tando sesuai dengan eco pakai setempat, atua bertimbang tando

Adapun urut-urutan melakukan duduk bertanyo adalah:
• Dengan mengirim utusan atau menti kepada pihak gadis, menanyakan apakah sigadis sudah kundangan orang (tunangan orang) atau belum, sambil menjelaskan kepada pihak orang tua sigadis bahwa antara sibujang dan sigadis hatinya sudah terpaut satu sama lain pada waktu menyampaikan penjelasan dan menanyakan segala sesuatunya mengenai sigadis, utusan atau menti sebaiknya menggunakan bahasa adat. Kalau sudah ada kesesuain maka utusan atau menti pada akhirnya menyerahnkan bungo nan berangkai, buah nan betampuk berupa lepak sirih kepada pihak orang tua sigadis.
• Bila jawaban yang diterima dari keluarga sigadis, ternyata sigadis sudah dinodia orang atau menjadi tunangan orang lain, maka pinangan itu harus dihaentikan tidak boleh ditindak lanjuti dengan melamar, tidak dibenarkan melamar gadis yang sudah dilmara dan sedang menjadi tunangan orang karena resikonya yang meletakkan tando atau melamarnya, maka pihak sibujang boleh menindak lanjuti duduk betanyo dengan mengirim utusan resmi yaitu nenek-mamaknya kepada pihak sigadis dengan membawa sirih tanyo pinang tanyo sebagai tanda pengikat berupa:
 Pakaian perempuan sepelusuan
 Sirih pinang senampan.
 Cincin emas belah rotan.

Penyerahan sirih tanyo pinang tanyo kepada keluarga pihak sigadis adalah merupakan pertanda bahwa sibujang melamar sigadis, dan akan menyemendo kepada keluarga sigadis.

• Orang tua pihak sigadis tidak dapat serta merta menerimo ataupun menolak lamaran tersebut, karena walaupun sebagi orang tua merekalah yang mengurus dan membesarkan sigadis atau peribahasanya mengeluarkan pagi, mengurung sore, akan tetapi perlu bagi orng tua sigadis memusyawarahkannya terlebih dahulu kepada sanak-saudara, sanak-mamak sigadis, suku serta nenek mamak dan tengganai dalam keluarga.
• Bila sudah duduk bertunangan, maka akan berlakulah ikat buat janji semyo yiaitu apabila pihak laki-laki mungkir janji dan memutuskan pertunangan secar sepihak, maka sirih tanyo pinang tanyo dinyatkan hilang atau disebut emas terlucir pulang mandi. Apabila sigadis yang memutuskan pertunanagan secara sepihak maka sirih tanyo pinang tanyo dikmebalikan dua kali lipat atau disebut so balik duo.
• Tindak lanjut dari pertunangan, maka nenek-mamak kedau belah pihak akan mengadakan pertemuan beriktunya untuk membicarakan dan menentukan:
 Tingkat adat yang akan diisi dan lumbago yang akan dituang.
 Hari mengisi adat menuang lumbago
 hari pelaksanaan akad nikah atau ijab Kabul
 Menentukan mas kawin/mahar, sesuai permintaan calon pengantin.
 Hari ulur antar serah terima penganten atau hari labuh lek atau disebut juga hari peresmian pernikahan.

c. Mengisi Adat Menuang Lembago.

Pada hari yang telah ditetapkan bersama, maka dilaksanakan upacara mengisi adat menuang lumbago atau disebut juga hari ulur antar searah terima adat Adapun adat dan lumbago ituada dua macam, yaitu adat lumbago yang penuh dan adat lumbago yang minimal.

Adat lumbago yang penuh adalah:
Yang berupa adat:
• Emas murni seberat 3,5 tail.
• Bedil selaras yang bermakna kecil kawan mencari. gedang kawan menjemput.
• Tombak sebatang yang bermakna titian jalan kejenang, tango jalan rajo.
• Timbangan emas bermakna rajo adil rajo disembah, rajo zalim rajo disanggah.

Yang berupa lembago.
• Kerbau seekor, beras seratus, kelapa seratus tali (duaratus butir) selemak semanis.
• Seasam segaram
• Ayam tujuh ekor bermakna anak elang beranak tujuh
• Sirih bergagang
• Pinang bertandan
• uang tunai
• Pakaian permpuan dua pelulusan
• Isi kamar berupa : tempat tidur, almaripakaian, bercermin.
• Akan tetapi isi kamar tidak termasuk lembago, hanya berupa harta bawaan oleh pihak laki-laki kalau terjadi perceraian harta bawaan dibawa kembali.

Adapun adat dan lembago minimal terdiri dari tiga tingkatan. Tingkat pertma dinamakan tingkat adat penuh keatas (lek balik ke negeri) adalah:

Adanya berupa:
• Uang Tunai.
• Pakaian perempuan sepelulusan.

Lembago berupa:
• Kerbau seekor, beras seratus, kelapo seratus tali (dua ratus butir) selemak semanis.
• Seasam segaramnya.
• Tingkat kedua dinamakan tingkat adat menengah (lek balik ke nenek-mamak).
• Adanya sama dengan tingat pertama.

Lembago adalah:
Berupa kambing seekor, beras dua puluh gantang, kelapa duapuluh tali (empat puluh butir) selemak semanis seasam segaramnyo.

Tingkat ketiga dinamakan tingkat adat penuh kebawah lek balik ke tenggani). Adatnya sama dengan tingkat pertama.

Lembagonya adalah berupa: Ayam dua ekor (prinsipnya kaki empat) beras dua gantang, kepala dua tali selemak semanis seassam segaramnya.

Adat dan lembago diantarkan oleh pihak nenek-mamak laki-laki dengan arakan dan iringan dari Rumah pihak laki-laki kerumah pihak perempuan.

Sesampainya arak-iringan dirumah pihak perempuan mak dilakukan upacara Mengisi Adt Menuang Lembago Ulur Antar Serah Terima Adat Serah Terima Adat, Sesuai dengan ikat buat janji semayo yang telah dilakukan pada waktu lamaran ditermia oleh nenek-mamak pihak keluarga perempuan. Ada pula yang Menamakannya mengantar belanjo.

Sesampainya arak-iringan dirumah pihak perempuan maka dilakukan upacara Mengisi Adat Menuang Lembago Ulur Antar Serah Terima Adat. Serah Terima Adat, sesuai dengan ikat buat janji semayo yang telah dilakukan pada waktu lamaran diterima oleh nenek-mamak pihar keluarga perempuan. Ada pula yang menamakannya mengantar belanjo.

Upacara dimulai dengan kedua pihak lain dari nenek mamak laki-laki yang diseubut pengantar dan nenek-mamak perempuan yang disebut penunggu mengadakan dialog dengan menggunakan bahasa adt, berkenaan adat yang akan diisi dan lembago yang akan dituang.

Setelah dialog antara pihak pengantar dan penunggu, dan adat dan lembago, yang diantarkan telah diperiksa, maka diberikan petunjuk dan nasehat olehnenek mamak yang disebut penengah maka acara diakhiri dengan berjabatan tangan antara pihak pengantar danpenunggu.

Selanjutnya setelah selesai uapcara antaran adat dan lembago, maka acara dimajukan dengan upacara akad nikah/ijab Kabul.

d. Hari Pernikahan/Ijab Kabul.

Hari Pernikahan, dan hari peresmian pernikahan atau hari perhelatan atau hari labuh lek, telah disepakati pada waktu perundingan setelah lamaran diterima oleh nenek-mamak dari pihak perempuan ada yang dilangsungkan pada hari mengisi adat menuang lembago yaitu setelha upacara ulur antar serah terimo adat dan lembago ada pula yang mentapkan pada hari yang lain. Kalau telah disepakati oleh kedua belah pihak bahwa hari pernikahan/ijab Kabul dilaksanakan pada hari yang sama. maka setalah selesai upacara ulur antar serah terima adat dan lembago, pihak pengantar akan berpantun, demikian bunyinya:

Dari Muaro Buat ke Batang Asai,
Singgah berhenti di kebon para,
Kerjo adat sudah selesai,
Kami menunggu kerjo Syara’

Adakalanya hari, pelaksanaan adak nikah atau ijab Kabul ditangguhkan mendekati hari peresmian pernikahan atau hari labuh lek. Pada hari yang sudah disepakati bersama antara nenek-mamak pihak laki-laki dan perempuan, maka dilaksanakan upacara akad nikah atau ijab Kabul antara mempelai laki-laki an mempelai perempuan, yang merupakan kewajiban hukum syarak.

Beberapa peresmian dan urutan-urutan perlaksanaan akad nikah atau ijab Kabul adalah sebagai berikut:
1. Masing-masing calon pengantin harus mengambil surat izin nikah yang dikeluarkan oleh kepala Desa/Lurah berdasarkan domisili masing-masing dan surat lain sesuai peraturan/undang-undangan yang berlaku.
2. Surat-surat tersebut didaftarkan kekantor urusan agama KUA kecamatan yang mewilayahi tempat tinggal atau domisili calon pengantin perempuan sekaligus mengundang kepala KUA atau PPN untuk mencatat dan menyaksikan pelaksanaan akad nikah atau ijab Kabul hari yang telah ditentukan.
3. Yang menjadi wali nikah terutama sekali ayah kandung pengantin perempuan, kalau tidak ada lagi maka urutannya akan ditentukan oleh kepala KUA atau PPN, bukan atas dasar urutan umur dalam keluarga.
4. Yang memimpin Ijab Kabul sebaiknya adalah langsung dilaksanakan oleh wali nikah, namun boleh diwakilkan kepada PPN sesuai dengan kesepakatan antara wali nikah dengan PPN.
5. Menunjuk dua orang untuk menjadi saksi pada waktu pelaksanaan ijab Kabul, sebaiknya seorang dari nenek mamak pihak laki-laki dan seorang nenek-mamak dari pihak perempuan.
6. Kepala KUA dan PPN memberikan petunjuk-petunjuk, mencatat dan menuntun calon pengantin laki-laki mengucap syahadat, mengucap istighfar, mengajarkan pengantin laki-laki untuk menerima ijab Kabul, dan mengucapkan khotbah nikah, serta do’a khusus pengantin.
7. Khotbah nikah dan do’a khusus pengantin dapat pula dimintakan membaca dan mendoakannya kepada alim ulama yang hadir.
8. Nenek-mamak dari pihak pengantin perempuan menentukan dan mengatur:
a) Pakaian yang dipakai calon pengantin untuk pelaksanaan akad nikah.
b) Alas tempat duduk calon pengantin waktu pelaksanaan akad nikah.
c) Kehadiran calon pengantin perempuan untuk mendampingi pengantin laki-laki waktu pelaksanaan akad nikah.
d) Masing-masing pengantin saling memasang cincin.
e) Berjabat tangan dan sang istri mencium tangan suaminya.
f) Sujud kepada dua orang tua kedua belah pihak, menyalami para nenek-mamak tua tengganai dan alim ulama serta ibu-ibu yang hadir.
g) Menentukan siapa-siapa nenek-mamak, tua tengganai dan alim ulama yang harus hadir dalam pelaksanaan akad nikah.
h) Sesudah akad nikah, pengantin laki-laki membaca taklik thalak yang redaksi resminya dari PPN.
i) Mahar atau mas kawin boleh berupa emas, uang tunai, atau seperangkat alat shalat, sesuai dengan persetujuan pengantin perempuan.
j) Mahar atau mas kawin diserahkan langsung oleh pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan atau melalui wali nikahnya, segera setelah akad nikah.
k) Kain pelangkah sujudnya berupa kain sarung perempuan atau sesuai dengan apa yang diminta oleh abang/kakak perempuan yang kena langkah. Apabila permintaanya melampaui batas kewajaran, maka akan ditentukan oleh nenek mamak kedua belah pihak.
l) Segera setelah penyerahan mahar atau mas kawin, maka kain pelangkah diserahkan oleh suami kepada isterinya untuk diberikan kepada abang atau kakak perempuannya yang terlangkah.
m) Setelah acara akad nikah atau ijab Kabul pengantin laki-laki serta arak dengan iringannnya kembali kerumah orang tuanya.

Meskipun menurut syarak kedua pengantin sudah sah sebagai suami istri, namun kepada keduanya diminta untuk membatasi diri sampai pelaksanaan peresmian pernikahan atau labuh lek.

Demikian tata upacara dan persiapan-persiapan yang harus dilakukan oleh para nenek-mamak dan tuo tengganai dari pihak pengantin perempuan untuk mensukseskan prosesi akad nikah atau ijab Kabul.

e. Ulur Antar Serah Terima Pengantin (Labuh Lek)

Pada hari perhelatan peresmian pernikahan, pada jam yang telah ditentukan pengantin laki-laki diantar oleh nenek-mamak dan tuo tengganai serta anak dengan iringannya kerumah pengantin perempuan. Setelah sampai dihalaman rumah pihak pengantin perempuan maka dimulailah pelaksanaan Upacara ulur antar serah terrima Pengantin, yang dilaksanakan oleh nenek-mamak tuo-tengganai serta arak dengan iringannya kerumah pengantin perempuan. Setelah sampai dihalaman rumah pihak pengantin perempuan maka dimulailah pelaksanaan upacara ulur antar serah terima pengantin, yang dilaksanakan oleh nenek-mamak tuo-tengganai dari pihak pengantin laki-laki yang disebut pengantar kepada nenek mamak dri pihak pengantin perempuan sebagai penunggu.

Upacara Ulur antar Serah terima pengantin baru dapat diselesaikan dan diterima oleh kedua belah pihak setelah rundingan diputuskan oleh pihak penengah selanjutnuya baru pengantin dipertemukan dan didudkkan pada tempatnya, kemudain dilakukan tunjuk ajar oleh ketua adat terakhir diumumkan melalui. Upacara ini juga disebut sebagai upacara sedekah Labuh lek.

Pelaksanaan antar serah terima pengantin selain dilakukan dirumah keluarga pihak pengantin perempuan, dapat pula dilaksanakan dib alai pertemuan atau gedung lain yang dapat difungsikan sebagai gedung pertemuan.

Persiapan dan urut-urutan pelaksanaan upacara ulur antar serah terima pengantin adalah sebagai berikut.

Acara menjemput pengantin laki-laki

1. Nenek-mamak dan tuo-tengganai dari pihak pengantin perempuan datang menjemput pengantin laki-laki.
2. Sesampainya dirumah pengantin laki-laki, maka nenek-mamak dan tuo tengganai pengantin perempuan melalui juru bicaranya mengajukan maksud kedatangannya sambil menyerahkan tapak sirih, sambil mengajak makan sirih.
3. Nenek-mamak tuo tengganai dan pengantin laki-laki setelah menerima tapak sirih dari nenek mamak pengantin perempuan membalas memberikan tapak sirih kepada nenek mamak pihak pengantin permpuan, sambil minta dicicipi pula sirihnya.
4. Selesai makan sirih maka dimulai perundingan melalui juru bicara masing-masing pihak mengenai rencana penjemputan pengantin laki-laki, setelah terdapat kesepakatan kedua pihak, maka berangkatlah pengantin laki-laki didampingin nenek-mamak penjemput dan nenek mamak pengantar dengan segala arak dengan iringannya kerumah pengantin perempuan.
5. Pengantin laki-laki diarak di atas burung garuda, dikawali oleh pasukan pencak silat dan diiringi oleh tabuhan kompangan setelah sampai dihalaman rumah pengantin perempuan dilakukan pula acara menerima arakan pengantin oleh pihak pengantin perempuan, sebagai berikut:

Acara yang dilakukan dihalaman:
1. Sesampainya arak dan iring pengantin laki-laki dihalaman pengantin perempuan, maka disambut dengan pencak silat.
2. Kemudian dilakukan kato menjawab dan gayung bersambut antara juru bicara pihak pengantar dan juru bicara pihak penunggu.
3. Setelah selesai dilakukan kato menjawab gayung bersambut dan rombongan nenek mamak tuo tengganai serta arak dan iringnya dipersilahkan masuk, maka dilakukan tabur beras kunyit oleh ibu-ibu dari pihak pengantin permpuan.
4. Selanjutnya nenek-mamak dari pihak pengantar dipersilahkan naik ke atas pentas yang dipersiapkan yang disebut Balairung Sari.

Acara yang dilakukan di Balairung Sari adalah:

1. Nenek-mamak pengantar melalui juru bicarnya mengadakan kato berjawab gayung bersambut lagi dengan nenek mamak pihak penunggu.
2. Kemudian setelah selelsai kedua pihak melaksanakan kato berjawab gayungh bersambut, maka perundingan diangkat kepada nenek-mamak penengah. Nenek mamak penengah mengadakan penelitian terhadap perundignan kedua belah pihak dan memberikan petuah-petuahnya. Setelah selesai petuah-petuahnya dari pihak nenek-mamak penengah, maka kedua belah pihak nenek-mamak pengantar dan penunggu berjabatan tangan. Selanjutnya pengantin laki-laki dibawa oleh nenek-mamak pihak pengantin perempuan ke dalam rumah menuju bili atau tempat pengantin perempuan, sesampainya didepan bilik atau kamar pengantin perempuan diadakan acara buka lanse (buka pintu)

Adapun acara buka lanse adalah sebagai berikut:

a. Sesampainya pengantin laki-laki didepan bilik atau kamar pengantin perempuan juru syair pengantin laki-laki melantunkan syairnya yang mengatakan kedatangan pengantin laki-laki dan memohon dibukakan pintu atau lanse.
b. Kemudian dijawab oleh juru syair pengantin perempuan, dengan mengemukakan syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pengantin laki-laki, untuk membuka pintu atau lanse.
c. Setelah terdapat kesepakatan dari juru syair maka untuk membuka lanse, bartulah dapat dipertemukan pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan. Setelah pengantin laki-laki masuk kedalam bilik dan dipertemukan dengan pengantin perempuan,m maka keduanya dibawa oleh nenek-mamak ketempat timbangan pengantin.

Adapun acara ditempat timbangan adalah:

a. Pertama pengantin perempuan dinaiki ke atas timbangan dan ditimbang dengan anak timbangan berupa kebutuhan pangan, sebagai lambing kemakmuran.
b. Kedua pengantin laki-laki ditimbang dengan anak timbangan dari bahan yang sama. Setelah it terus dibawa tempat ayunan, sebagai perlambang bahwa kedua pengantin telah memasuki masa peralihan dari masa kanak-kanaknya, dan diayun sebagai terakhir kalinya selama masa kanak-kanaknya.

Acara ditempat ayunan adalah sebagai berikut:
a. Dihalaman atau didepan rumah nan Bagonjonmg kedua pengantin menginjak kepala kerbau.
b. Setelah disiram dengan santan manis, lalu dibilas dengan air bersih dan dikeringkan oleh petugas yang ditunjuk oleh nenek-mamak pengantin perempuan.
c. Selanjutnya kedua pengantin dibawa masuk kerumah nan Begonjong.

Acara dirumah nan Begonjong adalah:

a. Bahwa mereka berdua mengikuti ketentuan adat bersendi syara’ syara’ bersendi kitabullah.
b. Tunjuk ajar dari pemuka adat atau kedua lembaga adat setempat.
c. Rumah nan Begonjong terdiri dari:
• Halaman nan bersapu adat.
• Beranggo tanduk yaitu kepala kerbau.

Struktur rumah nan Bagonjong terdiri dari:

Bangunan bersegi delapan, perlambang undang nan delapan.

1. Setelah sampai diputro kedua mempelai didudukkan dengan posisi pengantin laki-laki duduk disebelah kanan dan pengantin perempuan duduk disebelah kiri.
2. Setelah itu disuapkan nasi sapat, yaitu nasi kunyit panggang ayam atau nasi senokono, oleh kedua belah pihak orang tua mempelai dan nenek mamak kedua pengantin. Suapan nasi sapat adalah perlambang bahwa telah berakhirnya masa anak-anak dan mulai saat itu berarti sang anak telah menjadi dewasa.

Acara pengumuman atau Iwa.

Setelah selesai penyuapan nasi sapat, maka dilakukan pengumuman mengenai telah dilaksanakan pernikahan dan peresmiannya serta mengumumkan telahterjadi persemendoan antara kedua pihak keluarga dan semakin lebarnya kekeluargaan dan kekerabatan oleh petugas yang telah ditunjuk dan ahli dibidangnya.

Pembacaan Doa.

Seluruh rangkaian acara ditup dengan doa sebagai ungkapan rasa syukur atas telah terselenggaranya perhelatan dengan selamat, dan mohon keselamatan bagi kedua mempelai dan seluruh keluarga serta hadirin sekalian yang hadir.

f. Pelaksanaan Upacara Adat.

Adapun para pelaksana yang terlibat dalam upacara adat adalah sebagai berikut:

1. Penjemput.

Adalah nenek mamak dari pihak pengantin perempuan yang bertugas menjemput pengantin laki-laki pada awal acara dihari peresmian pernikahan.

2. Pengantar.

Adalah nenek-mamak dari pihak pengantin laki-laki yang mengantarkan pengantin laki-laki dengan arak dan iringannya kerumah pengantin perempuan. Melaksanakan kato berjawab dengan nenek-mamak dari pihak pengantin perempuan.

3. Penunggu.

Adalah nenek-mamak dari pihak pengantin perempuan yang menerima kedatangan penantin laki-laki dan melaksanakan kato berjawab dengan nenek mamak dari pihak pengantin laki-laki dalam serah terima pengantin.

4. Penengah

Adalah nenek-mamak yang meluruskan perundingan dari nenek mamak kedua pihak pengantin dalam kata berjawab. Keputusan terakhir perundingan kedua pihak nenek-mamak pengantin diputuskan oleh penengah. Nenek-mamak penengah memberikan petuah-petuah kepada kedua pihak agar hubungan kekeluargaan dan persemendoan menjadi seperti kata adat, belulah nak panjang, berkampuh nak lebar.

5. Penyair.

Adalah yang bertugas untuk berjawab syair dalalm acara membuka lanse, yaitu seorang penyari laki-laki yang mendampingin pengantin laki-laki, dan seorang penyair perempuan yang mendampingi pengantin perempuan.

6. Tunjuk Ajar.

Tunjuk ajar disampaikan oleh nenek-mamak yang dituakan atau ketua lembaga adat

7. Iwa.

Adalah pengumuman mengenai telah diresmikannya dua anak manusai dlaam suatu ikatan pernikahan yang akan membentuk keluarga baru dalam masyarakat. Pada kesempatan pengumuman ini disampaikan terima kasih kepada sanak keluarga yang hadir atas undangan, dan mohon do’a restu bagi keselamatan keluarga yang baru berumah tangga.

8. Grup Kesenian Kompangan.

Adalah yang bertugas mengiringi pengantaran pengantin laki-laki kerumah pengantin perempuan.

9. Grup Pencak Silat.

a. Satru grup bertugas mengawali pengantin laki-laki dalam arak-arakan menuju kerumah pengantin perempuan.
b. Satu grup bertugas untuk menerima pengantin dengan arak dan iringannya dengan pencak silat dihalaman rumah pengantin perempuan satu grup betugas untuk menerima pengantin dengan arak dan iringannya dengan pencak-silat dihalaman rumah pengantin perempuan.

Berkenaan dengan kata-kata seloko adat yang dipakai dalam setiap kesempatan acara yang dilakukan dlama ulur anatar serah terima yang pengantin disajikan pada sub bab berikut.

g. Kata-kata adat dalam upacara.

Dalam setiap upacara acara senantiasa dipergunakan kata-kata adat dalam kato berjawab gayung bersambut yang dilakukan kedua belah pihak nenek mamak yang terlibat dalam upacara tersebut diantaranya dinukilkan dibawah ini beberapa kata-kata adat yang lazim dilakukan dalam setiap upacara.





1. Ulur Antar Serah Terima Adat.

a. Kato Beja’wab di Halaman.

Yang datang Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Yang nunggu Mu’alaikum Salam Wr. Wb.
Yang datang Datuk-datuk Nenek-mamak,
Tuo-tuo tengganai, Alim Ulama,
Cerdik Pandai yang gedang bergelar,
Yang kecil bernamo kok gedang idak diimbau
gelarnyo, nan kecik idak pulo disebut namonyo.
Ibu-ibu nan berderau gelang ditangan nan bersentok
cincin di jari berkain ujung serong, yang bersanggul
lipat pandan. Manolah kami sebanyak iko, kami susun jari nan sepuluh kami, tunduk kepalo yang satu.
Ampun-ampun kepado yang tuo-tuo, minta maaf kepada yang banyak.

yang , nunggu Yo Yo

Yang datang.
Berangkai kami iko kok berjalan lah sampai ke batas,
berlayar lah sampai pulo ke pulau.
Kalu berjalan lah sampai ke batas kok berlayar lah
sampai pulo ke pulau ia boleh kami ko berkato
sepatah berunding agak sebaris, sebab bak pantun anak
mudo, jauh-jauh kapal melintang
tampak bendera puan kemudi
Dari jauh kami ko datang
ado niat dalam hati.

Yang nunggu
Ooo macam itu maksudnyo, mako datuk kato-kato
Petuah orang tuo-tuo kito, idak elok becakap di tengah
laman kok berunding sepanjang jalan, apo bunyi
petuah orang-orang tuo-tuo kito yang sebagaimano
dalam pantun seloko.

Batang belimbing ditengah laman
Uratnya menyurk ke bawah rumah
Idak elok kito brunding ditengah laman,
Elok kito naik ke atas rumah

Hendak duo pantun seiring
Batang Cempedak ditengah laman.
Uratnyo susun betindih
Idak elok kito tegak dilaman.

Elok kito naik makamakan sirih.

Tanggo lah kami tegakkan kok lawang lah kami bukak,
tikar lah kami bentang pulak, silahkan datuk-datuk segalonyo naik ke rumah

Yang datang Macam iko datuk, kami nan sebanyak
iko takut kalu cepat kaki salah
langkah, cepat tangan salah limbe, cepat mulut salah
kato, elok jugo kami betanyo, kalau naik ke rumah
datuk-datuk ado idak larang kedengan pantangnyo.

Yang nunggu
maksudkan, sebenarnyo larang dengan pantang itu
idak ado,
cumin yang ado eco dengan pakai!
Yang mano yang tereso terpakai bak kato kato adat

Kok tepian berpagar dengan baso
Kok rumah berpagar dengan adat
Kok halaman bersapu dengan undang
Selingkung bendul di luar selarik bendul didalam
Adalah Eco dengan pakai larang dengan pantang,.
Jadi… kalu datuk-datuk bertemu dengan berebo
jangan dilerak, kalu bertemu yang bersawar jangan ditempuk
kalu berebo datuk kelak yang bersawar datuk
tampuh, nah….io….apo biloo ditegur hantu rimbo
dem panas kalu ditegor nenek mamak utang nan akan tumbuh.

Yang datang
Nah…..jelaslah kami itu… dengan oleh kito nan banyak io
Kalu lah macam itu lah kami ko naik.
Yang nunggu silohkan Datuk dan silahkan.

2. UPACARA KELAHIRAN ANAK.

Setelah pernikahan, rumah tangga yang baru dibina itu tentulah mengharapkan kelahiran anak/bayi sebagai buah kasih saying suami istri. Begitu pula kedua orang tua kbelah pihak mengharapkan dapat segera menggendong cucu. Kalau sudah mendapat rido dari Yang Maha Kuasa, tentulah kana terjadi kehamilan pada isteri muda tersebut. Apabila sudh hamil maka dimulailah persiapan menanti kelahiran bayi dan acara demi acara akan dilakukan sampai sang bayi akil baligh


a. Nuak Atau duduk Dukun.

Nuak ataupun duduk dukun ataupun memberi tanda kepada dukun yang membantu untuk melahirkan dilakukan pada waktu kehamilan sang isteri mencapai usia tujuh bulan. Pada waktu itu sudah tiba saatnya untuk menentukan kepada siapa meminta bantuan waktu melahirkan anak.

Upacara duduk dukun ini adalah berupak melakukan sedekah ketan berinti pada pagi hari dengan membaca do’a keselamatan calon bayi dan ibunya. Sedekahnya dilakukan secara sederhana dengan mengundang beberapa orang tua, tetangga dan keluarga.

Kemudian ketan berinti tersebut diantarakan kerumah-rumah tetangga sampai kerumah dukun yang akan membantu melahrikan tersebut untuk dukun diberikan ketan kuning yang disebut nasi kunyit dengan lauk pauk semampu yang melaksanakan dan diberikan juga beras dan asam garamnya.

Ketan berinti yang dibagi-bagikan ini tetap dilaksanakan untuk keselamtan calon bayi dan ibunya yang biasanya ada yang menyebutnya dengan sedekah nujuh bulan.


b. Upacara Tetak Tali Pusat.

Setelah cukup umur kehamilan maka bayi yang dikandung sang istripun lahir dengan selamat. Untuk itu diadakan acara menetak tali pusat, setelah itu balinya dibungkus dengan kain putih dan dimasukkan ke dalam tempat yang pantas, kemudain ditanam didekat rumah serta tiga malam pertama dinyalakan lampu pelita.

c. Upacara Basuh Tangan.

Setelah sang bayi dilahirkan, pada hari ketujuh dilakukan upacara basuh tangan. Upacara basuh tangan ini adalah untuk membasuh tangan dukun yang telah membantu melahrikan bayi mengolah darah nifas yang melahirkan pada waktu itu dilakukan sedekah alakadarnya dan sang suami meminta maaf kepada dukun atas segala bantuan dan kerjanya yang mengotorkan tangan karena darah.

Pada waktu sekarang uapcara basuh tangan ini ditujukan orang tua atau keluarga yang membantu mencuci kotoran darah nifas, bagi mereka yang karena melahirkan dengan bantuan bidan.

3. Upacara Cukuran, Pemberian Nama dan Kekah.

Upacara cukuran, pemberian nama dan kekah dilakukan antara setelah melahirkan dan biasanya paling alam sampai empat puluh hari setelah melahirkan, tergantung kesempatan dan kemampuan. Tetapi yang paling lazim dilakukan pada hari ketujuh.

Pada upacara cukuran ini diresmikan pula pemberian nama kepada si bayi, juga melakukan pencukuran rambut dalam acara Marhaban setalh dibacakan berjanji pencukuran rambut sibayi dilakukan oleh tuo tengganai dan alim ulama setempat, serta dibacakan do’a untuk keselamatan sang bayi selama hidupnya oleh imam atau ulama yang hadir.

Upacara ini dilanjutkan dengan sedekah dengan menyembelih kambing untuk kekah bagi seorang bayi. Upacara kekah bagi sibayi merupakan pemotongan seekor kambing jantan yang telah cukup umur, yaitu umur dua tahun dan sehat.

Waktu penyembelihan dipasang niat oleh yang menyembelih untuk kekah sibayi, dan kemudian dagingnya dipergunakan untuk keperluan sedekah mencukurkan bayi.

4. Sunat Rasul.

Setelah sang bayi mendekati masa atau palin lambat mencapai akil baligh, yaitu antara umur 7 (tujuh) tahun sampai 13 tahun bagi anak laki-laki, dilakukan upacara sunat rasul.

5. Tradisi Upacara Adat Jambi.

Upacara adat adalah bentuk kegiatan masyarakat adat Jambi, sebagai bentuk pengejawantahan dari norma-norma kebiasaan masyarakat adat. Oleh karena itu upacar adat merupakan sesuatu kegiatan yang sangat penting demi untuk menjaga serta melestarikan budaya adat Jambi.

Adapun jenis-jenis upacara adat yang sering dilakukan oleh masyarakat adat Jambi adalah sebagai berikut:

a) Upacara Pemberian Gelar Adat.

Pemberian gelar adat diberikan kepada umumnya kepada Tokoh Adat atau Kepada Kepala Pemerintahan yang berhasil membina dan mengembangkan serta melestarikan budaya adat serta berhasil mencipatakan rasa aman, tenteram dan damai pada tata kehidupan masyarakat adat. Oleh karena itu pemberian gelar adat diberikan secara selektif serta pertimbangan yang sangat ketat. Upacara pemberian Gelar Adat dilakukan dengan serangkaian kegiatan sebagai berikut:
1. Pengukuhan Secara Adat.
Pengukuhan dapat diartikan sama dengan pelantikan. Oleh karena itu untuk memperjelas serta memperkuat kedudukan seseorang yang diberi gelar adat perlu diadakan upacara pengukuhan.

2. Sebelum pelaksanaan upacar pengukuhan ini terlebih dahulu diadakan musyawarah adat oleh tokoh-tokoh adat untuk menentukan hari yang baik, setelah disepakati pada hari yang ditentukan maka kepada yang akan diberi gelar adat dibertahu tentang rencana pelaksanaan upacara pengukuhan tersebut.

Urut-urutan pelaksanaan pengukuhan pemberian gelar adat adalah sebagai berikut:
a. Pada Upacara Penjemputan.

Setelah ditentukan oleh ketua Lembaga Adat, maka para nenek mamak diperintahkan untuk menjemput dan berangkat menuju kediaman tokoh ayang akan diberi gelar adat.

Sesampainya dirumah tokoh yang akan diberi gelar tersebut, langsung disambut langsung oleh para nenek mamak dari tuan rumah.

Selanjutnya diadakan perundingan secara adat untuk membawa tokoh tersebut ke Balairung Sari dengan didahului saling menyerahkan tepak sirih.

Setelah perundingan selesai, dan dicapai kesepakatan, maka berangkatlah tokoh yang akan diberi gelar beserta rombongan nenek mamak kedua belah pihak serta dikawal oleh grup pencak silat.

Acara Selanjutnya sesampainya rombongan dihalaman Balairung Sari, disambut dengan tabuhan kesenian kompangan, dan disambut dengan pencak silat.

Dilakukan upacara penyambutan dengan disambut tari kehormatan sekapur sirih sebagai tari persembahan

Dilanjutkan kakinya disiram dengan santan bermanis, kemudian dibilas dengan air bersih lalu dikeringkan.

Kemudian dibawa masuk ke Balairung sari sampai ditaburi beras kunyit.

Sesampainya di dalam Balairung Sari pihak penjemput melaporkan kepada ketua lembaga adat bahwa yang dijemput telah sampai.

Setelah diterima oleh ketua lembaga adat maka upacara pengukuhan segera dapat dimulai.


b. Pengukuhan.

Pada upacar pengukuhan dilakukan dengan urut-urutan sebagai beriktu:
• Pembacaan Surat Keputusan Ketua Lembaga Adat tentang pemberian gelar adat.
• Kata-kata pengukuhan oleh ketua lembaga adat.
• Pelaksanaan penyisipan keris oleh ketua lembaga Adat.

c. Kata Sambutan.

Kata sambutan dilakukan setelah serangkaian acara inti selesai dilaksanakan yang dilakukan oleh:
• Kata Sambutan oleh Ketua Panitia.
• Kata sambutan oleh Tokoh adat yang telah ditunjuk.
• Kata sambutan oleh ketua Lmbaga Adat



BAB IV
PERAN LEMBAGA ADAT JAMBI DALAM
MENUNJANG PEMBANGUNAN DAERAH

A. URGENSI LEMBAGA ADAT JAMBI DALAM KAITANNYA DENGAN KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN DAERAH.

Pembangunan daerah Jambi adalah bagian yang tidak dapt dipishakan dari pembangunan Nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spritiuiil berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara kesatuan republik Indonesia.

Secara garis besar tujuan pembangunan daerah Jambi:
1. Untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat yang semakin merata dan adil.
2. Meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya dengan mengusahakan terwujudnya struktur ekonomi yang seimbang antara sektor pertanian dan industri.
3. Mengubah tatanan ekonomi masyarakat tradisional yang semakin besar tergantung pada komoditas karet kepada bentuk pertanian yang maju dan dinamis.

Kebijaksanaan pembangunan daerah tersebut dilandasi oleh trilogi pembangunan yaitu pemerataan pembangunan yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas nasional dan regional yang sehat dinamis.

Terwujudnya keadilan sosial yang makin merata melalui pelaksanaan pembangunan dengan memperluas delapan jalur pemerataan, harus didukung oleh laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Kebijakan pembangunan daerah Jambi akan diarahkan kepada peningkatan pembangunan masyarakat pedesaan melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusai dalam rangka swadaya masyarakat pedesaan, perlu meningkatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta mengolah dan memasarkan hasil produksinya sehingga masyarakat desa makin mampu menggerakkan dan memanfaatkan segala dana dan daya yang ada padanya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Program pembangunan uyang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah ini sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang telah diatur oleh Undang-undang No.5 tahun 1974 tentang pokok pemerintahan di daerah yang menyatakan daerah berhak, berwenang dan berkewajiban mengurus rumah tangganya sendiri.

Prinsip ekonomi yang demikian ini mengandung pengertian otonomi daerah yang nyataa, dinamis dan bertanggung jawab, demikian juga undang-undang no.5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menyatakan bahwa desa berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan negara kesatuan republic Indonesia disamping itu desa sebagai satuan pemerintahan terendah ternyata juga merupakan sasaran berbagai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional serta daerah, baik dalam rangka desentralisasi maupun tugas pembantuan sesuai dengan prinsip yang diatur oleh Undang-undang No.22/1999 tentang otonomi daerah.

Tugas-tugas yang dibebankan kepada desa beserta aparatnya menjadi sangat berat, kompleks dan sarat, yaitu meliputi hampir semua bidang kehidupan dan pembangunan.

Dalam kaitan ini maka perencanaan pembangunan dari bawah akan lebih memberi arti yang lebih besar dalam melibatkan partisipasi dan Swadaya masyarakat. Dalam rangka ini maka kepada seluruh camat kepala wilayah akan diberikanpelatihan penyegaran dibidang managemen pembangunan masyarakat desa, dengan titik beratkepada pengelolaanperan serta masyarakat desa dalam pembangunan, sekaliguspula memantapkan system perencanaan dari bawah dalam arti sesungguhnya.

Sikap dan prilaku masyarakat pedesaan untuk menerima pembaharuan karenanya pengorganisasian lembaga adat mestilah dikembangkan sebagai suatu lembaga yang operasional bukan sekadar sermonial sampai ke daerah pedesaan. Kita memiliki potensial sosial kemasyarakatan yang cukup tangguh, konsep “ batin” konseo “ suku nan dua belas” perlu diangkat ke permukaan sebagi berpijak dari program pembangunan pedesaan dalam konteks rekayasa sosial. Dalam konteks rekayasa kebudayaan, bukan dalm konteks “mengangkat bati dibencah” yang sudah usang, apalagi menata titian berakuk.

Dasar Pilosofis dari kebijaksanaan daerah propinsi Jambi ini tidak lain adalah pemberian perhatian yang lebih meningkat dalam pembangunan pedesaan, program ini adalah bertitik tolak dari apa yang paling dibutuhkan oleh rakyat, dalam kaitan ini, menurut A. Rahman Sayuti sebagai slah satu instrument teknis dlam mengoperasioanlisasikan program ini adlah melalui pengembangan Kawasan terpadau (PKT) sedangkan pola operasional bertitik sentral pada tugas dan fungsi camat kepala wilayah, dibantu oleh aparat dan perangkat desa termasuk dalam halini adalah Lembaga adat.

Kepala Desa dan kepala kelurahan pada hakekatnya tumpuan segala macam aspirasi dan keingian yang datang dari bawah dan dari atas seperti diketahui penyaluran aspirasi dari bawah yaitu dari warga desa atau kelurahan.

Masyarakat pedesaan pada umumnya adalah masyarakat tradisional yang masih sangat terikat dengan adat yang berlaku dilingkungannya. keterikatan mereka dengan lembaga-lembaga adat masih sangat kuat sehingga partisipasi mereka dalam berbagai ragam kegiatan sangat ditentukan oleh peranan lembaga-lembaga adat itu sendiri.

Dalam menjalankan roda pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan, lembaga-lembaga adat memegang peranan yang besar dalam menggerakkan partisipasi masyarakat, ini semua akan berjalan dengan baik karena adanya keterikatan yang kuat antara warga masyakat dengan lembaga-lembaga adat, tua-tua tengganai, pemangku adt adalah merupakan panutan, karena mereka adalah symbol dan figur yang dituakan yang memiliki gezah, charisma serta mempunyai wibaw, oleh karena sesuia dengan sistem perencanaan pembangunan yang menampung kehendak dari bawah (bottom up) dan mencerminkan keingian dari atas (top Down). Dilihat dari sini jelas sekali peranan lembaga adat sangat besar dan stratgis didalam mengisi danikut serta didalam pelaksanaan pembanguan daerah sesui dengan apa yang telah dikemukakan oleh Gubernur KDH TK I Jambi yang menegaskan tentang memantapkan sistem perencanaan dari bawah dalam artian yang sesungguhnya, hal ini sejalan dengan konsideran PERDA No.11 tahun 1991 yang berbunyi bahwa adat istiadat kebiasaan masyarakat dan lembaga adat yang hidup ditengah-tengah masyarakat memegang peranan penting di dlaam pergaulan dan dapat/mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan, demikian juga bila dihubungkan dengan pasal 3 ayat I a PERDA Nomor 11 tahun 1991 mengmukakkan tentang fungsi lembaga adat “membantu pemerintah dalam mengusahakan kelancaran pembangunan disegala bidang, terutama dibidang kemasyarakatan dan sosial budaya.

Dari ungkapan yang telah dikemukakan tersebut diatas ternyata memang sangat besar urgensinya antara lembaga adat dengan kebijaksanaan darah. Disamping itu ternyata lembaga adat telah dapat melaksanakan fungsinya membantu pemerintah dalam menciptakan ketenangan, keamanan dan ketentraman dalma masyarakat. Terciptanya kondisi yang demikian ini berarti lembaga adat telah dapat memberi banntuan kepada pemerintah untuk melaksanakannya kelancaran dalam pembangunan.

Tabel 1
KEGIATAN LEMBAGA ADAT PROPINSI JAMBI
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995

JENIS
PROGRAM Responden
PENGURUS
MASJID/LANGGAR PENGURUS
LEMBAGA ADAT TOKOH
MASYARAKAT
SUDAH BELUM SUDAH BELUM SUDAH BELUM
Bidang kemasyarakatan 89% 11% 85% 15% 83% 17%
Pengajian dilanggar/rumah malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Barzanzi, Barda dan Acara perkawianan
Bidang Sosial

75% 25% 85% 15% 80% 20%
Inventarisasi Seloka adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Permintaan 80% 20% 90% 10% 88% 12%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat


Sumber Data: Data Primer ( Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responden Tokoh Masyarakat)

Apabila diperhatikan tabel 1 tentang pelaksanaan program kerja lambaga adat propinsi Jambi telah dapat dilaksanakan secara baik, hal ini dapat dilihat dari tanggapan responden, pengurus masjid/ langgar dalam bidang kegiatan kemasyarakatan yang meliputi menghidupkan dan melestarikan kegiatan pengajian malam yaitu antara maghrib dengan isya memberikan pendidikan agama kepada anak-anak baik dimasjid maupun di rumah-rumah, mengaji Al-qur’an kegiatan seni Marhaban, Berjanzi, Zikir Bardah dan acara perkawinan telh terlaksanak yaitu 89%.

Responden pengurus lembaga adat dan tokoh masyarakat dalam bidang sosial meliputi inventarisasi seloka adat, menghidupkan kesenian daerah mendapat jawaban sudah telaksana 75% dan yang belum terlaksana hanya 25%

Untuk bidang pemerintahan yang meliputi pengukuhan/pemberian gelar sesepuh adat pada tokoh masyarakat baik nasional maupun daerah, kekayaan milik adat dari responden pengurus lembaga adat dan tokoh masyarakat telah menjawab sudah terlaksana 85%, ini berarti kegiatan bidang pemerintahana telah dapat berjalan secara baik, dengan demikian secara keseluruhan pelaksanaan program kerja Lembaga adat Propinsi jambi telah dapat terlaksana dan tidak banyak mendapat hambatan.


Tabel 2
KEGIATAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN DATI II SARKO
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995

JENIS PROGRAM RESPONDEN
Pengurus Mesjid/ Langgar Pengurus Lembaga Adat Tokoh Masyarakat
Sudah Belum Sudah Belum Sudah Belum
Bidang Kemasyarakatan 91% 9% 96% 4% 90% 10%
Pengajian dilanggar/dirumah pada malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Berzanzi, Barda dam acara perkawinan
Bidang Sosial 80% 20% 83% 17% 85% 15%
Inventarisasi Seloka Adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Pemerintahan 90% 10% 93% 7% 90% 10%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat

Sumber Data: Data Primer (Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responsen Tokoh Masyarakat).

Apabila diperthatikan Tabel 2 tentang pelaksanaan program kerja lembaga Adat kabupaten Dati II Sarolangun Bangko ternyata telah dapat dilaksanakan secara baik, hal ini dapat dilihat dari tanggapan responden, pengurus masjid/langgar, Lembaga Adat dan tokoh masyarakat dalam bidang kegiatan kemasyarakatan yang meliputi menghidupkan dan melestarikan kegiatan pengajian malam yaitu antara maghrib dengan isya memberikan pendidikan agama kepada anak-anak baik di masjid Maupun dirumah-rumah, mengaji Al-qur’an kegiatan seni marhaban, Berzanji, zikir Bardah dan acara perkawinan telah terlaksana cukup memuaskan rata-rata 93%. Responden pengurus lembaga adat dan tokoh masyarakat dalam bidang sosial meliputi inventarisasi seloka adat, menghidupkan kesenian daerah mendapat jawaban sudah terlaksana 80% dan yang belum terlaksana hanya 20%.

Untuk bidang pemerintahan yang meliputi pengukuhan/pemberian gelar sesepuh adat pada tokoh masyarakat baik nasional maupun daerah, kekayaan milik adat dari responden pengurus lembaga adat, tokoh masyarakat dan pengurus masjid/ langgar telah menjawab sudah terlaksana 90% dan yang belum teerlaksana 10%, ini berarti kegiatan bidang pemerintahan telah dapat berjalan secara baik, ini berarti setelah dikeluarkannya peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1991, telah mendorong dan memberikan motivasi bagi masyarakat di daerah-daerah khususnya daerah tingkat II kabupaten Sarolangun Bangko untuk berpartisipasi secara optimal terhadap program kerja lembaga adat maupun atas seruan Pembina adat propinsi Jambi.

Tabel 3
KEGIATAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN DATI II BUNGO TEBO
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995


JENIS PROGRAM RESPONDEN
Pengurus Mesjid/ Langgar Pengurus Lembaga Adat Tokoh Masyarakat
Sudah Belum Sudah Belum Sudah Belum
Bidang Kemasyarakatan 98% 2% 95% 5% 88% 12%
Pengajian dilanggar/dirumah pada malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Berzanzi, Barda dam acara perkawinan
Bidang Sosial 85% 15% 90% 10% 88% 12%
Inventarisasi Seloka Adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Pemerintahan 87% 13% 95% 5% 90% 10%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat

Sumber Data: Data Primer (Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responden Tokoh Masyarakat)


Apabila diperhatikan Tabel 3 tentang pelaksanaan Program Kerja Lembaga Adat Kabupaten Dati II Bungo Tebo, ternyata telah dapat dilaksanakan secara basik, hal ini dapat dilihat dari tanggapan respondedn, pengursu masjid/ langgar, lembaga adat dan tokoh masyarakat dalam bidang kegiatan kemasyarakatan yang meliputi menghidupkan dan melestarikan kegiatan pengajian malam yaitu antara maghrib dengan isya memberikan pendidikan agama kepada anak-anak baik di masjid maupun di rumah-rumah, mengaji Al qur’an kegiatan seni Marhaban, Berzanji, zikir Bardah dan acara perkawinan telah terlaksana, rata-rata 90%. Dalam bidang sosial meliputi inventarisasi seloka adat, menghidupkan kesenian. Demikian juga untuk mbidang pemerintahan yang meliputi pengukuhan/ pemberian gelar sesepuh adat pada tokoh masyarakat baik nasional maupun daerah, menyelesaikan sengketa adat serta menggali dan memanfaatkan sumber kekayaan milik adat dari responden terlihat telah memberikan jawaban rata-rata berkisar 90% yang telah dapt dilaksanakan, dengan demikian pelaksanaan program lembaga adat di Daerah Tingkat II kabupaten Bungo Tebo, telah mendapat sambutan yang baik dari masyarakat dan berarti kebenaran lembaga Adat itu telah mendapat dukungan positip dari masyarakat.


Tabel 4
KEGIATAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN DATI II BATANG HARI
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995


JENIS PROGRAM RESPONDEN
Pengurus Mesjid/ Langgar Pengurus Lembaga Adat Tokoh Masyarakat
Sudah Belum Sudah Belum Sudah Belum
Bidang Kemasyarakatan 94% 6% 93% 7% 90% 10%
Pengajian dilanggar/dirumah pada malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Berzanzi, Barda dam acara perkawinan
Bidang Sosial 85% 15% 95% 5% 94% 6%
Inventarisasi Seloka Adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Pemerintahan 87% 13% 97% 3% 95% 5%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat

Sumber Data: Data Primer (Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responden Tokoh Masyarakat)

Apabila diperhatikan Tabel 4 tentang pelaksanaan program kerja lembaga adat kabupaten Dati II Batanghari, ternyata telah dapt dilaksanakan secara optimal, hal ini dapat dilihat dari tanggapan responden, pengurus masjid/ langgar, lembaga Adat dan tokoh masyarakat dalam bidang kegiatan kemasyarkaatanyang meliputi menghidupkan dan melestarikan kegiatan pengajian malam yaitu antara amghrib dengan isya memberikan pendidikan agama kepda anak-anak baik di masjid Maupin di rumah-rumah, mengaji Al-qur’an, kegiatan seni Marhab an, Berzanji, Zikir Bardah dan acara perkawinan demikianjuga dalam bidang sosial meliputi inventarisasi seloka adat, menghiudpkan kesenian daerah dan penggalianpeninggalan lama.

Untuk bidang pemerintahan yang meliputi pengukuhan/pemberian gelar sesepuh adat pada tokoh masyarakat baik nasional maupun daerah, menyelsesaikan sengketa adat serta menggali dan memanfaatkan sumber kekayaan milik adat dari responden semua telah memberikan jawaban sudah dilaksanakan berkisar rata-rata 90% sudah dilaksanakan dan yang belum dilaksanakan kurang lebih 10% ini berarti program lembaga adat telah dilaksanakan dengan baik dan mendapat dukungan dari masyarakat.






Tabel 5
KEGIATAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN DATI II TANJUNG JABUNG
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995


JENIS PROGRAM RESPONDEN
Pengurus Mesjid/ Langgar Pengurus Lembaga Adat Tokoh Masyarakat
Sudah Belum Sudah Belum Sudah Belum
Bidang Kemasyarakatan 92% 8% 90% 10% 93% 7%
Pengajian dilanggar/dirumah pada malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Berzanzi, Barda dam acara perkawinan
Bidang Sosial 83% 17% 85% 15% 85% 15%
Inventarisasi Seloka Adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Pemerintahan 90% 10% 95% 5% 95% 5%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat

Sumber Data: Data Primer (Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responden Tokoh Masyarakat)


Apabila diperhatikan Tabel 5 tersebut diatas maka ternyata kegiatanlembaga adat kabupaten Tanjung Jabung dalam melaksanakan program dibidang kemasyarakatan yang meliputi pelaksanaan pengajian di dalam hari antara maghrib dengan isya baik di Langgar/Masjid maupun di rumah-rumah, kegiatan seni Marhaban, Berzanji, zikir bardah dan upacara perkawinan rata-rata responden pengurus masjid/langgar, lembaga Adat dan tokoh masyarkaat menyatakna telah terlaksana 90 % berarti kegiatan bidang kemasyarakatan ini telah berjalandengan baik sesuai dengan yang diprogramkan. Program bidang sosial meliputi inventarisasi seloka adat, kesenian daerah. Penggalian peninggalan kuno dan menyelenggarakan perkawinan responden pengurus masjid/langgar, pengurus adat dan tokoh masyarakt yang menyatakan sudah dapat dilaksanakan 85% ini berarti telah dapat dilaksanakan dengan memadai, untuk bidang pemerintahabn yang meliputi pengukuhan/pemberian gelar sespuh adat dan pemanfaatan sumber kekayaan milik adat. Responden masyarakat adat secara keseluruahn yang meyatakan sudah cukup positip dengan dikeluarkannya peratuarn daerah nomor 11 tahun 1991 sehingga kegiatan dan penanganan di bidang peemirntahan ini sangat baik dengan demikian adanya dukunganyang besar oleh masyarakt terhadap program lembaga adat dengan kata lain program lembaga adat tersebut telah memasyarakat.



Tabel 6
KEGIATAN LEMBAGA ADAT KABUPATEN DATI II KERINCI
DALAM MELAKSANAKAN PROGRAM KERJA 1991-1995


JENIS PROGRAM RESPONDEN
Pengurus Mesjid/ Langgar Pengurus Lembaga Adat Tokoh Masyarakat
Sudah Belum Sudah Belum Sudah Belum
Bidang Kemasyarakatan 95% 5% 90% 10% 93% 7%
Pengajian dilanggar/dirumah pada malam hari
Kegiatan Seni Marhaban, Berzanzi, Barda dam acara perkawinan
Bidang Sosial 85% 15% 87% 13% 85% 15%
Inventarisasi Seloka Adat
Seni Daerah
Peninggalan Kuno
Bidang Pemerintahan 95% 5% 96% 4% 95% 5%
Pengukuhan Gelar Adat
Sengketa Adat
Kekayaan Milik Adat

Sumber Data: Data Primer (Laporan Pengurus Lembaga Adat dan Responden Tokoh Masyarakat)

Dengan diperhatikan Tabel 6 diatas terlihat tentang pelaksanaan program kerja Lembaga Adat Kabupaten Dati II Kerinci, telah memperlihatkan pelaksanaan program bidang kemasyakatan, yang meliputi pelaksanaan pengajian di langgar/rumah diantara waktu maghrib dan isya, pelaksanaan mesjid/ langgaryangmenyatakan sudah melaksanakn 95%, pengurus lembaga adat 90% dan tabel masyarakat menyatakan sudah dilaksanakan 93%, dengan demikian pelaksanaan denan baik, sedangkan yang menyatakan belun terlaksana rata-rata 5%. Bidang sosial, yang terdiri dari kegiatan inventarisasi seloka adat, penggembangan seni daerah dan penggalian serta penyelamatan peninggalan kuno, responden pengurus Mewsjid/ langgar/ menyatakan sudah dilaksanakan 80%, sedangkan tokoh masyarakt 87% sedangkan responden-responden tersebut yang menyatkaan bidang kemaysrakatan belum dilaksanakan berkisar 16% persentase yang cukup besar terutama dlama penggalian peninggalan kuno. Hal ini dapt dimaklumi, mengingat kegiatan ini banyakmemerlukan pembiayaan dan memerlukan tenaga ahli, sedangkan ternaga ahli harus didatangkan dariluar, untuk bidang pemerintahan yang meliputi kegiatan pengukuhan gelar adat, sengketa adat dan pemanfaatan kekayaan milik adat, para responden pengurus masjid/langgar, pengurus lembaga Adat dan tokoh masyarakat adat telahmenyatakan sudah dilaksanakan 95% hal ini dapt dimaklumi sebab apabila kita hubungkan engna tabel 6 kegiatan lembaga adat propisni jambi ternyata memang frekeunsi kegiatan pemberian gelar setalh adanya perda nomor 11 tahun 1991 cukng mengikat demikian juga dalam pengawasan seloka Adat (yang dilakukan oleh masyarakat) telah dapat diselesaikan oleh lembaga adat, ini berarti secara keseluruhan kegiatan lembaga adat di kerinci telha menunjukkan bukti yang baikterutama setelah dikukuhkannya lembaga adat melalui perda nomor 11 tahun 1991 danberrti perda tersebut telah dapat menampung aspirasi dan kehendak masyarakat.

B. KEDUDUKAN LEMBAGA ADAT JAMBI MENAMPUNG ASPIRASI MASYARAKAT.

Sebagai masyarakt hukum adat penduduk Jambi dikenal dengan keteguha memeluk Agama dan Adat Istiadatnya, kedrukunan hidup tercemin dalam kehidpan masyarakatnya, hal ini sudah berlangsung sudah sejak lama. Adat dan Agama islam di jambi adlah merupakan satu jalan yang tidak dipsiahkan antara satu dgn lainnya dengan titidk berat pada agama yaitu adat yang bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah, syarat mengato, adat memekai, jadi disini adat tidak boleh bertentangand egnan agama, yang bertentangan dengan agama tidak boleh dipakai dalma kehidupan masyarakat.

pada garis besarnya hukm adat Jambi adalah sama, adanya perbedaan hanyalah dlaam pelaksanaanya, hal ini tercermin dalam seloka adat: “Adat Serumpun/setepo, ico paaki yang berlain”. Aturan adat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehiuapn masyarakt jambi, sebelum zaman pemerintahan Belanda datang ke Jambi, aturan pemerintahan yang berlaku adalah aturan adat, hal ini tercermin dlama seloka adat:

• Alam nan barajo.
• Rantau nan berjenang
• Negeri nan berbartin
• Luhak nan berpenghulu.
• Kampung anan bertuo
• Rumah nan bertengganai

“Berjenjang naik bertangga turun, bak tali berjalin berpintal tigo” yaitu pemerintah.Alim Ulama dan cerdik pandai ketiganya menyatau menjadi. Adat istiadat telah berkembang sepnajng sejarah selama berabad-abad. Pada zaman Hindia Belanda, hukum adat tetap dipertahankan dlama melaksnaakan pemerintahan dan mengatur masyarkat dalma Marga, mendapo dan kampung, dasr berlakunya dizaman belanda pasal 131 ayat 6 Indische Staats Regeling (IS) berlakunya hukum adat dalam nmengatur desa adalah IGOB *Indische Gemente Ordonantie Buitengewsten) Stb No.490, dengan nama “Peraturan Negeri otonomi diluar Jawa dan Madura”. Dalam pasal 1 menegaskan: “Sususnan dan Hak-hak negeri dan susuanan badan pengurus negeri dan sususan dari alat-alat negeri lainnya, terkecuali sebagimana disebut dlam pasal 8, sedapt-dapatnya akan dibiarkan diatur menurut kemaun adat (adatrecht). Dalam pasal itu juga disebutkan bahwa negeri adalah suatu Indische rechts Persooon yang diwakili oleh kepala negeri, mempunyaiu rechts gebied (daerah hukum) sendiri.

Ketentuan ini dilaksnaakn dalam Marag ddengan pesirah sebagai Kepala marga, di Kerinci dengan Mendapo yang dikepalai oleh kepala Mendapo, sedangkan di Kotamadya Jambi Kmapung dikepalai oleh kepala Kampung. Berdasarkan undang-undang No.22 tahun 1948, maka dibentuklah DPRD dan DPD pada setiap Marga, Mendapo dan Kampung, badan ini tidak diterapkan akrena terjadi agrsi Belanda I dan II.

Kemudian tahu 1965, IGO dan IGOB dicabut dan diganti dengan Undang-undang No. 19 tahun 1965 tentang desa Praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya daerah tinghakt II diseluruh wilayah Republik Indonesia. Dalam Undang-undng ini belum memberikan otonomi penuh kepada desa dan tidka sejalan denganadat istiadat shingga timbul banyak reaksi dari rakyat akibatnya “Undang-undang tersebut tidak jadi diberlakukan.

Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang pokok-pokok pemerintahan Desa. Undang-undang ini dan segala peraturan pelaksanaannya baru menjurus kepada pengaturan pemerintahan saja, sedangkan dibidnag kemasyarkatan tidak diatur dan terbaikan, akibatnya adanya perubahan tata nilai tidak daitru dan terabiakan, akibatnya adanya perubahn tata nilai yang baru yang asing baginya selama ini. Untunglah pada taanggal 11 tahun 1984ditetapkan peraturan Menteri Dalam Negeri nomo 111 tahun 1984 tentang pembianaan dan pengembangan adat istiadaat ditingkat desa/lkelurahan dalma peraturanini dinyatkaan bahwa adat istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan yang hidup serta dipertahnakan didalm pergaulan hidup sehari-hari dalma masyarakat sesuai dengan pancasila ( pasal 1, d) kemudian pasal 1 point e tentang pembianan dan pengembangan adalah semua kegiatan dlamarangka ememlihara dan memajuikan adat istiadat yang menunjang kelangsungan pembanguann dan ketahan nasional serta tidak bertentangan dengan kepentingan umum danperaturn perundangn yang berlaku pada pasal 2 menyebutkan: pembianan dan pengembanganadat istiadat bertujuan agar adat istiadatmampu mendorong dan menunjnang kelangsungan pembangunan dan ketahanan nasional dalam wawasan nusantara pada pasal 3 pembinaan dan pengembangan adat istiadat harus diarhkan kepada terbinyanya stabiltias nasional yang mantap, baik di bidang pertahanan keamanan dalma usaha menunjnag kelancaran pelaksanaan tugas dibidang pemerintaan, pembangunan dan kemasyarakatan pasal 4 dalma usahamelestarikan aparatur pemerintah pada semua tingaktan mempunyai kewajiban untuk membian dan mengembangakan adat istiadat yang hidup dan bermanfaat dlaam pembanguan sedangkan pasal 5, camt dan kepala desa/kepala kelurahan beserta perngkatnya wajib melakukan pembianan dan pengembangan terhadap adat istiadat yang hidup dikkalangan masyarkat diwilayanya.

Dengan demikian nampak kepada kita bahwa semua aparat pemerintahan baik apda tingkat atas maupn pada tingakt bawah, terutama pejabat=pejabat yang langsung memeintah desa dan kelurahan seperti camat dan kepaa desa/kepala kelurahan dengan segala perangkatnya wajbi melakukan pembinaan terhadap adat istiadat ini, tenut saja halini termasuk segala badan dan organisai yang selam ini telah mengurus dan megolah adat istiadat itu sendiri seprti lembaga adat mulai dari tingkat pengurus pusatnya dipropinsi Jambi, tinagakt kabupaten, sapmai tingkat bawahanya berkewajiban melaksanakan misi seperti yang telah ditetapkan dlam peraturan Menteri Dalam Negeri no.11 tahun1984, dan Perda No.11 tahun 1991 tentangpembianan dan pengembangan adat istiadat kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di desa/kelurahan dalampropinsi daerah tingkat I jambi yang telah disahnkan oleh mendagri tanggal 21 september 1992, ini berarti pemangku adat dan pengulu rakyat dengan sendirinya merekia juga harus dan berkewajiban untuk ikut berperanaktif serta mengursu, mengelola dan melaksnaakan serta menjaga tekanan yang sudahada ditengah-tengahmasyarakat hukum adat tersebut.

Lembaga adat yang dipersonidikasikan dlama diri tuo=tuo tenggaian/pemangku adat ternyata masih sangat besar pengaruh dan peranannya dalam kehidupan masyarakat di daerah hukum adat dipedesaan, terutama dlam urusan keperdataan misalnya dlama pernanganan urusanperkawiann, pembagian hartg warisan dan penyelesainan sengketa/ perkara yang timbul antar sesame warga masyarakat danperkara-perkara adat lainnya.

Adanya kesetiakawanan sosial yang ditandai denganadanya rasa ekbersamaan, keluargan dan gotong royong masih tetap hidup dlam jiwa masyarakat, kegiatan gotong royong dam bentuk hiudp tolong menolong antar sesame warga masyrakat untuk kepentingan penghidupan dna perekonomian rumah tangga juga masih ada hal ini ditandai dngan adanya kegiatan baselang, ketalang petang, ngeluar kayu, dan lain-lainnya, terutama dalma rangak ikut sertanya masyarakat secara aktif dlam “Berat samo dipikiul, ringan saom dijinjing, kebukit samo mendaki, kelurah samo menurun, ado samo dimakan, idak sami dcari, terncam samo basah, terjemur samo kering, malang samo merugi, untung samo-samo berlabo, sedekahk bak batu, selerus bak bedil, kemudian serentak galah, ke ilir serngkuh gayung.

Adapun menurut Perda No.11 tahun 1991 tenang pembianan dan pengembangan masyarakt dan lembaga adat desa/kelurahan dalam propinsi daerah tingakt I Jambi.

1. Lembaga Adat Propinsi Daerah Tingkat I Jambi berkedudukan di Ibukota Propinsi Daerah Taingakt I Jambi dan Merupakn lembaga adat tertinggi adat tertinggai diwilatyah daerah tingkat I Jambi.
2. Lembaga Adat Kabupaten/ Kotamadya daerah tingakt II berkedudukan diibukaot kabupaten/kotamdya dan merupakan lembaga adat tertinggi adat tertinggi diwilyah kabupaten/ kotamadya daerah tingkat II yang bersangkutan.
3. Lembaga Adat kecamatan berkedudukan diikubota kecamatn dan merupakan lembaga adat tertinggi adat tertinggi diwilayah kecamtan yang bersangkutan.
4. Lembaga Adat desa/kelurahan berkedudukan diwlyah desa/kelurahan sesuai dengan Udnang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemeirntahan desa merupakan lembaga adat desa/kelurahan yang bersangkutan.
5. Lembaga Adat marga, mendapo dan kampung berkedudukan dibekas ibukota marga mendapo dan kampung sebelum berlakunya undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa.

TABEL 7
MANFAAT LEMBAGA ADAT SEBAGAI PENAMPUNG ASPIRASI
MASYARAKAT, UNTUK 60 RESPONDEN

No Manfaat
Lembaga Adat Daerah Tinkat II Propinsi Jambi
Kodya Jambi Batang Hari Bungo Tebo Sarolangun Bangko Kerinci Tanjung Jabung
1 Kepentingan Pribadi/Anggota 2 1 - - 3 2
2 Kepentingan Kelompok 3 2 2 - 3 5
3 Kepentingan Masyarakat 5 7 8 10 4 3
JUMLAH 10 10 10 10 10 10

Sumber Data: Hasil questioner yang diadakan untuk enam daerah tingkat II dengan Jumlah responden sebanyak 60 Orang.

Apabila diamati dari tabel di atas yang menggambarkan kemanfaatan lembaga adat untuk kepentingan masyarakat, baik yang digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, terlihat jawaban yang bervariasi dari responden untuk masing-masing daerah tingkat II dalam propinsi Jambi, hal ini dapat dipahami karena ada beberapa factor yang mempengaruhi pendidikan, factor kesukuan, dan factor sosial budaya, sebagai akibat adanya perbedaan tingkat II, bagi daerah tingkat II yang rasa kekerabatan dan keteguhan memegang adat istiadat kekerabatannya yang masih kokoh, seperti Tanjung Jabung, terlihat bahwa dari 10 responden yang diteliti 5 diantaranya (50%) menjawab bahwa lembaga adat dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok/ kekerabatan baik sebagai tempat penyaluran aspirasi maupun untuk penyelesaian sengketa adat yang timbul dalam kelompoknya/ kerabatannya atau dengan pihak luar demikian juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan adat istiadat dikalangan kelompoknya atau kerabatnya sendiri.

Sebaliknya bagi responden terutama yang bertempat tingal didaerah tingkat II yang jauh dari pusat pemerintahan seperti Bungo Tebo dan Sarolangun Bangko dan sebagaian daerah Tinkat II diutamakan dari kepentingan pribadi atau kelompok, ini dapat dimaklumi karena tradisi masyarakat dalam penggunaan atau penerapan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari telah begitu melekat dihati mereka.

Pada sisi lain untuk daerah tingkat II kerinci, mengingat bahwa daerah ini mempunyai spesifik hukum adat tersendiri seperti adanya harta pusaka tinggi, harta pusaka yang tidak dapat dibagi silih berganti dlama penggunaannya, terutama terhadap tanah pertanian sawah, sedangkan tanah pusaka rendah yaitu tanah waris-warisnya, harta pusaka rendah ini dapat dibagi-bagikan kepada ahli orang tua yang berupa bukan tanah persawahan, pembagian atas terlihat dari tabel adanya perimbangan antara jawaban responden didaerah ini baik untuk kepentingan pribadi, kepentingan kelompok maupun kepentingan masyarakat.

C. KEPEMIMPINAN DALAM MASYARAKAT ADAT.

1. Pengertian.

Kepemimpinan dalam masyarakat adat apa yang disebut dengan “Berjenjang naik, bertangga turun”, mekanisme kepemimpinan dalam masyarakat ini ada hubungannya dengan jenjang/tata urusan pemerintah dan ibarat adat tangga, tata urutannya dari bawah keatas dan dari atas kebawah secara teratur, ketentuan ini merupakan mekanisme dalam menampung aspirasi dan keinginan dari rakyat yang disampaikan kepada atasan menurut alur seperti jenjang anak tangga, secara bertingkat artinya setiap keputusan yang dibuat oleh pemimpin adat itu adalah apa yang diinginakn dari bawah, kesepakatan yang telah dibuat dari bawah, sedangkan pimpinan pada hakekaktnya hanya memberikan ketetapan/memutuskannya, kepemimpinan ini mencerminkan kepemimpinan yang sangat dekoratis, sehingga setiap keputusan yang dibuat dan diteapkan dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat, pengaturan demikian ini juga tercermin dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.

Untuk mendapatkan pimpinan yang diinginkan, diadakan pemilihan yang diatur dengan syarat-syarat tertentu, adapun sebutan pimpinan dalam masyarakat hukum adat:

a. Tengganai.

Tengganai adalah saudara laki-laki dari suami istri, tengganai ada dua bagian.
1. Tengganai dalam atau perboseso, yaitu saudara laki-laki dari pihak istri.
2. Tengganai luar atau perbuali yaitu saudara laki-laki dari pihak suami Tengganai berhak dan berkewajiban menyusun yang silang, menyelesaikan yang kusut, menjernihkan yang keruh segala hal-hal yang terjadi dalam keluarga yang dipimpinnya. Tengganai juga berkewajiban membentengkan dado, berkatokan betis, bertumpuh ditempat tajam, berada di tempat hangat, mencincang putus, memakin babis dan bertanggung jawab penuh dalam keluarga.
b. Tuo Tengganai.

Tuo Tengganai adalh orang tua-tua dari sekumpulan tengganai tengganai dari keluarga atau kalbu dalam mata kampung/ desa/dusun/kelurahan. Tuo tengganai berkewajiban mengarah mengajum, tukang tarik dan jaju, menyelesaikan yang kusut, mengajum anak dan makan habis, mancung mutus dalam kalbu yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tuo tengganai selalu berpedoman kepada “Adat nan lazim, pusako nan kawi, adat nan bersendikan sarak, sarak bersendikan kitabullah”.


c. Nenek Mamak.

Nenek mamak merupakan gabungan tuo-tuo tengganai dalam suatu wilayah, yang terdapat dalam kampung/dusun/desa/kelurahan, sedangkan untuk daerah kabupaten Tanjung Jabung disebut “Datuk”, Tugas dan kewajiban nenek mamak adalah mengarah, mengajukan, menyelesaikan yang kusust,m menjernihkan yang keruh, menarik menaju, memakan habis, memancung putus bagi setiap persoalan yang tidak dapt diselesaikan oleh tuo-tuo tengganai. Dalam melaksanakan tugas dan keuptusan masyarakat selalu diambil jalan musyawarah untuk mufakat seperti kata adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat” disamping itu nenek mamak juga berperan “Sebagai kayu gedang dalam negeri” rimbun tempat berteduh, gedung tempat bersandar, pergi tempat betanyo, balik tempat berito, menciptakan kerukunan hidup masyarakat didalam desa melalui “arah ajum, kusut menguasai, silang mematutu, keruh menjernihkan”. Adapun kewenangannya dalam adat disebutkan “berkata dulu spatah, berjalan dulu selangkah, memakan habis, memancung putus” kesemuanya yang tersebut diatas sealalu dilandasi dengan musyawarah mufakat, landasan pijak musyawarah untuk mufakat yang selalau digunakan oleh nenek mamak ini dengan acuan seperti kata bahasa adat “Bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mufakat”.


2.A Hak dan Kewajiban Pimpinan dan Yang dipimpin.

Dalam pengaturan jenjang kepemipinan, ditentukan kedudukan dari pemimpin dengan yang dipimpin serta kewenangan yang ada padanya, seperti yang adat dikatakan dalam bahasa adat:

1. Anak sekato bapak.

Anak dipimpin oleh bapak

2. Kemenakan sekata mamak

Keponakan dipimpin oleh mamak atau paman.

3. Istri sekato suami.

Istri dipimpin oleh suami.

4. Rumah sekato tengganai.

Rumah dipimpin oleh tengganai.

5. Luak Sekato Penghulu.

Luak/dusun dipimpin oleh penghulu.

6. Kampung Sekato tuo.

Kampung dipimpin oleh tuo-tuo kampung.

7. Negeri Sekato batin

Negeri/wilayah dipimpin oleh Kepala Batin/Pasirah.

8. Rantau sekato jenjang.

Rantau/ Kabupaten dipimpin oleh jenang/bupati.

9. Alam Sekato rajo.

Kerajaan/negara dipimpin oleh rajo/sultan/Presiden.

a. Syarat-syarat larangan yang tidak boleh dimiliki pemimpin.

Oleh karena, peran pemimpin dalm masyarakt adat mempunyai kedudukan yang sangat penting menjadi panutan bagi masyarakat, berwibawa dan dipatuhi maka menurut ketentuan adat ada beberapa hal yang tidak boleh dimiliki dan dilarang serta tidak boleh mempunyai watak buruk, sifat-sifat atau perangai atau prilaku yang dilarang seperti yang dikatakan dalam bahasa adat:

1. Burung kecil, ciling mato.
Orang yang selalu mencari kesalahan orang lain dan diceritakan kemana-mana.

2. Burung gedane duo suaro.
Pemimpin yang lain kata dengan perbuatan, tidak konsisten dalam perbuatannya.

3. Titian galling dalam negeri.
Pemimpin yang tidak mempunyai pendirian, sering mungkir janji.

4. Cincin tembago bersuaro, terletak di jari kiri, yang biaso hendak binaso, keris dipinggang ngamuk diri.
Orang yangdipercaya membuka rahasia.

5. Pagar makan tanaman.
Orang yang dipercaya, seharusnya memelihara kepercayaan itu tetapi justru sebaliknya merusak kepercayaan itu.

6. Piawang mecah timbo.
Orang yang seharusnya memelihara malah merusak.

7. Teluk Pengusut Rantau.
Nenek mamak membiarkan persoalan kecil lalu jadi besar.

8. Orang tuo berlaku budak.
Orang tua tetapi kelakuannya sepeti anak-anak, tidak ada malu.

9. Malin tidak sekitab.
Kaum ulama berselisih paham.

10. Cercik tidak seandiko.
Cendikiawan berbeda pendapat akibatnya menjadi rusak.

Adanya persyaratan untuk menjadi pemimpin dengan sepuluh larangan yang harus dipegang oleh pimpinan masyarakat adat dengan harapan agar pimpinan itu benar-benar dapat dipercaya, bersih dan tidak memiliki watak-watak yang buruk oleh karena apabila pimpinan telah benar-benar dan memenuhi persyaratan tersebut maka pimpinan itu akan dicintai, diikuti, berwibawa dan menjadi panutan dlaam kehidupan masyarakat demikian juga keputusannya. Setiap hukum yang adil, hukum bagi rakyat adalah neraca untuk alat menimbang atau mengukur tentang salah atau benar sesuatu perbuatan dalam masyarakat, oleh karena itu rakyat melalui musyawarah nenek mamak, Tuo-tuo tengganai, Alim Ulama dan cerdik Pandai berhak untuk menolak atau menerima sesuatu keputusan, terutama bagi keputusan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat dalam bahasa adat disebutkan “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”.

Oleh sebab itu persyaratan tentang pimpinan dalam masyarakat adat sangat ketat, apalagi pimpinan tersebut harus tumbuh dari bawah seperti kata adat “Tumbuh kareno ditanam, tinggi karenao dianjung, gedang kareno dilambuk, mulio kareno dihormati, bukan cucur dari langit tidak tumbuh dari bumi. Seorang pimpinan itu “Bercakap dulu sepatah, berjalan dulu selangkah, makan ngabisi mencinang mutus”. oleh karenanya pimpinan itu harus memiliki watak “Kalau berfikir tidak sekali sudah. Berunding tidak sekali putus, cukup dengan sisik dan siangnya. Sebab seorang pimpinan seperti dikatakan orang ”Kayu gedang ditengah padang, Daun rindang tempat berteduh, Dahannya tempat bergantung, Batang gedang tempat bersandar, akarnya kukuh tempat bersilo, kok pergi tempat bertanyo kok balik tempat berberito

D. Peranan dan Fungsi Lembaga Adat dalam Pemerintahan Desa.

Sebelum berlakunya undang-undang No.5 tahun 1979 tentang pemerintah desa, dalam Daerah Tingkat I Jambi, yang dimaksud dengan desa adalah Marga, dan Kampung. Marga terdapat dalam Kabupaten Sarolangun Bangko, Bungo Tebo dan Tanjung Jabung, Mendapo terdapat dalma Kabupaten Kerinci sedangkan Kampung terdapat dalam Kotamadya Jambi, dengan berlakunya Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang pemeritnahan desa maka bentuk desa seperti tersebut diatas jadi berubah sesuai menurut ketentuan undang-undang tersebut yaitu menjadi desa dan kelurahan. Desa, kebanyakan terdapat dalam lingkungan perkotaan.

Menurut Pasal 1 Undang-undang No.5 Tahun 1979 yang dimaksud dengan Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakt termasuk didalamnya kestuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah, langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarkan rumah tangga sendiri dalam ikatan negera kesatuan republik Indonesia.

Pada tempo dulu dalam melaksanakan pemerintahan adanay kerjasama yang erat antara Tiga penguasa di desa, yang disebut dengan Tali tigo sepilin atau Tungku Tigo Sejerang terdiri dari:

1. Pejabat Pemerintah Desa.
2. Pemangku Adat.
3. Pegawai Syarak/alim ulama.

Ketiga orang ini adalah orang adat, tetapi dengan berlakunya Undang-undang No.5 tahun 1979 pejabat pemerintah desa, tidak lagi berasal dari orang adat, jadi orang adat hanya tinggal pemangku adat dan pegawai syarak. Pemangku adat berupa “Depati, Nenek mamak, Rio, Penghulu, Ngabei, Mangku, Datuk, Orang tuo, Cerdik Pandai dan Tengganai, sedangkan pegawai syarak adalah “Kadhi, imam, khatib, dan bilal, yang berasal dari alim ulama.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemerintahan desa adalah kepala desa, sekretaris desa, kepala urusan, kepala-kepala dusun termasuk juga anggota LMD. Pemerintahan dusun dipegang oleh keraptan dusun yang dipimpin oleh kepala dusun, peran dari kerapatan dusun adalah memilih kepala dusun, memilih dan menunjuk nenek mamak, pengurus masjid, juru tulis dusun, hulubalang, alingan dan tukang canang.

Kepala dusun kedudukannya dalam dusun sangat penting sekali sehingga ia memainkan peranan yang sangat luas, Dia adalah kepala pemerintahan dusun sehari-hari dan melaksanakan keputusan kerpatan dusun dia adalah wakil masyarakat hukum adat. Yaiu sebagai penyambung lidah terhadap dunia luar.

Dalam pemerintahan yang lebih tinggi yaitu Marga dan Mendapo kepala dusun menjadi anggota kerapatan Marga/Mendapo sebagai wakil dari dusunnya disamping itu kepala dusun menerima intruksi-intruksi, peraturan-peraturna perintah-perintah dari pemerintah yang lebih tinggi tersebut. Oleh kepala dusun intruksi atasan tersebut disampaikan pada warga dusun yang dalam kedudukan seperti ini kepala dusun disebut sebagai polong asap dari Marga/Mendapo dalam melaksanakan kewajiban atasan. Kepala dusun melakukannya bersama dengan kerapatan dusun, nenek mamak, juru tulis, dusun hulubalang, alingan tukang canang bahkan bersama-sama dengan pegawai syarak bila diperlukan. Juru tulis dusun mencatat segala perintah dan membuat surat-suratnya, Alingan menyampaikan surat-surat kepad yang bersangkutan dan tukang canang mengumumkan segala perintah dan peraturan yang perlu disampaikan kepada rakyat, hulubalang mengawasi dilapangan pelaksanaan perintah itu.

Disini nampak dengan jelas peranan, partisipasi dan kerjasama dari “tali tigo sepilin atau tungku tigo sejerang” dalam pemerintahan dusun itu. Dengan berlakunya Undang-undang No.5 tahun 1979 dari bentuk dan susunan pemerintahan desa nampaklah orang adat tidak lagi dimasukkan dlama pemerintahan desa.

Pemerintahan desa dalam pelaksanaan tugasnya terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan kepala dusun (Pasal 3 ayat 2 dan 3) Kepala desa dipilih secara langsung, umum bebas dan rahasia oleh penduduk desa. Kepala Desa diangkat oleh Bupati/Walikota madya kepala daerah tingkat II atas nama Gubernur dengan masa jabatannya 8 tahun dan dapat diangkat kemali untuk satu kali masa jabatan berikutnya (Pasal 6 dan 7) dalam melaksanakan tugasnya kepala desa menjalanakan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa yaitu menyelenggarakan rumah tangga sendiri dan sebagai penangggung jawab dibidang pemeritnahan, pembanguanan dan kemasyarakatan didalam desanya, kepala desa ertanggung jawab kepada bupati kepala daerah tingakt II melalui camat kepala wailyah selaku atasnnya. Dalah hal pemerintahan desa ini menurut ketentuan Undang-undang pemerintahan desa dipishkan dengan kekuasaan pemerintahan orang-orang adat/Lembag adat.

Namun demikian orang-orang adat/Lembaga adat tetap aktif menungurus kepentingan-kepentingan masyarakat yang bersifat sosial dan kepentingan masyarakat dibidang keperdataan, perkawinan, waris dan lain-lain. Orang adat menjadi pimpinan informal sedangkan yang formal adalah kepala desa dengan keluarnya perMendagri No.11 tahun 1984 tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat ditingkat desa/kelurahan. Serta dengan keluarnya, peraturan Daerah Propinsi daerah tingakt I Jambi No.11 tahun 1991 tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan lembaga lembaga adat didesa/kelurahan dalam propinsi daerah tingkat I Jambi telah memeberikan peran bagi lembaga adat, ini berarti sekarang telah memberikan peran bagi lembaga adat,ini berarti sekarang terdapt jalinan hubungankembali antara pemeritnah desa dengan orang-orang adat sebab kepala desa adalah Pembina adat dalm desanya dan orang adat harus membuat lembaga adat desa/kelurahan.

Seperti diketahui bahwa adat istiadat merupakan seperangkat nilai-nilai kaedah-kaedah dan kebiasaan yang tubmuh dan berkembang sejak semula bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, desa, telah dikenal, dihayati dan diamalakan oleh warga masyarakat desa yang bersangkutan secara berulang-ulang dan terus menerus sepanajng sejarah, adat istiadat yang tumbuh dan berkembang sepanjang masa tersebut telah memberikan ciri khas bagi suatu daerah. Dalam perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa adat istiadat ayng tumbuh dan berkembang tersebut ternyata telah banyak memberikan andil terhadap kelangsungan kehidupanberbangsa danbernegara, terutama dalma pelaksanaan bidang pembangunanyang saat sekrang ini sedang giat-giatnya dilaksanakan oleh pemeirntah daerah, apalgi bila kita hubungkan dengan sistim perencaaan yang dilakukan oleh pemeritnah daerah Jambi yaitu sisitem pernecanaan pembangunan dari bawah (bottom up) akan lebih memberi arti yang besar dalm melibatkan partisipasi dan swadaya masyarakat, peran tersebut tidak sjaa dalam perencaaan tetapijuga dalam bidang pengendalian dan pengawasan.

Adanya peran dan fungsi yang sedemikian kbesar ini menunjukkan adanyha kerjasama yang baik antara pemerintah daerah dengan lembaga adat, apalagi kedudukan tuo-tuo tengganai/pemangku adat dismaping berada dalam kepengurusan lembagha adat juga duduk dalam LMD dan LKMD dalam kapasitasnya dalam pemangku adat. Adanya sikap kegotong royongan dlama bentuk kerja sama saling isi mengisi seperti yang dikatkana dlama bahsas adat “Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” sebab “tidak bangkit rakit sebuah karena buluh (bamboo) sebatang” sedangkan tugas ini adlaha untuk membangkitkan batang terendam. Hal ini adalah karena keberhasilan pembanguna itu dengan adanya keharmonisan hubungan antara pemerintah yang telha memberikan peran dan fungsi bagi lembaga adat untuk ikut serta dalam menggerakkkan partisipasi masyarkat ini semua dengan mempedomani kenyataan yang sudah berjalan lebih dahulu sebagai pegangan, seperti kata bahasa adat baju bejahit yang dipakai, jalan berambah yang ditempuh, menguji diatas kitab, meratab diatas bangkai, memahat diaras tiro”.

Adapun peran dan fungsi lembaga adat Jambi adalah:

1. Membantu pemerintah dalam mengusahakan kelancaran pembangunan disegala bidang terutama dibidang kemasyrakatan dan dibidang sosial budaya.
2. Memberi kedudukan hukum, menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut harta kekayaan masyarakat hukum adat ditiap-tiap tingkat adat guna kepentingan hubungan keperdataan adat, juga dalam hal adnaya persengketaan atau perkara-perkara perdata adat.
3. Menyelengggrakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai adat istiadat dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebuyayaan daerah Jambi pada khususnya.
4. Menjaga, memelihara, dan memanfaatkan ketentuan-ketentuan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat.

J. Tugas dan Kewajiban Lembaga Adat Jambi.

Masyarakat Jambi yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia memiliki kepribadian dan kebudayaan yang tinggi bersumber dari nilai-niali luhur bangsa Indonesia yang memiliki adat istiadat yang erat hubungannya dengan sila ketuhanan yang maha Esa yang dalam pelaksanaannya dilingkungannya masyarakat adat Jambi adat bersendikan syarak syarak bersendikan Kitabullah hal ini telah membuat masyarakat hidup damai penuh toleransi kasih sayang, tahu tugas dan kewajiban, menempatkan sesuatu pada tempatnya yang benar, nilai-nilai luhur yang demikian telah diwarisi serta dikembangkan sebagai “titian teras bertangga batu”.

Lembaga adat Jambi merupakan satu-satunya lembaga yang kegiatannya difokuskan dalam adat istiadat, sebenarnya apabila kita simak peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1991 hanyalah merupakan justifikasi dari susuna dengan adanya PERDA tersebut lembaga adat Jambi lebih dimantapkan keberadaannya seperti dketahui adat istiadat kebiasaan masyarkat dan lembaga adat yang hidup ditengah-tengah masyarakat memegang peranan penting didalam pergaulan dan dapat atau mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan oleh karenanya wajarlah dilakukan pembinaan dan dikembangkan sehingga secara nyata dapat berdaya guan untuk kelancaran pemerintahan pembangungna dan kemasyarakatan sejalan dengan apa yang telah dikemukakan diatas maka sebagai tugas dan lembaga adat Jambi adalah sebagai berikut:

1. Menggali dan mengembangkana adat istiadat dlam upayah melestarikan kebudayaan daerah Jambi guna memperkaya khasanah kebudayaan nasional.
2. Mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dan berhubungan dengan adat istiadat didaerah Jambi.
3. Menyelesaikan perkara-perkara perdata adat istiadat didaerah Jambi sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Menginventarisir, mengamankan, memelihara dan mengurus serta memanfaatkan sumber-sumber kekayaan yang dimiliki oleh lembaga adat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

F. Perspektif Peran Pemerintah dan Lembaga Adat.

Pada bagian ini ingin dikemukakan hal-hal yang positif yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh Lembaga Adat Jambi dengan harapan akan mendapat perhatian dalam pelaksanaan berikutnya sebagai sumbangan pemikiran guan memberi masukan dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pelaksanaan terhadap PERDA Propinsi Daerah Tingkat I Jambi No.11 Tahun 1991 sebagai berikut:
1. Begitu besarnya perhatian masyarakat dan pemerintah daeah terhadap perlunya menemukan asal usul kerajaan melayu kuno di Jambi sehingga pemerintah daerah Jambi pada tanggal 6 s.d 8 desember 1992 telah menyelenggarakan seminar nasional tentang kerajaan melayu kuno, dengna menampilkan pakar-pakar sejarah dalam skala daerah nasional dan internasional adalah sangat positif.
2. Sebagai tindak lanjut seminar nasional tentang kerajaan Melayu kuno oleh pemerintah daerah propinsi daerah tingkat I Jambi telah dilakukan penelitian suaka purbakala didalam daerah propinsi Jambi yang dilakukan oleh tim nasional yang terdiri dari pakar-pakar sejarh nasional, ahli arkeologi nasioanl telha banyak memberikan masukan-masukan tentang sejarah masa lalu, serta banyak ditemukannya situs-situs kuno serpihan-serpihan peninggalan-peninggalan kuno, diperkirakan sebagai bukti sejarah adanya kerjaan Melayu Kuno di daerah Jambi.
3. Perlunya dilakukan penelitian lanjutan terhadap Candi Muara Jambi yang memiliki hamparan situs-situs yang sangat luas dikawasan Candi Muara Jambi hal ini diharapkan akan mendapatkan tentang bukti-bukti sejarah adanya pusat kerajaan Melayu Kuno atau pusat kerajaan Sriwijaya di daerah Jambi, serta perlunya pengelolaan, pelestarian, dan pemeliharaan candi-candi Muara Jambi sebagai peninggalan sejarh itu ditangani oleh tenaga professional dlaam skala nasional dan kalau perlu dengnadan internasional mengingat luasnya hamparan situs-situs tersebut tidak mustahil Candi Muara Jambi merupakan keajaiban dunia yang berada di Jambi.
4. Mengingat adat istiadat dan Lembaga adat Jambi sangat berpengaruh di Propinsi Jambi dengan jalan telah mampu menggerakkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan oleh karenanya untuk melestarikan kondisi yang demikian ini perlu dibentuk pusat informasi tentang adat istiadat di Jambi.
5. Pemberian Gelar Adat di Jambi pemberian gelar sebagai tanda kehormatan dlam sejarah Jambi sudha ada sejak lama, pada zaman pemerintahan Sultan-sultan tempo dulu dikenal gelar-gelar dari berbagai sultan yang sedang memerintah, hanya saja pada waktu itu gelar hanya dimili oleh keturunan Sultan-sulatan saja, yang didasarkan pada garis keturunan, tetapi dalam perkembangan selanjutnya gelar dapat diberikan kepada ornag-orang yang berjasa atau sedang memerintah meskipun bukan keturunan Sultan atau orang berdarah biru.


Dalam buku tulisan 1 Tiderman Bab III hal 88 menyebutkan tentang gelar, gelar yang dianugerahkan oleh Raja kepada siapa sja, tetapi harus berhubungan dengan kedudukan sipenerima, gelar ini tidak dapat diteruskan oleh keturunannya. Pada setiap: Kalbu nan duo belas, Kepala Batin, Mendapo: juga dikenal adanya pemberian gelar, ini berarti di Jambi, gelar-gelar sudah dikenal sejak lama. untuk masa sekarnag oleh lembaga adat Jambi, pemberian gelar itu tetap dilestarikan” ada alur nan patut, Baju bajahit yang dipakai, jalan berambah yang diturut” dari ketentuan ini membuktikan memang pemberian gelar itu sudah lazim dilakukan oleh masyarkat adat Jambi.

Pengangkatan atau pemberian gelar oleh lembaga adat Jambi dalam pelaksanaan upacar adat beberapa bentuk, adat yang dilakukan dlama bentuk pengangkatan, hal ini disesuaikan menurut keperluannya, ada yang lingkup Tingkat I, Tingkat II dan ada jug adalma suatu keluarga besar/masyarakat adat di samping itu pengangkatan sebagai sesepuh adat dapt jug dilakukan dalam bentuk penghargaan dan penyerahan pakaian adat misalnya pemberian pengharagankepada bapak Joop Ave menteri Parpostel pada waktu peresmian gedung Lembaga Adat Jambi tanggal …tahun 1994.

Demikian juga pemberian penghargaan dengan penyerahan atau pemakaian pakaian adat kepada komandan Kapal Perang Sultan thaha Mayor Laut Prasetyo pada tahun 1996.

a. Pengangkatan sesepuh adat tingkat I/Propinsi Jambi.

1. Bapak H. Muachun Sofwn, S.H. (Mantan Gubernur KDH TK 1 Jambi) pada tanggal 6 Januari 1986.
2. Bapak Jenderal TNI Edi Sudrajat (Menhankam RI) sebagai salah seorang tokoh masyarakat/Pejabat yang dilahirkan di Jambi, pemberian gelarnya pada tanggal 19 Januari 1992.
3. Bapak Jendral TNI Faisal Tanjung (Pangab RI) pada tanggal 23 September 1993.

b. Pengangkatan yang dilakukan di Daerah Tingkat II Kabupaten dalam Propinsi Jambi.

1. Pengangkatan selaku sesepuh adat Kepada Bapak Drs. H. Abdurrahman Sayoeti Gubernur KDH Tk. I Jambi oleh Lembaga Adat daerah Tk II masing-masing kabupaten dalam propinsi Jambi.

a. Lembaga adat daerah Kabupaten Daerah Tk II kerinci tahun 1990.
b. Lembaga adat Kabupten Daerah Tk II Bungo Tebo, 29 Desember 1993.
c. Lembaga adat Kabupaten Daerah Tk II Sarolangun Bngko tanggal 29 Desember 1993.
d. Lembaga adat Daerah Tk. II Batang Hari tanggal 30 Desember 1993.
e. Lembaga adat Daerah Tk II Kotamadya Jambi tanggal 30 Desember 1993.
f. Lembaga adat Daerah Tk II Tanjung Jabung Tanggal 31 Desember 1993.

2. Pengangkatan Selaku Sesepuh adat Sarolangun Bangko kepada Bapak Drs. Zainul Imron, Bupati KDH Tk II Sarolangun Bangko dengan gelar “Depati Sukjo Berajo” di Bangko pada tanggal 22 Juni 1993.
3. Pengangkatan Selaku sesepuh adat Daerah Kerinci kepad Bapak Bambang Sukowinrno, Bupati KDH Tk II Kerinci di Sungai penuh pada tanggal 15 Nopember 1993
4. Pengangkatan Selaku sesepuh adat Bungo Tebo kepada Bapak Drs. H. A. Mutholib Bupati KDH Tk II Bungo Tebo dengan gelar datuk Pemangku Dirajo di Muaro Bungo pada Tanggal 29 Desember 1993.
5. Pangangkatan selaku sesepuh adat daerah Tk II Kotamadya Jambi kepada Bapak Drs. H. M. Sabki Walikotamadya Jambi pada tanggal 30 Desember 1993.
6. Pengangkatan selaku sesepuh adat daerah Tk II Tanjung Jabung kepada Bapak Selamat Barus Bupati KDH Tk II Tanjung Jabung di Kuala Tungkal tanggal 31 Desember 1993.

c. Pemberian gelar/ penghargaan perseorangan.

1. Pemberian gelar kepad Bapak Drs. H. Mohd Awal oleh Lembaga Adat Kerinci di Sungai Penuh pada tanggal 21 Desember 1993.
2. Pemberian gelar kepada Bapak Drs. Ruslan Baharuddin oleh lembaga adat kerinci di sungai penuh.
3. Pemberian gelar kepada Bapak H. Mohd. Syukur (Ketua Lembaga adat Propinsi Jambi) oleh lembaga adat propinsi pada tanggal 4 Januari 1996, dengan gelar “Adipati Setio Negoro”.

d. Pengukuhan sesepuh adt dan pemberian gelar kepada Bapak Drs. H. A. Rachman Sayoeti.

1. Sesuai dengan keputusan Musayawarah Daerah Lembaga adat III tanggal 2 Maret 1990 telah memberikan rekomendasi agar Drs.H.A. Rachman Sayoeti karena jasa-jasanya selam memimpin Jambi sejak:
a. Sebagai sekretaris wilayah Daerah Propinsi Jambi dari tahun 1969 s.d 1985 selama 16 tahun.
b. Sebagai Wakil Gubernur Jambi sejak tahun1985 s.d 1990
c. Sebagai Gubernur KDH Tk I Jambi sejak tahun 1990 sampai tahun 1999 (selama dua priode).

Telah mengabdi kepada nusa dan bangsa didaerah Jambi dan telah memberikan bakti yang positif dalam bidng pembangunan, kemasyarakatan dan kebudayaan sehingga masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut disamping itu telah banyak melakukan pembinaan dan bimbingan serta telah meningkatkan kesadaran hukum bagi masyarakat. Selama menjadi pemimpin dan tokoh masyarakat beliau telah hidup merakyat dan sangat dekat dengan masyarakatnya, dan telah bekerja seiring dan sejalan dengna rakyatnya seperti kata bahasa adat: “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing kebukit sama mendaki, keluirah sama menurun, ada sama dimakan, tidak sama dicari, seciap bak ayam sedencing bak besi, serentang bak regam, kok malang samo merugi, kok melabo samo mendapat berendam samo basah, bejemur samo kering.

Disamping itu ternyata selama memipin masyrakat Jambi kepedulian sosialnya juga sangat tinggi terutama dalam upayah mengentaskan kemiskinan yang ada dalam masyarakat. Dan telah menciptakan kemakmuran keamanan bagi rakyat beliau berkeinginan untuk menciptakan masyarakat yang berrsopan-santun, beradat-istiadat, adil aman lahir dan bathin dalam segala gerak kehidupan sehari-hari.

Sebagai pemimpin dan tokoh masyarakt, beliau terendam sama basah, terjemur sama kering, kalau mendapat samo belabor, hilang samo merugi dengan demikian lahirlah masyarakat yang disebut oleh bahasa adat “Air jernih ikannya jinak, rumput mudo kerbaunya gemuk, ramai negeri oleh nan mudo, aman negeri oleh nan tuo, tidak ada silang yang tak dapat di patut, tak ada kusut yang tak dapat diselesaikan dan tidak ada keruh yang tak dapat dijernihkan.

Faktor-faktor inilah antara lain yan g menyebabkan keptutusan Musda adat/ Pengurus Lembaga adat melaksanakan pengu8ku8han kepada Bapak Drs. H. A Rachman Sayoety sebagai sesepuh adat Jambi dengan memberi gelar ‘ Ratu Intan Noto Menggolo”.

e. Pemberian gelar kepada bapak H. Zulkifli Nurdin.

1. Pemberian Gelar Kepada Bapak H. Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi dengan gelar adat Jambi adalah keputusan lembaga Adat Propinsi Jambi, sebagaimana dalam Rakerda IV Lembaga Adat Propinsi Jambi tanggal 21-99 Maret 2000 di sungai penuh kerinci, yang selanjutnya dituangkan dalam keputusan Lembaga Adat Propinsi Jambi Nomor 51/LAD/ 2000 tanggal 31 Maret 2000 tentang program kerja Lembaga Adat Propinsi Jambi April 2000 Desember 2000 dan rekomendasi Rakerda Lembaga adat propinsi Jambi. Dalam keputusan tersebut pada dictum huruf A. Rekornendasi ayat (11).

Berbunyi:

Agar lembaga adat propinsi Jambi sesegera mungkin mengukuhkan sesepuh Adat dan memberi gelar adat kepada Gubernur Jambi Bapak H. Zulkifli Nurdin.

Keputusan tersebut adalah justifikasi hari hasil rapat komisi B Rakerda Lembaga Adat propinsi Jambi yang tertuang dalma keputusan rapat kerja Daerah (RAKERDA) Nomor: X/RAKERDA/LAD/2000 tentang program kerja dan rekomendasi lembaga adat Propinsi Jambi tahun 2000 tanggal 28 maret 2000, pada lampiran rekomendasi angka M bidang sosial budaya (5) berbunyi:

Pemberian gelar kepada gubernur Jambi beserta isteri dari lembaga adat propinsi Jambi dan untuk kabupaten kota dilaksanakan ke masing-masing kabupaten/kota.

keputusan tersebut merupakan halyang sudah Terico terpakai dalam masyarakat Jambi, berarti hal tersebut sudah lazim, ada alur nan patut, baju bejait yang dipakai jalan bertambah yang diturut. Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, memang. mpemberian gelar0gelar itu adalah merupakan suatu kezaliman bagi masyarakat hukum adat Jambi, dan hal ini bukanlah hal yang baru, akan tetapi telah membudaya,seperrti pepatah adat usang-usang diperbaharuai. Berdasarkan pandapat-pendapat yang telah dihimpun dari kabupaten-kabupaten dan propinsi Jambi memang gelar itu ada pada pejabat-pejabat pemerintah, karena itu terdapat kesepakatan bahwa Bapak H.Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi, harus dapat patut diberi gelar menurut Adat yang berlaku.

F. Pengangkatan adat yang telah diselenggarakan.

Dalam pelaksanaan upacara adat terdapat beberapa bentuk upacara, diantaranya dalam bentuk pengantkatan, pengukuhan menurut ruang lingkupnya. Ruang lingkup propinsi Jambi, Kabupaten dan terdapat pula ruang lingkup pada suatu keluarga besar/masyarakat adat. Bentuk lainnya upacara peresmian bangunan, perkawinan, cukuran, panenan dan pengobatan. Dalam pelaksanaannya sesuai ico pakai atau kebi9asaan tempat tertentu. walaupun ada perbedaan, namun hal-hal pokok harus tetap ada sebagai ciri khusus untuk melengkapi gambaran latar belakang upacara ini selain, gelar-gelar yang sudah dipakai terdahulu dapat pula dilihat penyelenggaraannya belakangan ini:



1. Pengangkatan di Propinsi.

1. Bapak H. Machun Sofwan, SH tanggal 6 Januari 1986
2. Bapak Jenderal TNI Edi Sudrajat tanggal 19 Januari 1992.
3. Bapak Jenderal TNI Faisal Tanjung tanggal 23 September 1993.
4. Bapak Drs. H. Abdurahman Sayoeti tanggal 5 Januari 1994.
5. Bapak Jenderal TNI Wismoyo Arismunandar.

Disamping pengangkatan sebagai sesepuh terdapat pula dalam bentuk penghargaan dan penyerahan pakaian adat.

2. Pengangkatan di Kabupaten.

1. Pengangkatan Kepada Bapak Drs. H. Abdurahman Sayoeti Gubernur Propinsi Jambi.
• Kerinci tahun 1990
• Bungo, Tebo, Sarolangun tanggal 29 Desember 1993
• Batang hari kota Jambi Tanggal 30 Desember 1993
• Tanjung Jabung Tanggal 31 Desember 1993

2. Pengangkatan Kepada Bapak Drs. Zainul Imron Bupati kabupaten Sarko tanggal 22 Juni 1993.
3. Pengangkatan Kepada Bapak Bambang Suko Winarno Bupati Kabupaten Bungo Tebo tanggal 29 Desember 1993.
4. Pengangkatan Kepada Bapak Drs. H. Abdul Mutholib Bupati Kabupaten Bungo Tebo tanggal 29 Desember 1993.
5. Pengangkatan Kepada Bapak Drs. H. M. Sabki Walikota Jambi tanggal 30 Desember 1993.
6. Pengangkatan Kepada Bapak Selamat Barus Bupati Kabupaten Tanjung Jabung tanggal 31 Desember 1993.
7. Pengangkatan Kepada Bapak H. M. Saman Chatib, SH. Bupati Kabupaten Batanghari.

3. Lain-lain Acara.

1. Pemberian gelar bapak Drs. H. Moch Awal tanggal 21 Desember 1993
2. Pemberian gelar bapak Ruslan Baharuddin Kedua gelar diatas masing-masing adalah pemberian gelar dalam lingkungan masyarakat adat tertentu.
3. Peresmian Hotel berbintang 2 Hotel Matahari tanggal 20 Nopember 1993.
4. Sedangkan, dalam kehidupan sehari-hari seperti upacara pernikahan, sunnat Rasul, cukuran tetap berjalan dan tetap hidup pelaksanaan upacara adat Jambi.

g. Proses pengukuhan sesepuh dan pemberian gelar.

1. Keputusan RAKERDA IV

Proses pengukuhan dan pemberian gelar kepada bapak H. Zulkifli Nurdin Jambi berdasarkan keputusan Rakerda IV lembaga adat propinsi jambi yang dilaksanakan adalah amanat awal dari keputusan untuk memberikan gelar adat sebagai sesepuh adat pucuk jambi sembilan lurah, yang selanjutnya dikukuhkan dalam surat keputusan lembaga adat propinsi Jambi nomor 51/LAD/2000 tanggal 31 Maret 2000.

Menanggapi amanat rakerda tersebut, maka ketua lembaga adat propinsi Jambi mengadakan rapat pengurus pada tanggal 15 Agustus 2000 berkenaan dengan penggalian dan pengumuman data gelar adat Jambi yang akan diberikan kepada Bapak Gubernur Jambi H. Zulkifli Nurdin. sebagai kesimpulan rapat pengurus tersebut, maka ketua lembaga adat propinsi aJambi menerbitkan surat keputusan nomor 169/LAD/ 2000 tanggal 16 agustus 2000 tentang tim penggalian dan pengumpulan gelar. Dalam rapat pleno pada tanggal 24 Agustus 2000 di ruang balairungsari oleh ketua lembaga adat propinsi Jambi disosialisasikan pula personalia tim penggalian dan pengumpulan gelar yang telah dibentuk untuk mendpatkan persetujuan pleno.

Selanjutnya tim penggahan dan pengumpulan gelar memulai tugasnya yang dlama rapatnya pada tanggal 26 agustus 2000 diambil keputusan untuk mensosialisasikan tugas tahunan dalam pertemuan dengan seluruh pengurus lembaga adat kabupaten/kota sebelum turun ke daerah-daerah untuk menggali sejarah dan mencari masukan-masukan berkenaan dengan tugas tim.

Dalam pertemuand dengan seluruh ketua dan beberapa anggota pengurus lembaga adat kabupaten/kota yang dilaksanakan di Aula Hotel Matahari I pada tanggal 2 september 2000, dalma rangka mensosialisasikan tugas-tugas tim, disamping diterima masukan berkenaan dengan sejarah gelar dalam masyarakat adat Jambi dan masukan mengenai gelarnya sendiri, juga seluruh ketua lembaga adat keabupaten/kota meemberikan mandate kepada tim utnuk melaksanakan tugasnya dlam rangka penggaliand a pengumpulan gelar adat Jambi yang akan disandangkan kepada Bapak H. Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi setelah itu tim mengadakan rapat-rapat dan turun ke Daerah melakukan penggalian dan pengumpulan gelar adat yan g terico terpakai dalam masyarakat adat Jambi, serta alasan-alasan yang sesuai dengan “alur dan patut” berkenaan dengan pemberian gelar tersebut.

Akhirnya dalam rapat pleno tim yang dilaksanakan pada tanggal 21 september 2000, tim penggalian dan pengumpulan gelar dapt megnambil kesimpulan bahwa sesuai dengan yang sudah teriko terpakai menruut alur dan patut, maka kepada bapak H.Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi sudah patut diberikan gelar dengan alasan sebagai berikut:

1. Bapak H. Zulkifli Nurdin sudah menjadi Gubernur Jambi, artinya sudha menjadi orang besar dan pejabat negara, sebagaimana pepatah adat, “Sekecik-kecik semantung dibelukar, kalau lah berbuah lah tuo namonyo”.
2. Beliau darah tertumpah dan balinya tertanam di alam pucuk Jambi sembilan Lurah jadi Bahau adalah putra Daerah Jambi.
3. Beliau juga adalah turunan bangsa dari kalbu nan dua belas, yaitu kalbu jebus raja sehari yang merupakan keturunan dari orang kayo pingai salah serorang raja kerajaan Melayu Jambi, dalam sejarah selanjutnya tugas kalbu jebus raja sehari adalah memegang kekuasaan sewaktu raja dalam keadaan domisioner dan melantik raja baru, sejalan atau sama dengan tugas MPR pada masa sekarang.
4. Beliau juga adlaah pengusaha yang melaksanakan ekonomi kerkyatan yang telah dilakoninya semenjak orang tuanya masih hidup.

 Dari uraian-uraian tersebut yang merupakan kenyataan yang sudah sesuai dengan yang terico terpakai, maka lembaga adat propinsi Jambi mengangkat belaiu sebagai sesepuh adat pucuk Jambi sembilan lurah.
 Dalam kesempatan rapat-rapat Tim penggalian dan pengumpulan gelar, dibahas pula peranana Ibu Ratu Munawaroh yang turut serta dengan kesungguhan hati melaksanakan tugas-tugas kenegraaan dalam mendampingin Bapak H. Zulkifli Nurdin, Gubernur Jambi sebagi isteri setia dan bertanggung Jawab. oleh karena itu maka lembaga adat propinsi Jambi memberikan penghargaan atas kesetiaannya tersebut.
 Demikian pula proses pengukuhan ini sesuai dengan kehendak dari keputusan rakerda diatas yang berbunyi “ Menugaskan kepada pengurus lembaga adat propinsi Jambi mas bhakti 1996-2001 untuk melaksanakan pemberian gelar kepada Bapak H. Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi sebagai sesepuh Adat daerah Jambi”, serta ememberikan “Penghargaa” kepada isteri beliau yang telah setiap mendampinginya dalam melaksanakan tugas negara, maka lembaga adat propinsi jambiakan melaksanakannya dalam suatu upacara dengan memberi gelar menurut adat lembaga sesuai dengan ico pakai pada tanggal 7 januari 2001.

2. Seserahan Tanda Putih Hati.

Dalam pelaksanaan upacar pengukuhan pemberian gelar adat, seluruh masyarakat adat propinsi Jambi melalui lembaga adat kabupaten dan koa bersepakat untuk melaksanakannya bersama-sama, sehingga terwujudlah gambaran kerjasama sebagaimana pepatah mengatakah kok ringan samo dijinjing kok berat samo dipikul, ukur bahu dipikul, ukur pinggang dijinjing, ukur kepala dijunjung.

Untuk itu lembaga adat kabuapten/kota atas nama masyarakata adatnya masing-masing menyerahkan kerbau keekor, beras seratus, selemak semanis dan seas am segaramnya. Pepatah adat mengatakan, kok terendam samo basah terampai samo kering kebukit samo mendaki kelurah samo menurun.

Adapun “antaran” dari lembaga adat kabupaten/kota atas nama masyarakat adatnya kepada lembaga adat propinsi Jambi, sebagai seserahan tanda putih hati” dilaksanakan pada hari kamis tanggal 4 Januari 2001 di Balairung Sari Jalan M. Jusuf Singedekane.

3. Upacara Pengukuhan.

Pembawa acara menyatakan bahwa acara pengukuha pemberian gelar adat Jambi dimulai, dengan tertib acara:
1. Pembacaan Ayat Suci Al-Qur’an oleh M.Basid.
2. Laporan Ketua Panitia penyelenggara oleh Bapak Drs. H. Hasan.
3. Pembacaan surat keputusan lembaga adat propinsi Jambi tentang pemberian gelar adat Jambi kepada Bapak H. Zulkifli Nurdin Gubernur Jambi dan pembacaan surat keputusan lembaga adat propinsi Jambi tentang pembenaan pemberian penghargaan kepada Ibu Ratu Munawarah Zulkifli Nurdin, oleh Drs. H. Chalik Saleh, MM.
4. Proses Pengukuhan pemberian Gelar Adat Jambi kepada Bapak H. Zulkifli Nurdian diawali dengan kata pelantikan oleh sesepuh adat Jambi Bapak Drs. H. Abdurahman Sayoeti Ratu Intan Noto Menggolo, dilanjutkan dengan penyisihpan sebilah keris, kemudian diantarkan duduk diputro Ratno.

KATA PELANTIKAN

Bismillahir rohmanirrohim
Assalamualaikum Wr.Wb
Saudaraku H.Zulkifli Nurdin, Gubernur Jambi

Menurut Adat yang menjadi eco pake dalam pucuk
Jambi sembilan Lurah, adalah rumah bertenganai,
Kampung betuo, negera bebatin, rantau bejenang alam
berajo, Negeri aman padi menjadi, rumput mudo
kerbaunyo gemuk, air jernih ikannya jinak. Kok bulatlah
boleh digulingkan, kok pipih lah boleh dilayangkan,
bulat air di pembuluh, bulat kato mufakat.

Pada hari iko, hari nan baik ketiko nan elok, LEMBAGA ADAT
PUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH, dibawah bimbingan Drs. Abdurahman Sayoeti Ratu Intan Noto Menggolo Selaku sesepuh Adat pucuk Jambi sembilan Lurah, dengan ini memberikan gelar adat jambi kepada saudaraku:

H. ZULKIFLI NURIDN, GUBERNUR JAMBI
DENGAN GELAR SRI PADUKO PUTRO
MANGKU NEGORO.

SELANJUTNYA MENJADI

H. ZULKIFLI NURDIN SRI PADUKO PUTRO
MANGKU NEGORO

GUBERNUR JAMBI

Kami sisipkan keris nan sebilah, tando duduk kebesarn, sebagai saudaro setio
diperjalanan, menjadi tongkat diwaktu licin, sebagai suluh diwaktu kelam.

Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiaso
melindungimu. Amin Yaa Robbal Alamin.

G. Riwayat Hidup H. ZULKIFLI NURDIN SRI PADUKO PUTRO MANGKU NEGORO.

Beliau bernama H.Zulkifli Nurdin, panggilan kecilnya Zul, beliau dilahirkan di Muara Sabak pada tanggal 12 Juli 1948, beliau merupakan anak pertama dari beberapa bersaudara, Agama yang sejak kecil turun temurun dianutnya adalah Islam, Ayahnya seorang pedagang yang bernama H. Nurdin Hamzah dan Ibunya Hj. Nurhasanah. Beliau memiliki istri bernama Ratu Munawarah.

Semasa kecilnya beliau sekolah di SR (Taman Budaya) Tmant tahun 1961, selanjutny7a melanjutkan pada jenjang menengah pertama di SMPN 1 jambi tamat tahun 1964, setelah tamat beliau masuk di SMAN 2 Jambi tamat tahun 1967, setelah leaps dari menengah atas beliau kuliah di Ekonomi UI hingga mendapat gelar Sarjana Muda pada tahun 1970 dan menyelesaikan sarjananya di Ekonomi di Universitas Tujuh belas Agustus Surabaya.

Setelah menamatkan sekolahnya beliau bekerja pada perusahaan orang tuanya dengan pengalaman yang ia miliki yaitu: pernah memegang jabatan sebagai wakil kepala cabang PT Nurdin Hamzah di Jakarta, Kepala cabang PT. Nurdin Hamzah di Jakarta, Dirut PT. Nurdin Hamzah Jambi dari tahun. Pada tahun 1978 sampai dengan tahun 1990 memegang jabatan kepala cabang PT. Nurdin Hamzah di surabya tahun 1998 menajdi anggota DPR RI. Dan terakhir memegang jabatan Gubernur Jambi 1999-hingga sekarang.

Beliau juga aktiv di tingkat organisasi antara lain yaitu : pengalaman dlama bidang organsiasi, belaiu telah memegang beberapa jab atan antara lain ketua APKETI, kemudian tahun 1985 sampai dengan tahun 1990 sebagai mitro Bulog Propinsi Jambi dalam penyalurabn gula dan tepung terigu.

Ketua Umum Kadinda Propinsi Jambi dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2000. Dlaam kepartaian beliau juga menjabat sebagai ketu umum PAN kota Jambi tahun 1998 sampai tahun 2001, kemudian pada tahun 2001 samapi 2004 menjabat sebagai ketua Umum PAN propinsi Jambi. Disamping itu masih banyak lagi jabatan-jabatan lainnya, antara lain sebagai ketua Tim potensi daerah Jambi ke luar negeri, ketua Alumni SMA 2 Jambi, ketua madrasah Nurdin Hasanah, dan ketua perkumpulan Mesjid Nurdin Hasanah.


MASA KECIL.

H. Zulkifli Nuridn lahri di Muara Sabak pada 12 Juli 1948 adlah anak pertama dari pasangan H. Nurdin Hamzah dan Hj. Nurhasanah. Dimasa kecilnya telah memiliki bakat sebagai seorangpemimpin dan usahawan. Hal ini boleh jadi merupakan bakat warisan ayahnya yang memang seorang pedagang dan tokoh dalam masyarakat.

Semasa kecil, Zulkifli Nurdi Hamzah seperti umumnya anak-anak lain di Muara Sabak setiap malam belajar mengaji pada seorang guru kampung dan sebagaimana anak sebayanya dia juga bermain dengan teman-temannya bermacam permainan tradisional seperti permainan gasing, cecak lele dan permainan tradisional lainnya. Zulkifli Nurdin di amsa kecilnya juga gemar memancing dan berenang di sungai bersama teman-temannya. Dalam pergaulan sehari-hari telah nampak sosok dirinya yang disenangi oleh anak-anak lain dan dijadikan pemimpin oleh temannya sebayanya.

Ketika berumur kurang lebih 5 tahun Zulkifli Nurdin telah menghatamkan Al-Qur’an dan sebagimana adat kebiasaan oleh orang tuanya dilakukanlah upacara syukuran khatam Qur’an dengan mengundang sanak kerabat dan teman sejawat pertanda rasa syukur kepada Allah swt dan tradisi di kampung bagi anak yang telah menamatkan Al-qur’an.

Dalam kehidupan sehari-hari oleh orang tuanya Zulkifli Nurdin dididik cukup keras terutama dlama hal kedisiplinan, hemat, ulet, tekun dan dilatih untuk bertanggung jawb. Tak jarang dia diberi tugas pekerjaan kasar seperti mengambilkayu bakar, membersihkan kamar mandi dan pekerjaan kasar lainnya, sehingga meskipun zulkifli pengusaha sukses dilingkungan masyarakat Jambi dan ada pembantu kehidupan sehari-harinya. Zulkifli Nurdin juga ikut membantu orang tuanya menjual tepung terigu bersama pekerja-pekerja yang diupah Ayahnya sehingga itu adalah hal biasa bila baju yang dipakainay kadang berlumuran tepung atau gualpasir.

Disamping bakt kepemimpiann yang telah menonjol di lingkungan pergaulannya sehari-hari, zulkifli nurdin juga telah emnapkakan bakt yang sama dilingkungan sekolah formalyang diikutninay pada masa itu, yakni di sekolah rakyat (SR) diman ia aktif dalam organisasi sekolah.

Ketika memasuki mas pertengahan pendidikan di sekolah rakyat, zulkifli nurdin pindah dari kampung kelahirannya muara sabak dan melanjutkan studi ke sekolah taman budaya Jambi. pada saat inilah ia harus meninggalkan kehidupan di kampungnya untuk memulai kehidupan baru dikampung manggis, dibelahan pusat kotamadya Jambi.

Di kampung manggis, zulkifli Nurdin hidup dlama lingkungan agamsi karena memang di Kota Madya Jambi dan Propinsi Jambi pada umumnya masyarakatnya adalah masyarkat Islam.

PERTUMBUHAN REMAJA.

Seperti diketahui bahwa Zulkifli Nurdin di masa remajanya menajalani pendidikan formal di sekolah rakyat, dilanjutkan ke sekolah menengah pertama dan kemudian sekolah menegah atas di Jambi pada pagi hari, disiang hari membantu usaha ayahnya dan di malam hari mendapatkan pendidikan agama, seprti megnaji maupun pendidikan agama lainnya melalui guru kampung atau ustadz sehingga aia dapat menghatmakan Al-qur’an 30 Juz di kala masih berusia kanak-kanak.

Dilingkungan sekolah, Zulkifli Nurdin aktif dalam kegiatan organisasi sekolah, Ia dipercaya sebagai ketua pelajar, aktif dlaam kegiatan olahraga dan kesenian sekolah, di kampungnya id juga katif dalamkegiatan jasjid. sehingga dari sini telah tampak bakatnya yang menonjol dalma organisasi dan kepemimpinan ditandai dengan seringnya is ditunjuk pada berbagai kegiatan disekolah sejak di sekolah raktya, sekolah menegnah pertama, hingga sekolah menengah atas.

Disamping kesiubukan dalma kegiatan sekolahd an keamasyarakatan, zulkifli nurdin juga menamatkan bakat di bidang wira-usaha. Ketika di sekolah menengah pertama, Zulkifli Nurdin sering bolak balik Jambi-Singapura diajak oleh Ayahnya dan ini memberikan pengalaman usah baginya yang kemudian hariu menajadi bekal dalam menjalani dan mengembangkan usahanya.

Ketika membantu orang tuan, kegiatan usahanya pun telah melebar ke Luar daerah Jambi dimana ia menjadi pemasok tepung terigu dan gula (bahan pokok) ke sumatera barat dan Palembang.

PROPESI DAN PENGABDIAN.

Propesi yang ditekuni oleh Zulkifli Nuridn adalah bakat lahir yang diwariskan oleh orang tuanya dan merupakan panggilan nurani yang telah terbian sejak masa kanak-kanak.

Orang tua, terutama ayahnya, Nurdin Hamzah, adalah sosok yang paling mendukung sekaligus menjadi guru baginya karena Zulkifli Nurdin terlahir dari leingkungan keluarga pengusaha. Sukses yang diraih karena beliau telah terlatrih dengan ketekunan berusah, rajin dlama bekerja dan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dibidangnyua sejak masa kecil.

Meskipun usha yang dijalankan telah sukses namun Zuklifli Nurdin belum merasa puas sampai disini karena tantangan masa depan yang beguti besa sehingga beliau terus meningkatkan dan memperluas usaha yang dimiliki dengna memperluas sayap usaha di luar propinsi Seperti Sumatera Barat, Palembang, Surabaya dan Jakarta.

Di samping memimpin perusahaan beliau juga aktgif di organisasi profesi seperti mejadi ketua umum penyalur terigu, bulog, kadin, kabinda Propinsi jambi, dan Juga sebagai ketua umum PAN Jambi di masa reformasi.

Melalu pemilu 1999, Zulkifli Nudin terpilih menjadi anggota DPR/MPR sebagai wakil propinsi Jambi, dan pada tahun 1999 oleh Partai Amanat Nasional Zulkifli Nurdin dicalonkan menajdi gubernur Jambi dan didukung oleh bebewrapa paratai lainnya.

Menjelang dilakukan pemilihan oleh DPRD Propinsi Jambi, setiap calon menamilkan visi dan misinya. Ketika menyampaikan dan memaparkan visi misi serta program pembangunan propinsi Jambi, Zulkifli Nurdin mendapatkan sambutan yang sangat positif baik oleh anggota DPRD Propinsi Jambi maupun kalangan masyarakat yang ikut menyaksikan di dalam persidangan DPRD yang terbuka untuk mumum.

Beberapa hari kemudian tepatnya pada tanggal 22 November 1999, dilakukan siding Istimewah Khusus DPRD propinsi Jambi untuk memilih Gubernur Propinsi Jambi dari 3 calon yang ada dengan hasil suara:

1. Drs. Zulkifli Nurdin 34 suara
2. Drs. Ramli Jalil 2 Suara
3. Drs. Hasyip Kalimuddin Syam 9 Suara


Sehingga dalam pemilihan yang dilakukan secara demokratis dan terbuka untuk umum, Zulkifli Nurdin berhasil memperolah suara terbanyak dengan 34 suara.

Setelah melalui proses dan prosedur yang berlaku, maka pada hari jumat, tanggal 10 Desember 1999 Zulkifli Nurdin resmi dilantik sebagai Gubernur Jambi dalam sidang pleno istimewa DPRD tingkat I oleh Menteri Dalam Negeri yang pada waktu itu dijabat oleh Suryadi Sudirja.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Zulkifli Nuridn sebagai Gubernur Jambi adalah melakukan normalisasi politik dan kemasyarkatan sehingga situasi dan gejolak politik dan kemasyarakatan serta jalannya roda pemerintahan berjalan normal kembali sehingga tak terjadi gejolak politik pada roda pemerintah dalam masyarakat.

Langkah berikutnya, Zulkifli Nurdin menyiapkan Program 100 hari sebagai langkah awal persiapan untuk melangkah memasuki program berikutnya yaitu Propeda (program Pembangunan daerah) dan renstra (rencana strategis) setelah mengetahui kondisi riil pemerintahan daerah, maka zulkifli Nurdin berusah kers untuk meningkatkan Pendapatana Asli Daerah (PAD) disamping itu mencari dan berusaha agar investor baik dari dalam maupun luar negeri berkenan menanamkan modalnya ke propinsi Jambi.

Tenggang satu tahun pemeritahan Gubernur Zulkifli Nurdin, Indonesia dilanda multi krisis yang juga berimbas ke propinsi Jambi dengan munculnya berbagai gejolak politik dan sosial yang ditandai dengan maraknya demo dari beberapa kalangan seperti dari kalangan mahasiswa buruh-buruh perkebunan dna masyarakat tentang permasalahan tanah sehingga praktis dalam masa tenggang satu tahun tersebut Gubernur Zulkifli Nurdin banyak disibuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

Memasuki tahun 2000 Gubernur Zulkifli Nurdin telah dapat meredakan permasalahan-permasalahan sosial, politik dan keamanan di Jambi, meskipun di beberapa daerah lainnya di Indonesia masalah politik, sosial dan keamanan masih menajdai problema, sehingga beliau dapat mencair langkah-langkah untuk dapat meningkatkan pembangunan daerah Jambi.

Memasuki tahun 2001 diberlakukanlah otonomi daerah yang memberikan kewenangan luas kepada daerah yang mengatur rumah tangga sendiri sesuai dengan UU No.22 tahun 1999, dimana diberikan wewenang pada, pemerintah propinsi, kabupaten dan kota secara luas, untuk mengatur dan membangun daerah sesuai potensi masing-masing daerah.

Dalam kondisi demikian Gubernur Zulkifli Nurdin telah mampu merekatkan hubungan antara propinsi, kabupaten dan kota sehingga tidak terjadi aroganisasi kedaerahan. Berkaitan dengan ini beliau mampu mengatur pembagian saham yang diperoleh masing-masing daerah baik saham yang diperoleh propinsi maupun yang diperoleh masing-masing kabupaten dan kota secara proporsional dan adil.

Tujuan dan sasaran pembangunan diarahkan Gubernur kepada kepentingan rakyat kecil (Masyarakat Desa) dengan tidka mengabaikan masyarakat kota dan investor besar. Untuk kepentingan masyarakat kecil Geubernur telah mengembangkan ekonomi kerakyatan denganjalan memberikan kredit usah kecil agar ekonomi kerakyatan dapt tumbuh dan berkembang khsusunya di sector pertanian. Di bidang pertanian Gubernur telah menciptakan sentra-sentra pertanian, misalnya sentra kedelai, jagung, jeruk dan lain-lain sebagai usaha pengembangan potensi holtikultura dan memberikan kesempatan kerja.

Sedangkan bagi investor diusahakan agar dapt mengembangkan potensi perkebunan, seperti kelapa sawit, karet dan pengolahan hasil perkebunan yang dpat memberikan kesepatan kerja yang luas bagi masyarakat disamping memberikan kesempatan untuk membangun potensi derah lainnya misalnya pertambangan untuk membangun potensi daerah lainnya misalnya pertambangan minyak clan gas, pembanguan PLTA kerinci yang bekerjasama dengn pemerintah Norwegia dan Malaysia.

Ditengah lancarnya jalan roda pemerintahan ada kendala-kendala yang dihadapi yang dihadapi terutama adalah persoalan lingkungan yang secara sporadis belum kondusif, dengan adanya gejolak sosial yang muncul yang dapt menghamabt masuknya investor asing.

Faktor yang paling mendukung jalannya pemerintahan dan pembangunan adlah dukungan dari semua golongan masyarakat Jambi secara luas dalam proses pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah Jambi guan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Jambi.


BAB V
SELOKO ADAT JAMBI DAN UNKAPAN DALAM PERGAULAN HIDUP SEHARI-HARI SEBAGAI PEDOMAN UNTUK MELAKSANAKAN ADAT DAN HUKUM ADAT


Musim elok ketiko baik,
Teluk tenang,
Rantau Selesai,
Padi Menjadi

Kayek Cemeti Keno, Ke darat Jerat Keno,
Balek ke Rumah durina runtuh
naek kerumah naak lah bahir.
kedapur lemang lah tejulur,

Rumput panjang kerbaunyo gemuk,
Aek jernih ikannyo jinak,
beduk berbunyi,
Surau sesak mesjid penuh.

Apo yang dikehendaki apo adoa.
Api dicinto apo buleh.
Bibir tesungging senyum para dara dibawa gelak,
Ilang-ilang lesut pipit dibawa gelak.

Lelap kemalingan
lupo keinggalan,
Sio-sio negeri alah.
hal ke iko utan tumbuh
Basusuk basengkan,
Berumah batnaggo.
Bajamban batepian
pagi pagi balek malam

Sayang dek bini ditingggal-tinggal
Sayang dek anak dilepas-lepaskan.

Baternak bakandang malam,
Bahumo bakandang siang,
Babuling bakawalan batali batijak-batijakan
baketuk bakalo-kalo.

Kandang empat sebeban tigo sedpo.
Bapakprmapn bateras dalam,
basokokng antaro so
Bapengebat ikat akar sebasau

Tatukik tijak lalu naik
Tasaloso tijak lalu turun
Tapekik tapikau
Cundung mato orang banyak

Ayam putih terbang siang
Hinggap di kayu merngeh,
tajilo-jilo dan tedengar pulo kukuknyo.

Ayam hitam terbang malam,
hinggap di rumun pandan, ngokok bunyinyo
salah hukum penghulu pecat.

tidak dihukum penghulu pecat
lain nan bakotek
lain nan batelor
betirai api babantal tumang
bakalambu asap bakaian basah
babadan litak babaju peluh
mulai dari depan sampai ke dapur balai batanak

lapuk di baganti li
patah puar jelepung tujbuh
bak napuh di ujung tanjung
ilang sikok baganti siikok
kempas dulu baliung dulu,
kempas kini baliung kini
sekali aek dalam sekali pulau beraleh
sekali tanjung putus namun tepian bak lamo jugo.

Parang tacatuk ke tunggal
tunggul lapuk parang takucil
bak aur dengan tebing
tebing sayang dek aur
aur sayang dek tebing
tebing runtuh aur tebawo

Kemudek serentak gala/satang
keiling serengkuh dayung

biduk sebiduk selantai samo
Segendang sekememo
sebiduk sepeculang

Hati kuman samo dicecah
hati gajah samo dilapah
Datar bak laianti kuilit
licin bak dinding bemban

Manuok kawan seiring
menggunting dalam lipatan
telunjuk lurus kelingking bakait

Merangkuh tunggul ke hadapan
menyembelih menampung darah
melantak salung manunggul buto
mengulu –ulu di kampung penghulu,
merajo-rajo di kampung rajo

Lebih lantai dari pado bendul
Mencabik kain

Kecak lengan bak elngan
kecak betis bak betis
Tepik dado tanyo selero
memucuk bak gayat
meloncat basopan

Selarik bendul ditepi
Iko pakai selingkung bendul di tengah,
larang dengan pantang

Rumah bapagar adat,
tepian bapagat baso
Negeri bapagar Undang
Bacupak bagantang
Bahaikam bahukum

ruas baketak
Penat berhenti
Lensau berueh
Petang bepemalaman
ketak bebuku

Bajalan melintang tapaki
Bakato melintang paskeo
Di makam kutuk biso kawi

Taseruduk dek balai panjang
Bungkuk pinggang
tapijak dek gunung arang itam tapak,
Tapijak galah panjang bungkuk pinggang.
Jauh tidak terulang
Dekat tidak terkadeno
jauh diulang dekat dikadeno

Seibat bak nasi
setuntum bak gulai
Tau dek ereng dengan gendeng
Kilat cermin ke muko
Kilat beliung ke kaki
Bakilek ikan dalam aek tentu jantan betino

Tudung menudung bak daun sirih
Taup menaup bak benang ketam
Sokong menyokong bak aur dengna tebing
Belum enggang lalu belum ranting patah.
Belum gajah lalu belum rumput lindo

Pulai bapngkat naik
meninggalkan rueh dengan buku
Manusio bapngkat turun
Meninggalkan adat dengan paseko

Perangai bujang tinggallah di bujang
Perangai gadis tingallah di gadis.

Berani kareno benar
Takut karena salah

Tibo di perut tidak dikemeps
Tibo di mato tidak dipejam
Tibo di duri tidak menyelingkek
tibo dipapan tidak menelapak

Pucuk tingi diketung
Batnag gedang di kepang
Kecik di tando gedang disawah
Betanyo lepas litak
Berunding lepas makan
Tidak tersesap ngap
Tidak tergepung napas.

Sirih nan sekapur
rokok nan sebatang
Pinang nan sieiris
Cahayo balek ke muko
Seri pulang ke badan

Darah lah balek dado
Batanyo lepas
Tidak berunding lepas arak
Tidak tergagau ditimpo upeh
Idak tegamang ditimpo kasau

Bajalan sampai ke bareh
Balayar sampai ke pulau

Menembak idak slaha alamat
Bajalan idak salah langkah.

Bak tali bapintal tigo
Bak emas dengan suaso

Seciap bak ayam
Sedekak bak batu dipulau
Sedencing bak besi diapah
Melempar batu kelubuk
Melepas kuaw ke rimbo
Menyelam aek dalam tonggak
Lain lubuk lain ikan
lain padang lain belalang

Adat seadat iko pakai lain-lain
Siur bakar upeh racun

Bujuk rayu, ugut agat
Tipu tepo samun sakal
Bersengelak segan keno
Tegamang segan jatuh

Orang peragu salah pilih
orang pengeras gedang keno

telmpau arif badan celako
tidak arif badan binaso
jangan berpikir sekali lalu
jangan berhemat sekali sudah

Pikir habis-habis berhemat sudah-sudah
Diagak baru diageh
Bulat aek dek pembuluh
bulat kato dek mufakat

Pipih boleh dilayang
Bulat boleh digolekkan

IIlang rupo dek penyakit
Ilang bangso idak beremeh

Bukit lengeh pematang kering
Capo sebatang idak tumbuh
tumbuh sebatang lah layu pulo

Bak kerakap tumbuh di batu
Hidup segan matipun tak mau

Kasih ombak pulau baru mandi
Kasih akar punggur berdaun
kasih batang cendawan tumbuh

Hidup dalam sikso
Gedang dalam penyakit
Sekelok dak tukang menulis
sepatah dak tukang bekato

rupo idak bangsopun kurang
ikuk sinteng kepak mengganggeh

Dibuat pasak idak baik
Dibuat pakan idak elok.

Nan ilok pelantan duneh
Nan burok pelantan gawae
Nan ado temapt bekintang
Nan cerdik tempat berunding

Bakaul tempat nan keramat
Betanyo pado tempat nan tau

Ibarat buah banyak raso
Ibarat bungo banyak mambu

Ragu kareno banyak
Lupo kareno lamo
Tepuk lembang sapu daftar

Ke bukit samo mendaki
Ke lurah samo menurun

Tibo dibulat minta aek
Tibo di lurah minta angin
Sakit samo diubat
Pening samo diureh

Kasih bak antar dek yang banyak
Sayang bejengok dek yang tuo
Adat di isi lembago dituang

Pucuk dicinto ulam tibo
Sumur digali aek tibo
Nan ditunggu lah tibo
Nan diantek lah datang

Kecik telapak tangan niru kami tadah
Kecik niru halaman kami sepia

Tanggo lah kami tegak
Pintu lah kami bukak
Lapek lah kami bentang
Berneh setangkai masak setandan

Kurang sisik tuneh tumbuh
Kurang siang rumput menjadi

Tebu setuntung digereman gajah
Emeh teluceh balik mandi

Gading tesurung ke rumah rajo
Kuman diseberang lautan tampak
Gajak dipelupuk mato idak keliatan

Ternak dilepas balek ke kandang
Kok ayam ndak balek ke reban
Kok burung nk balek ke sangkar
Padi lah baelk ke ladung

Ayam berinduk serai berumpun
ayam berinduk anak banyak
Serai serumpun banyak batang
Ilok arak dek seiring
ilok kato dek mufakat

Alam nan barajo
Rantau nan bajenang
Negeri nan bebatin
Kampung betuo

Rumah betengganai
Anak bebapak
Kemenakan bepemamak
bini nan belaki

alam takluk kepado rajo
rantau takluk kepado jenang
negeri takluk kepado batin
luhak takluk kepado penghulu

kampuh takluk kepado tuo
rumah takluk kepado tengganai
anak takluk kepado bapak
kemenaakan takluk kepado pememak

bini takluk kepado laki
alam berajo kepado khaliknyo.

Rantau berajo kepado jenang
negeri berajo kepado batin
Luhak berajo kepado penghulu
Kampung berajo kepado tuo

Rumah berajo kepado tengganai
Anak berajo kepada bapak
Kemenakan berajo kepada pemamak
Bini berjao kepado laki

Kato sepakat runding seilun
serentak bak regam
Sealun suhak seletui bedil

Makan nan mengabih
Mencencang nak memutui
Minum nan mongering

Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung
Dimano temilang dicacak disitu tanaman tumbuh
Dimano ranting patah, disitu tembikar tinggal

Hati anan bakutuk
Mato nan besetan
Pikir dulu pendapatan
Sesal kemudian idak beguno

Titian teras betanggo batu
Cermin gedang nan idak kabur
Lantak nan idak goyah

Dak lapuk dek ujian
Dak lekang dek paneh
Kato nan siyo
Dianjak layu, dianggung mati
Lain lubuk lain ikan, lain padan lain belalang

Kato nan melereng
Kato Mendatar
Kato mendaki
Kato menurun

Berkampuh lebar, be uleh panjang
Ilir sampai ke muaro
mudik sampai ke gunung
tibo tampak muko
pegi tampak punggung
pegi tempat betanyo

Balek tempat berito
kato dulu kato bedepat
kato kemudian idak dicari lagi

Beruji samo merah
betimang samo berat
kato bajawab
gayung basambut

Menarik rambut dalam tepung
Tepung idak beserak rambut idak putus
semut dipijak idak mati
Antan tedarung patah tigo

Angin betiup melambai
dan hujan turun membasah rintik
Nan datang dari mudik
jangan balek kehulu

Nan datang dari muaro
jangan balek ke ilir
nan datnag dari laut
Jangan balek ke permukoan

nan datang dari darat
jangan balek ke pengairan

Batas kepalo dijunjung
Batas bahu dipikul

Luko dipampas mati dibangun
Jauh bejalan banyak disuo
Lamo idup banyak diraso
tinggi menjulang langit
gedang menyesak alam

Kecik lah meraso gedang
Bodoh lah meraso cerdik
Anak bujang sulung menggerah
Tapeso sekali belum

Lupo dek pungguk idak basoak
Lupo dek perut idak berisi

Jangan dicari tanah bebingkah
Carilah tanah nan bepayo
Jangan dicari kato nan betingkah
Carilah kato nan selukar

Berkampung lebar cabik
Beuleh panjang putus

Aga genting menanti putus
Ada retak menanti pecah
Ada biang menanti tebuk

Pari ujo lah dilompat
Pagar anan tingi lah diambuh
Maksud hati memeluk gunung
Paolah dayo tangan dak sampai

Biso kawi turun ke bumi,
Jatuh ke gunung, gunung pecah
jatuh ke sawah padi ampo
Jatuh ke diri badan binaso



Kecak lengan bak lengan
Kecak betis bak betis

Nan lumpuh penunggu rumah
Nan buto pengembui lesung
Nan pekak pelepas bedil
Nan cerdik tempat berunding

Membeli kucing dalam karung
Duduk berimpit rumput

Tegak besinggung bahu
Kecik idak disebut namo
Gedang idak diimbau gelar.

Nenek empat pay8ng delapan
Suku nan sebelah kampuh nan duo bagi
Gedang kaan dilando
Kecik kawan dilindan

Ulasan jari sambungan lidah
Menjadi kudo pelejang bukit
Menjadi biduk sampan pelayangan
Menjadi saligi buang-buangan

Menempuh larik menitih jajuh
Empang batu lah dikalek
Empang batang lah dikabung
Empang unak lah direteh

Menurut runut nan terentang
tajak nan tatukik
Rajo adil rajo disembah
Rajo zalim rajo disanggah

Melawan rajo dengan undang
Melawan guru dengan kitab
Pagar Makan tanaman

Rumah gedang k atas beratap bubungan perak
dibawah beralas sendi gading

Bak balam dengan ketitir
Angguk seangguk segayo tidak
Bekutuk orang nan banyak
Beritung orang anan genap

Kok ado nan mati diantar ke tanah nan layu
Kok ado nan beutang ke lidah neraco
Kok ado nan beduso diantar ke pintu tobat
Kok ado nan berumah tango diantar balek ke rumah tanggo

Buah hati pengarang jantung
Nyawo di laur badan
Kok hanyut ado yang menambatnyo
Kok jatuh ado yang menyambutnyo

Malu-malu muko diusap
Pedih-pedih hati ditekan
Mujur idak dapat diraih
Malang idak dapat ditolak

Cakap pagi idak sampai petang
cakap petang idak sampai malam
Hari elok ketiko nan baik
Dinanti tahu lah tibo

Dihitung bulan lah cukup
Dibilang hari lah genap
Pantang bujang makan siso
So buat duo pakai

Ketigo warisan pado mudo
Masuk kandang kambing mengembek
Masuk kandang kerbau menguek

Tiap-tiap anak jantan dipetunak
Sudah lepas dari tegur dengan sapo
Tiap-tiap anak betino di pelaki.
Tentulah lepas pulo dari tunjuk dengan pengajar

Anak idak lagi sekato bapaknyo
Pemakan idak lagi sekato pemamaknyo

Sebab bini sudak sekato laki
laki sudah sekato mertuonyo

Pakailah ilmu padi
Kian berisi kian tunduk
Kian tau kian betanyo

Kian pandai kian berguru
bejalan peliharo kaki
bekato peliharo lidah

Mandi di ulak-ulak
Makan besamo kudian sudah
Bejalan di belakang dewek

Lain ranting lain bungo
Lain dahan lain buah
Lain batnag lain tuneh

jangan makan mengacau-mengacau
jangan mandi mengeruh-ngeruh
jangan menggujak gabing mengupeh bumbun

Syarak hidup kayu betakuk
Syarak mati nisan bertegak
Seorang di ageh sekutuh dibelah
Harto depatan tinggal harto pembawaan kembali

Besamo beternak beladang bekebun beperlak
besamo beternak melepas pagi, mengurung petang
Besamo bejual beli, bedagang berniago

Melawan batin dengan adatnyo
Besambung orang nak panjang
Besambun panjang pendek

Bekampuh lebar cabik
Beuleh panjang putus
Jangan menyuruh budi merangkak akal

Menuok kawan seiring
Menggunting dalam lipatan
Papek di luar rencong di dalam

Di asak baso di ubah pakuoh
Leko mencelik di aek ilir
Leko mencelik ikan berenang
Arang abis besi binaso

Bungo disunting Batang di tijak
Di biayo di belanjo
Di paumo di palaman
Di rumah di petanggo
Di lari di jajo
Di tegur di sapo
Di tunjuk di ajar

Cepatlah kaki ringankan tangan
Tumbuk tanak, minum makan
Mengatur rumah tanggo
Memeliharo anak
Mengurus tempat tidur
Mengatur tempat makan dan minum
yang cabik dijahit
Di tampal di sulam

Kalau demam di ureh kalau sakit diobat
Pagi betanyo Balek beberito
Sekecik-kecik semantung di belukar
Bilolah bebuah lah tuo namonyo

Perangai bujang tinggallah di bujang
Perangai gadih tinggallah di gadih
Naik sudah dikungkung dahan
Ke bawah sudah dipasang baneh

Jangan liko di kebun bungo, melihat bungo sedang kembang
Jangan diturut kehendak mato nan bakutuk
Jangan diturut kehendak hati nan basetan
Lupo pado kain idak basereng lupo pado punggung idak basoak

Liko dek kerak jarang kuku habis kenyang idak
jauhkah segalo larang dengan pantang
ili bekecimpung kaki, mudik bekecimpung tangan
Jangan bebenak di empu kaki

Maluko idak memampeh, membunuh idak membangun
Jangan idak tahu dek sakit kanto dek susah kawan
jangan idak tahu dek suku kampung

Kok salah berutang
Sesat surut
Telangkah kembali
Salah ambil menggembalikan
Salah makan memuakkan

tahu dek salah dengan bantal
tahu dek sukat dengan gantang
Tahu betimbang samo berat
tahu dek iring dengan gandeng

Tahu dek alur nan diturut baris
Tahu dek sifat nan dturut benang
Ringan kaki samo dilangkah
ringan tangan samo dilimbai
Sei ilun se tundo
Se ilir se mudik
Se ilun bak kuwaw lanting

Terbang menumpuh dahan
hinggap merengkam dahan
meniti di atas buih, bejalan di atas air

Beriak tando tak dalam
Beguncang tando tak penuh

dak beras antah di kisik
dak kayu jenjang di gerak
dak emeh bungka di asah

Jatuh disambut dengan kasih
Hanyut diambut dengan sayang

Ukue mato di lihat
Ukue telingo di dengar
Bekilat ikan di dalam air
Tentu jantan betinonyo

Idak beban batu digaleh
Idak emas kunyit dipatah
idak besuluh batang pisang
tapi besuluh matohari
Kok kelam dijadikan subuh
Kok licin dijadikan tungkat

Anjak baso ubah pakuo
Tilik aek cencang kan tubo
Celik ikan jalo diambuh
Luruih ikan jalo te ambun

Biang menunggu cebik
retak menanti pecah
Pikir dulu pendapatan
Sesal kemudian tiado beguno
Jangan dulu bajak dari jawi
Pikir itu pelito hati

Api padam puntung dak berasap
Tapijak luluh teluce tinggal
Dibuat di muko menerajang
Dibuat di belakang menyipak

Gedang badan nak melando
Gedang kelaso nak mendorong
Runcing tanduk nak mengayung
Kuwaw mati dek bunyi
harimau mati dek belang
gajah amti dek gadingnyo

Sebatang bak kepayang tinggi
sepucuk bak jalo panjang
Sedang elok dibawo duduk
sedang baik dibawo tegak

Idak digeleng tanduk nan tumbuh
idak di elak tuah anan datang

Lonjak merebut kopiah
Lenggang mencabik baju
Besak pasak dari pado tiang

Keluk paku kacang belimbing
anak dipangku kemenakan dibimbing
Orang kampung di petenggangkan

Payh menetang buleh, rgu menetang labo
Berat samo dipikul ringan samo dijinjing
bagagi samo banyak betimbang samo berat
Dapat samo belabor hilang samo berugi
Sakit orang dek ilir, mengaduh orang di hulu

Beselimut dengan kain sekabung
tarik ke atas kaki keluar
tarik ke bawah kapalo jolor

Akal selilit telunjuk umur baru setahun jagung
darah baruh setampuk pinang

Juang membawa rebah
bemban menolak licin
pagar makan tanaman
Kasih dak habis sayang dak kurang

Orang yang memakan nangko kito keno getahnyo
Saligi tajam betimbal dak ujung pangkal mengeno
Idak lentik bak taji dak landai bak dulang
idak cerdik bak kanti dak pandai bak orang

Numpang jadi nahkoda
Meminjam ngaku punyo
Berutang tidak mau membayar

Piutang mau diterimo
Singsing lengan baju tepuk dado
Ngertam tanah imbau lawan

Ke upuk nak lepas, ke loteng jalan nak lari
Cekel dendang hendak beragih basiugiut mintak kurang
Kain banyak seragih roman banyak serupo
Basiringai bak anjing dengan kucing

rupo dicelik suaro didengar
Genting memutus biang mencabik
Cundung mato pado nan elok, cundung salero pado nan lemak
Sedio payung sebelum hujan
Mimpi dapat padi rangkiang tetegak, mimpi dapat mas puro ke cadang

Menjadi seligi buang-baungan, sampan pelayangan jemput nan jauh
tating nan berat
Ayam beinduk serai berumpun

Hilang anak nangis di rumah
Hilang adat hancur negeri

Batang gedang temapt besandar
rimbun daun tempat beteduh
gedung akan temapt beselo
Terbujur lalu telintang patah

Tulang putus daging dak keno
Menarik rambut dalam tepung
rambut dak putus tepung dak terserak

Ular di palu idak mati
Pemalu tidak patah
Tanah idak lembang

Alah limau kareno menalu
Becupak sepanjang betung
Begantang sepanjang jalan

Anak dagang sekali lalu
Anak galah sekali menempuh

Baju bajid nan dipakai
Jalan pasal nan ditempuh

Ambil tuah kepado naan menang
ambil contoh pada nan sudah

Tetak memutus
Makan mengabis
minum mengering

Bungkal naan piawai
arus nan menengong

Orang kayo kendaknyo banyak
Orang elok katonyo lebih

Pepat di luar rencong didalam
Bak api memakan sekam
tuku sudah pahat tak berbunyi lagi
Api dalam puntung dak berasap lagi

Bukan lantai nan bajungkek
awak nian dak tahu menari
Telenggang sereban nan gedang
Tejelo jubah nan dalam

Berulang-ulang bak asam pedang
Lumpang disisip lapuk diganti
Melaut lepas menggunung tinggi
Lah digayung baru disambut

titik bak hujan, hinggap bak langau
Beburu kucing didapur
Waktu elok ketiko nan baik
duo Sejinjing tigo sebeban
tetambun di kekeh
cemplung diselam
Hilang dicari, tetinggal dijemput

Bekato dulu sepatah bejalan dulu selangkah
Bemato buto betelingo pekak
Belum disuruh lah pegi belum diimbau lah tibo

Mencari kutu di ijuk
Menarik darah di tiang
So ilang duo tebilang
Idak jantan mati beranak

Angin betiup melambai daun
hujan turun membasah putik
Mati lah dak pernak duo kali

Semambu bak daun kunyit
Melukah mengkalak
Memamban menyeruo
Becadang pesap kerap
Pesap jarang jalo kerap jalo jarang tiruk tempuling seampang jarring
Iaipun, getah terap
Pulut tali terap untuk membuat jerat

Marah dek anak sindir menantu
Laut sial rantau celako
Aek keruh ikannyo liar
rumput pendek kerbaunyo kurus

Bungin di pulau menjadi Lumpur
Batu digunung menjadi debu
Bekati nak samo berat
Bekuak nak samo banyak

Gajah di pelupuk mato idak nampak
Kuman diseberang lautan nampak
Kayu dirimbo mati meranggeh
Tanaman di perelak mati merangah

Laut sakti rantau betuah
Be ayam kuwaw be kambing kijang
tempat rimbo siamang putih
bekasur gambut bedinding banir

beratap sikai
Bejalan idak sedang melangkah
bekato idak sedang sepatah

Lancar kaji dek diulang
Pasal jalan kareno ditempuh
Sumbang tegak
Sumbang duduk sumbang perjalanan
Sumbang cakap

Semendo Langau hijau
Semendo lapek buruk
Semendo kacang miang
Semendo ayam jagung

Semendo kumbang menggirik
Semendo gajah meno
Semendo nenek mamak
Semendo tangguk rapat

Becakap peliharo lidah
Bejalan peliharo kaki
Ado udang dibalik batu

Berebut temiang bebelah
buluh tetap dirmpunnyo

Gepuk idak membuang lemak
Cerdik idak membuang kawan

Asik dek kerak jarang
Kuku habis perut dak kenyang

Kain penutup tubuh duit penutup malu

Malu betanyo sesat dijalan
Segan bekayuh perahu hanyut

Burung kecik ciling mato
Burung gedang duo suaronyo
Titian galling di tengah dusun

Pagar makan tanaman
Teluk mengusut rantau

Piawang memecah timbo
Orang tuo berlaku budak
Malin idak sekitab

Cincin tembago bersuaso terletak dijari manis
Cerdik idak secendikio
Pegi serupo tinggal
Tinggal serupo pergi



Pergi seorang pergi hilang
Pergi beduo balik seorang
Pergi betigo selamat segalonyo

Betino semalu jantan sesopan
Bayang-bayang sepanjang badan
Hilang mengganti, patah menimpal
Sumbing menitip

Gemuruh hujan di rimbo
Ngeretik hujan di daun

Berkelikir dan besawah tando lah ado yang memiliki buah
Telayang bekampoh, tersisih bak di asam

Be ibak mandi di kumpai, ba sisih mandi di lumut

Tidak tegemang bak ditimpo upih
Idak teganggu bak ditmpo kasau

Di kampuh nak nyo lebar
Di uleh nak nyo panjang

Terbit minyak kareno dek kampoh
Terbit santan kareno dek perah
Betunggul berpendaman
Tumbuh di atas tumbuh
Syara’ mengato adat memakai
Tonggak yang tiadao goyah
Cermin yang tiado kabur

Dianjak layu dianggung mati
Menepik mato pedang
Menengadah matohari
Luko dipempas mati bebangun

Masuk jadi tambah keluar jadi kurang
Mentimun bungkuk di luar ambung
Besesap bejerami
Tungkat membawa rebah

Besi galling batang di air
Iyo di mulut di hati tidak
Baju sudah nan dipakai

Jalan pasal anan ditempuh
Memahat di atas baris
Menokok di atas pahat

Suluh, sinang di dalam negeri
Hilang miang karenao dek gisil
Hilang geli kareno dek rabo

Tegisil segan keno
Tegagai segan keno embun

Telando waktu naik
Tegisil waktu naik
Cepat kaki salah langkah

Melaut lepas menggunung tinggi
Maksud hati memeluk gunung apolah dayo tangan tak sampai
Bahalaman duo bekampung duo
Puji akan jadi upat akan cerai

Induk undang tambang teliti
titian teras betanggo batu
Kaco nan idak kabur
Tonggak nan idak dapat digoyangkan

Baju bejait nan dipakai
Jalan berambah nan ditempuh
adat bumbun menyelaro
adat padang kepanasan

Adat anan tak lapuk dek hujan dak lekang dek panas
Adat Selingkung negeri, undang selingkung alam
Adat di tangan nenek mamak, undang di tangan rajo.

Ado sirih nak makan sepah
Alah ikat kerno buatan
Alah sko kerno mufakat
Ambil benih campaklah saraf

Anak berajo ke bapak
Kemenankan berajo ke pemamak

Apo di gaduh,
Pengayuh samo ditangan
Biduk samo di aek
Aral petako/Karno

Bak membelah betuang
Sebelah diijak sebelah diangakat tinggi-tinggi
Bak belando nanam labu
Bak menanyo bunyi ke nan pekak
Menanyo rupo ken an buto

Betukuk dak banyak
Bekamu dak lebar
Beulas dak panjang
Jangan Berulas panjang
Putus bekampuh lebar cabik

Bejalan kincir merno aek
Begoyang dahan kerno angina
Beujo bepegang ikuk
Beambur bepegang tali

Biduk sebiduk selantai idak

Buah semuro ium masak lah bermburan
cupak bau babungo
cupak batalu-talu

Bejalan melintang tapak
Bekato melintang pesko
Kelaso gedang ndak mendorong

Kecak lengan bak lengan
Kecak betis bak betis
besutan di mato berajo di ati

Bungkal nan bapiawai arus nan bedengung
Dak ado ayam bekukuk kalau ari dak kan siang
Idak nian dek buluh sebatang
Rakit kan ilir

dak ado ayam bekukuk kalau ari dak kan siang
idak nian dek buluh sebatang
rakit kan ilir

Dak do nan onau menjelang sigai
Sigai jugo menjelang onau
Nan teluk limpahan kapar
nan rajo dak do nulak sembah

dak do betino membuang jantan
jantan nan membuang betino

Dak do telap ngigit tanduk
Ngigit telingo

Diasak layu dianggp mati
Diayak laku diubah pekuo
Dikit menjadi pembasuh
Banyak menjadi musuh

Dimano titik disano ditampang
Dimano patah disano disisip
Dimano terbit disano dituai

Galah lah taentak kekarang
Perau lah tertumbuk ke tebing
baru tau langit tinggi

Ikat baut janji semayo
Jangan berpikir sekali lalu berhemat sekali sudah
jatuh ditmpo tanggo

Jika penggamang jangan manjat
Jiko pelepas jangan berenang
Jiko pelupo jangan berjanji
enggan memberi jangan memintak
takut rugi jangan bedagang

Kabut nan kelam lah terang
Aek nan keruh lah jernih

Kalau dak tembilang patah tanaman terkalik.
Kelaso besak tanduk tajam
Kendak balam padi rebah
Keruh aek di ilir perikso diulunyo
Senak aek di ulu perikso dimuaronyo

Lembai sekepeh entak sedegam
Patah tumbuh ilang beganti
Lain biduk nan dikayu asing sampan nan ditambat

Macm mukut di mulut gantang
Macam narik benang dalam tepung
Benang dak putus tepung dak terserak

Macam mengayuh perahu keilir
Main api akan terbakar
Main aek akan basah
Melepas batu ke lubuk
Melepas kawan ke rimbo

Meliat contoh pada nan sudah
Meliat tuah pado nan monang
Memberi taji pado ayam betino
Menurut runut nan terentang sejak bari,
menempuh jalan nan berambah sejak dulu
Merantau bawak ayam betino
Jangan dibawo ayam jantan

Minta gigi ke lidah
Mudik keno lukah
ilir keno tekalak
Nan maju bedil betenok
Nak mundur ranjau terpasang
Mudik setanjung ilir serantau
Nambat gajah samo rambut

Nan isal dek jari, nan kuning dek tapak
Nan renang di asuh, nan menangih idak
Nangguk dalam belango

Padi ditaman tumbuh lalang
ayam dipautan di tangkap elang
ikan di pemanggangan tinggal tulang
di semak rimau menghadang
di aek buayo mengarang

Pado mati tetawan elok mati melawan
Mati Menggigit bak kerenggo
Pandang aek pandanglah tubo
Pandang Ikan nan binaso

Patah lidh utang tumbuh
Patah keris badan binaso

Rantau jauh diulangi
Rantau dekat dikenonoh
rumah sudah tuku berbunyi
api mati puntung berasap

Salah langkah kaki patah
salah jangkau tangan putus

Salah tangkau jadi rimau
slah tekad jadi antu

Tebing runtuh tepian beranjak
tanjung putus teluk beralih

tubmuhkan arus limpahan kapal

Ukur mato jangan diliat sajo
Ukur telingo jagnan didempar bae
Kurang sisik tunas menjadi
Kurang siang rumput tumbuh

Urang kayo betabur nasi urang mulio betabur budi
Pulai betingkat naik meninggalkan buku dengan ruas
Manusio betingkat turun meninggalkan adat dengan pesako
Burung dak boleh terbang
Ranting dak boleh patah

Ada yang sebunyi gagak
ada yang kuwan

Angguk lah seangguk
Bunyipun samo

Angguk seanguk segayo idak
Bulat air dek pembuluh bulat kato dek mufakat

Bulat boleh digolek
pipih boleh dilayang

Ragu kerno dek banyak lupo kerno dek lamo
Kasih batang cendawan tumbuh
Kasian ombok baru mandi

Tejelo anak jadi pengebat
telintang ndak jadi pengepit

Di cukur tigo alur
Tidur dibawah rumah atau pelanta

Bebekal ibat mati abu betuntum gulai
Orang bebekal rotan nan serumah tendo

Bekain basah bebadan litak
Betirai api
Berkelambu asap
Bebantal tumang
Yang diperam pisang
Tidak dibuat memeram batu

Bak Lilin berminyak sendiri
Rindu jelanglah seorang

Tebisik kelawan
Berimbau keorang pekak

Meratap diatas bangkai
Mengaji diatas kitab

Bukan pening di mabuk kepayang
Bukan gilo dek antu rimbo

Awak beduit ke air ilir
Sedekah kepado orang salah runding

Bebudi ke airilir, sedekah kepado orang miskin

Hujan emas dikampung orang, hujan batu di kampung sendiri

Umpan abis pancing idak leko

Umpan abis pancing leko

Awak begaduh silang sengketo, tibo diserah perkaro pado orang lain

Malang dak dicari petako idak diimbau
Abis hari berganti hari, berganti bulan, dan beganti tahun yang dinanti tidak tibo
yang ditunggu tidak datang

Meurak selo menganjak duduk

Anjak-anjak memasang lukah dipayo, mungkin keno ikan lain.

Membeli buah betampuk, membeli kerbau/ sapi betali

Lain tempat nan gatal, lain tempat nan digaut

Meulu-ulu di kampung penghulu, meraajo-ajo dikampung rajo.

Keatas tidak bekakak, ke bawah tidak beradik

Salah tanah celako tanam, slah tanam celako tanah

Penabur habis palembang tidak olah

Teraso ado, tekato tidak

Ayam beteri, tupai legar cecak berbunyi

Telingkung oleh pukat nan panjang, tetungkup oleh jalo nan kerap.

Diindang baru ditampi, selanjutnya diteras

Menumbuk mematikan menyanggo membunuh

Langit runtuh dunia karam

Bak dusun dialahan garudao

Hilang samo merugi, mendapat samo melabo, ringan samo dijinjing berat samo dipikul
Belum masuk gelanggang lah kalah besabung

Merah bak udang dibakar, marak bak dammar diketayo.

Telucir di penyepit, tertinggal dipemanggangan

Terpahat ditinang panjang, terlukis di bentul jati.

Tertindih dek puntung, terlimbus dek abu

Hilir lau mudik idak singgah

bukit Tinggi tidak tedaki lagi jurang dalam idak terturun.

Sekecik-kecik cemantung dalam belikar bilo bebuah lah tua namon

Dimuka jadi tongkoang, ditengah jadi pengembo dibelakang jadi pengiring dan pengadang

Kalo nak tau buah la masak tanyalah ke tupai

Ilang dicari, cemplung diselam

Jatuh selayo melayang, jatuh buah kepangkal mano jatuh lagi ditimpo tangga

Mencit sikup negedo seratus bejalan melintang tapak bekato melintang seko

Tidak rintang dek tanduk tidk tumbuh

Begantang bak anak ayam

Menghitung emas yang sudah abis, begantang padi nan lamo
Jangan tinggi lantai dari bendul

Setinggi timbunan bangkai setinggi lutut tumpahan darah
Baliknyoke benar jugo

Bak perahu karam sekerat, bak tunggu tigo (sejerang)

Api padam kumtum idah berasap lagi, tukul paha idak berbunyi lagi

Lain galang taletak lain biduk ditarik bak narik rebo sungsang

Sigai datang ke enau idak enau datnag ke siagai

Malu-malu muko diusap, pedih-pedih hati ditekan

Mimpi dapt emas lah becandang kuro, mimpi dapat padi lah becedang rangkaian/gerut

Mengango dulu baru becakap

Jangan berajo kehati, jangan besutan kemato

Kehendak hati mati, kehendak mato buto

Ibarat mendukung biawak hidup

Kaluat idak berombak, keatas tidak berangin

Menyelam air didalam tanggak

Diagak baru diagih, ditengok baru ditembak

Berjalan tidak salah simpang singgah tidak slaah pulau

Bertimbang nak samo berat, begantang nak samo banyak

Bekuak betimbang rato bejunjung tanah harto pameo balek, harot
tempatan tinggal, harto besamo dibagi duo, anak samo dipeliharo

Likat bak sipulut hitam, kerai bak jagung tuo

Minyak habis sambal dak enak, arang abis besi binaso , tukang putup payah sajo.

Bak benang dikekas ayam, bak bumi di guncang gempo

Habis kareno dimakan lumat kareno dipijak

Bulu mato bak semut beriring pipi bak pauh dilayang dagu bak lebah mulai besarang
bibir bak asam seulas muko bundar telok bak bulan empat belas

Hilang minyak dicari, cempung mintak diselam, tetabun mintak dikekas

Harap digalah hanyut, galah ditangan dilepaskan

Harap meraup mencubit lepas segantang lalu scubuk lewat
Segenggam hilang kepunan kalo besuo

Beriak tando tak dalam ngarontang tando idak penuh

Hilang samo merugi, mendapat samo melabo

Becakap kerampang kerempung berjanji bak ketiak ular

Bak tebu seruas digereman gajah, bak emas telucir balik mandi

Buruk muko cermin dibelah

marah dimencit, gerut dibakar

Menggelinding bak cacing kepanasan

Bak loncat labuh dibenam, timbul tenggelam bak kacang direbus

Bak negeri alah garuda, bak ayam disambar elang, bak kucing dipecut lidi

Letas letus merendam jagung, lentam lentium bak buluh dibakar.

Bak ruso digual gong

Langit runtuh dunio karam

Betanak dibaro dingin, bediam diabu basah
Kuwau balik kerimbo ayam balik kekandang

tidak bepengaruh, tidak tengkuo besarang rendah

Bak mendapat durian runtuh, bak mendapat kijang patah

Baik pitung dapat cincin

Hilang rupo kareno penyakit hilang benso idak beremas

Bak mengikat tanduk-tanduk licin

Bak mencari kutu kaijuk, bak mengkik darah ditiang

Menapak jejak diair, mencari penjahit jatuh disemak

Bak kemiri diujung tanduk, bak air didaun keladi

Menggendong anak ular, memeliharo anak rimao

Baik air jatuh kepasir, bak batu jatuh ke lubuk

Beunding sepanjang jalan, becupak sepanjang betung

Beselemah tidak patah besetenang idak hanyut.

Bak tetijak di baro api, bak tepegang dibaro angat

tiang buruk membawo runtuh, sokong membao rebah

Tidak bebeban batu digaleh, dak do anak bumbung didukung.

biang menunggu cabik, retak menunggu pecah.

Pucuk dicinto ulam tibo, sumur digali air datang
Baik bagantung diakar lapuk, bak meniti di dahan mati

Bak ayam tidak berinduk, bak sirih idak bejunjung

Bekitab ditapak tangan, bebenak di ibu kaki
Gepuk membuang lemak, cerdik membuang kawan

Kilih-kilih beganti asah, lamo menunggu dukun belum tibo

Dari kecik tabao-bao lah tuo berobah tidak sampai mati jadi penyakit

Dalam laut boleh diajuk dalam hati siapo tau

Becu pak duo, begantang duo bedacing duo alamat kampung amuk rimau.

Sulit berbagi kasih, rumit berbagi sayang

Dipuji setinggi langit, diupat tetanah abu, dianjung dientakkan.

Digali semakin dalam, dianjung semakin tinggi

Kelaut tidak betepi kedarat idak bebats

Ke ulu lah teguntung, ke ilir lah temuaro

Keatap lah tersondak, kebawah lah tepijak

Menggelang tando idak hendk menganggu tando mau

Meciri betando bemilik betuan

Lepas utang kareno dibayar habis janji kareno ditepati

Berdendong buah, tebo tegantung bedendong kulit kayu ditakuk,
Bedendong kayu takuk besilang
Bedendong tanah kait tegantung

Pasal jalan kareno ditempuh, pasal kaji kareno diulang.

Awal miskin ditimpo utang, awal bengak/bodoh ditimpo perkaro

Menyambar bak elang, nangkapa bak rimau, makan masal mentah menggunggung membao terbang

Hidup begalang bangkai, mati begalang tanah

Titik bak ujan, hinggap bak langau, tepuk dado tanyo selero, gertam tanah berpantang jantan mati beranak

Tidak ado pisang bebuah dua kali, kalo bebuah dua kali tidak temakan oleh cigak/kero/beruk

Perau sarat meniting buih, perahu anggal melenggang-lenggang

Hilir mudik lalu telendan

Kusut masai bak benang kusut.

Duduk salah, tegak salah, segalo idak elok.

Ukur bahu dipikul, ukur kepala dijunjung

Lain yang berkotek, lain nan betelur, lain pulo yang mengeraminyo

Cempung beselam hilang becari, tetabun dikekas

Tetindih dek puntung teimbun dek abu

Pesap dak besiring, perahu dak be onggak, kerbau dak betali.

Bak kumbang lepas tali

Angguk seangguk segayo idak, biduk selantai idak bak balam dengan ketitiran

Tegak samo duduk sebanding, bak kuku dengan daging, bak ikan dengan air.

Bak perahu patah kemudi kabir kekiri dak mau, kekanan segan, Akhirnyo lintang pungkang

Bepijak ditanah nan keras, besuluh matohari, idak besuluh batang pisang

Mati dikandang tanah, hidup di kandang adat gedang dikandang pesekol

Bak ketimun bungkuk diluar ambung, masuk dak menjadi tambah luar dak menjadi kurang.

Sepandai-pandai tupai melompat, sekali-kali jatuh jugo bedebek.

maksud ado tersebut idak.

Biar segantang tetumpal asal segenggam idak ilang

Becakap idak bepangkal, bekato idak berujung.

Ibarat membelha idak bebaji, ibarat mencincang indak berlandasan.

Pahit jangan lekas diluahkan manis jangan lekas ditelan.

Pemilihan orang dari ilir, pengiraian orang dari ulu

Gigih habis rawan murah, awak tuo gadis menjadi

Berbisik melantas tiang, belindung dibalik rangkaian/ geruk kaki nampak

Gayung putus, biang cabik.












UNGKAPAN-UNGKAPAN (PEPATAH-PEPATAH)

Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kepercayaan

Pepatah-pepatah yagn berhubungan dengan kepercayaan yang ada di daerah Jambi hampier sama dengan pepatah-pepatah yang terdapat di Minangkabau. Pepatah yang demikian itu antara lain ialah:

Titian Teras Bertangga Batu:
Artinya: Haids Nabi dan Firman Allah yang terkadnung di dlaam Al-Qur’an merupakan Undang-undang dari Allah.

Adat Bersendikan Syarak, Syarak bersendikan Ktabullah
Artinya: Adat berintikan kepada hukum-hukum Islam sedangkan Hukum-hukum Islam bersumber Kepda Al-qur’an.

Syarak mengata, adat memakai
Artinya: apa yang tertulis didalam hukum Islam, itulah yang dituruti oleh adat.

Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan upacara adat.

Pepatah-pepatah adat yang berhubungan dengan upacara adat-adat banyak dijumpai serta sering (didengar disetiap pelosok pedesaan, dengan keragaman bentuk dan variasinya, sesuai dengan kondisi lingkungan daerah yang memakainya. Sebagai contoh: pada orang-orang melayu jambi terdengar pepatah yang bunyinya:

Dimana tembilang tercacak
Di sano tanaman tumbuh
Dimano Bumi diinjak
Disitu langit dijunjung
Artinya: Barang siapa yang bertempat tinggal di daerah Jambi, harus menghormati ada dan hukum adat Jambi.

Alam Barajo,
Rantau bejenang
Negeri bebatin
Kampung berpenghulu
Rumah bertengganai
Artinya: Alam mempunyai raja, Rantau mempunyai Jenang, Negeri, mempunyai batin, Kampung mempunyai penghulu, dan rumah mempunyai Tengganai, Jadi tiap-tiap wilayah persekutuan itu mempunyai penguasa dan pemimpinnya masing-masing.

Alam Sekato rajo,
Rantau sekto jenang
Negeri sekato Batin
Kampung sekato penghulu
rumah sekato tengganai

Artinya: Tiap-tiap wilayah yang merupakan kelompok kesatuan adat, masing-masing diperintah oleh pemimpin yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang sangat menentukan kehidupan kelompok itu.
Pantun-pantun atau seloka did lama upacar adat melamar dan didalam upcara adat perkawinan.



Contoh:
Emas terserak di padang lalang
Tebu seluntung dimakan gajah
Tanda yang diserahkan ajdi terpijak
Putri tetap di mahligainya
Raja tetap di pendoponya
Tiap berjanji tidak mungkir,
Tiap bekato tidak dusta.
Artinya: Tanda lamaran yang diberikan oleh pihak laki-laki akan hilang, namun apabila pihak permpuan mungkin janji, maka tanda harus dikembalikan dua kali ganda (atau dengan istilah yang lazim “Satu balik dua”).

Contoh lain ialah
Dalam upacara betandang, sang gadis betanya dengan cara berpantun dan berseloka kepad pemuda yang datang bertandang.

Kenapa engkau,
Orang sesat didalam hutan
Engkau sesat didalam kampung

Biasanya pemudapun membalas dengan cara yang sama yakni berpantun
Contoh:
Mudik Tebo ilir Semangi,
Patah tongkat batang setawar,
Haibsilah daya tengang kiani
Buah lebat, batang setawar.

Artinya: Pemuda bercinta gadis, namun ia hampir berputus asa, karena terdengar kabar bahwa gadis yang diinginkan itu telah dipinang orang
Seterusnya pantun ini berbalas-balas baik datnag dari pemuda, maupun datangnya dari pemudi smapai kedua belah pihak dapat mengambil kesimpulan apakah keduanya ada perasaan atau tidak.

Pepatah-Pepatah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pepatah-pepatah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat pedesaan, sering didengar pepatah yang antara lain berbunyi:

Marajo rajo di kampung rajo
Menghulu ulu di kampung penghulu
Artinya: Oran yang sewenang-wenang atau kelakuannya yang tidak baik.

Meruncing tanduk, meluas kelaso
Artinya: Orang yang suka berkelahi, berbut apa saja sampai ingin bertikam-tikam.

Usang diperbaharui lapuk dikajangi.
Artinya: Yang sudah buruk dan tidak baik lagi, harus ditukar dan diperbaiki.

Bulat, air oleh pembuluh.
Bulat kata oleh mufakat,
Artinya: Akan diperoleh kesatuan pendapat

Adat dari minangkabau teliti dari Jambi
Artinya: Adat dri Minangkabau tetapi hukum dan undang-undang berasal dari Jambi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cerita Rakyat Daerah Jambi, 1982
2. Departemen pendidikan dan kebudayaan adat istiadat daerah Jambi 1985
3. Departemen pendidikan dan kebudayaan sejarah revolusi kemerdekaan daerah Jambi 1985
4. Garis-Garis besar haluan Negara Tap MPR Nomor IV/WW 1978
5. IGOB (Inlandshe Gemeene Ordonnantie Buitengewesten) stb, 1938 No.490 jo.stb, 1938 no. 681 yang berilaku untuk luar jawa dan Madura
6. IGOB (Inslandshe Gemeene Ordannantie Buitengewesten) sth 1906 No.83, yang berlaku untuk jawa & Madura
7. Kemas Arsyad Somad, SH. MH. implementasi peraturan Daerah Nomor 11 tahun 1991 tentang lembaga adat tesis, Surabaya 1996
8. Kepres No.28 tahun 1980 tentang Pembentukan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
9. Lembaga Adat Propinsi Jambi, Pokok-pokok adat Pucuk Jambi sembilan lurah Jilid I-VI Jambi 2001
10. Pengukuhan Gelar adat kepada Bapak H.Zulkifli Nurdin, tahun 2001 Lembaga adat Jambi
11. Peraturan Menteri dalma Negeri No.I tahun 1984 Junto Intruksi Menteri Dalam Negeri No.17 tahun 1989 tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat di wilayah desa atau kelurahan
12. Peraturan Daerah Provinsi Jambi no.II tahun 1991 tentang pembinaan dan pengembangan adat istiadat kebiasaaan

3 komentar:

rudy91 mengatakan...

sip bnget.....bloq ini,lumayan buat nambah pengetahuan.....,tp kadang saya pengen tau di daerah jambi kn nama daerah mendalo,kog g dibahas,padahal saya sangat berharap blog ini serasa istimewa bila itu ada,karena daerah jambi....sangat menarik untuk dipelajari,thanks

AMISHA mengatakan...


Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

jun mengatakan...

assalamualaikum bang
apa bisa anda membagikan file pdf buku ini soalnya sulit untuk menemukan buku tsb